Menggali Budaya Kasukabumian dalam Membangun Kota Berperadaban (Bag 4)

Oleh Kang Warsa

Masyarakat Sukabumi tidak jauh berbeda dengan masyarakat Tatar Sunda sejal fajar peradaban terbit telah menciptakan perkakas atau peralatan dan teknologi untuk menunjang kehidupannya. Dalam tradisi Sunda penciptaan unsur ebudayaan di bidang peralatan dan teknologi ini disebut pakakas dan kamotékaran dalam hidup.

Bacaan Lainnya

Ikatan batin yang kuat antara masyarakat Sukabumi dengan alam telah menghasilkan peralatan-peralatan sederhana namun sangat dipengaruhi oleh alam, sosio kultural, dan fase perkembangan jamannya. Tidak hanya itu, peralatan dan teknologi masyarakat Sukabumi juga dipengaruhi oleh pola pikir komtemplatif, pada awal perkembangan teknologi pascarevolusi pertanian sekitar 30.000 tahun lalu telah diyakini bahwa setiap perkakas atau peralatan yang diciptakan oleh manusia merupakan proyeksi dari ciptaan Yang Maha Kuasa.

Orang Sukabumi membuat perkakas tidak atas dasar fungsinya semata, juga tidak lepas dari keterikatan kimiawi mereka dengan keberadaan jagat besar. Sebagai contoh, aseupan atau kukusan terbuat dari anyaman bambu berbentuk kerucut, runcing pada bagian ujungnya, secara kontekstual merupakan proyeksi lingga atau unsur maskulin dari alam. Bentuk aseupan berupa gunung merupakan simbol keagungan Zat Yang Maha Kuasa, puncak ekstase mahluk saat melebur dengan pencipta.

Aseupan atau kukusan berpasangan dengan sééng atau dandang melambangkan dualitas dalam kehidupan, lelaki dan perempuan. Penyatuan antara kukusan dan dandang, melalui proses kalorisasi seperti sebuah pernikahan, darinya akan melahirkan nasi sebagai entitas penting bagi kehidupan manusia di wilayah agraris. Orang Sukabumi tanpa nasi akan terasa hampa, bahkan ada semacam canda gurau meskipun masyarakat Sukabumi sudah makan roti, makanan ringan, ketupat sayur, mereka akan mengatakan belum makan. Bagi masyarakat Sukabumi, makan sesungguhnya yaitu makan nasi.

Mengenalkan Makna Perkakas dan Teknologi

Bagi sapiens modern, teknologi akan selalu disangkutpautkan dengan hasil produk kekinian, kontemporer, dihasilkan dari pabrik-pabrik besar, dan digunakan secara umum oleh masyarakat dunia. Teknlogi semacam ini sebetulnya merupakan hasil dari rumus-rumus atau coding yang diciptakan oleh manusia. Tidak jauh berbeda dengan teknologi masyarakat tradisional, mereka juga telah menciptakan kode-kode atau rumus dalam menghadapi kehidupan.

Beberapa jenis perkakas dan peralatan yang telah dihasilkan oleh masyarakat Sukabumi masa lalu memiliki makna filosofis dan dihasilkan dari pengkodean atau rumus di dalam kehidupan dari hal terkecil sampai kepada alat-alat berukuran besar. Penulis akan memaparkan dua jenis perkakasan dan teknologi yang telah dikembangkan oleh masyarakat Sukabumi; perkakas jenis makro dan mikro, besar dan kecil.

Masyarakat Sukabumi telah menghasilkan arsitektur. Meskipun bentuknya sederhana, terbuat dari bambu dan kayu, atap atau hateup menggunakan ijuk, rumah panggung dengan fondasi atau tatapakan dari batu namun mengandung kesesuaian dengan kondisi alam di Tatar Sunda. Secara umum, wilayah Nusantara merupakan daerah sabuk api yang memiliki banyak pegunungan berapi, lempeng besar, dan kerap diterjang gempa baik tektonik atau vulkanik. Kondisi ini memiliki pengaruh terhadap bentuk rumah dan tempat tinggal yang dibangun oleh masyarakatnya. Rumah panggung merupakan bentuk rumah tahan terhadap goncangan gempa.

Teknologi lain dalam bentuk pengkodean (coding) yang dikembangkan oleh masyarakat Sunda sebelum membangun rumah atau pemukiman yaitu menggunakan perhitungan atau palakiyah (falaq, ilmu perbintangan). Kapan waktu yang tepat seseorang membangun rumah, harus menghadap ke arah mana, dan pada kontur tanah atau waruga lemah seperti apa seseorang dapat membangun rumah. Hal itu diperhitungkan terlebih dahulu melalui proses permenungan. Orang modern seperti kita melabeli kegiatan ini sebagai bentuk khurafat, padahal pada zamannya hal ini merupakan ikhtiar pengkodean sebagai visi ke depan sebelum masyarakat melakukan kegiatan apa saja. Toch, kehidupan orang modern juga tidak pernah lepas dari kode-kode, hand-phone yang kita gunakan memiliki sejumlah kode algoritma, perangkat apa pun tidak lepas dari kode-kode yang rumit dan hanya dapat dipahami oleh ahlinya.

Dalam pengobatan tradisional, masyarakat Sukabumi mengenal istilah “dicébor”, artinya mengobati penyakit dengan menggunakan media air yang telah diberikan jampi-jampi. Masyarakat Sukabumi tradisional meyakini bahwa munculnya penyakit selain disebabkan oleh kuman, bakteri, virus, perubahan cuaca, juga dapat saja disebabkan oleh hal-hal lain yang tidak kasat mata dan metafisik. Dunia kedokteran modern memandang pikiran masyarakat tradisional sebagai mitos, namun pada sisi lain mereka juga akan merasa heran saat hasil diagnosa terhadap pasien namun tidak mengindikasikan gejala penyakit disebabkan oleh apa yang mereka pelajari, maka jalan keluarnya dengan menyuruh pasien pergi ke orang pintar atau ajengan.

Masyarakat Sukabumi tradisional tidak mungkin dapat menjabarkan kenapa setiap mereka mendatangi orang pintar atau ajengan akan diberi air setelah dijampi-jampi, diberi ramuan herbal yang diperoleh dari alam, tidak mengetahui zat yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. Tetapi praktik keseharian mereka telah dapat dirasakan manfaatnya. Penelitian terkini menyebutkan, air akan memiliki molekul aktif jika manusia membangun hubungan dengannya melalui mantra, jampi, atau kalimat-kalimat yang baik. Sebaliknya, air akan menjadi busuk jika didiamkan dan diumpat sumpah serapah oleh manusia. Kita juga akan heran, kenapa hanya dengan mengunyah pucuk daun jambu klutuk seseorang yang sedang terserang diare atau sakit perut dapat sembuh? Itulah teknologi pengkodean (coding) yang telah dikembangkan oleh para leluhur kita. Dalam tataran mikro, masyarakat Sukabumi sebagai bagian dari Sunda telah menghasilkan teknologi yang luput dari penelitian selama beberapa abad lamanya.

Selain dua hal tersebut di atas, perumahan dan pengobatan, masyarakat Sukabumi telah menggunakan perkakas sebagai hasil dari teknologi pada zamannya, lesung dan alu (lisung dan halu). Dua perkakas ini mengandung makna filosofis dualitas dalam kehidupan telah melahirkan dinamika dan perubahan secara terus-menerus. Suara alu beradu dengan lesung merupakan nada-nada kehidupan, nada di kesemestaan berupa dentuman-dentuman mikrokosmis. Para ahli astronomi dengan peralatan canggih modern telah dapat membuktikan bahwa alam memiliki suara-suara, gemuruh, nyanyian kosmik yang tidak dapat didengar oleh telinga manusia secara langsung. Tanpa suara atau nyanyian kosmik tersebut sudah dipastikan alam akan berhenti dan mati. Dalam tradisi Hindu nyanyian kosmik disimbolkan dengan ungkapan “Omm”, dalam tradisi Semit (Yahudi, Kristen, dan Islam) disimbolkan melalui ucapan aamiinn atau amen. Sedangkan dalam tradisi Sunda telah diproyeksikan dalam teknologi sederhana saat alu dan lesung menghasilkan suara “dum dum dum”.

Dinamika dalam hidup, berada di atas dan terus meluncur ke bawah merupakan satu kenincayaan yang tidak dapat ditolak oleh manusia. Hanya dengan perkakas sederhana, masyarakat Sukabumi sebetulnya sudah dapat mencerna kehadiran dualitas dalam hidup merupakan hukum dan tetapan yang telah disediakan oleh alam, siapapun tidak dapat melawan dan menghindar dari tetapan ini.
Perkakas-perkakas tradisional yang telah dihasilkan dan digunakan oleh masyarakat Sukabumi memang telah jarang digunakan oleh masyarakat kontemporer. Penggalian perkakas tradisional ini harus berbanding lurus dengan pembiasaan dan praktik penggunaannya di masyarakat.

Pemerintah bersama para penggiat budaya harus dapat memberikan pemantik agar perkakas dan peralatan seperti bakul, cocolék (centong bambu), boboko, aseupan (kukusan), hawu (tungku), lisung, halu, dan lainnya digunakan kembali oleh masyarakat pada hari-hari tertentu. Sebagai contoh, harus diciptakan sebuah kesepakatan atau konsensus bersama, pada perayaan atau hari-hari tertentu perkakas tradisional tersebut harus digunakan oleh masyarakat. ( Jawapos.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *