Lumbung Hidup Untuk Ketahanan Pangan Keluarga Pada Masa Pandemi Covid-19

Oleh: Reny Sukmawani
(Dosen Prodi Agribisnis – Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Sukabumi)

Pandemi covid-19 yang melanda negeri kita tercinta menimbulkan berbagai dampak hampir di semua sektor.

Bacaan Lainnya

Terlepas dari adanya hikmah yang dapat kita ambil dengan adanya pandemic Covid19 ini, hampir semua orang dari berbagai kalangan masyarakat merasakan dampaknya. Dampak itu sangat terasa khususnya dari aspek ekonomi.

Dinas Perisndustrian dan Ekonomi Sumberdaya Mineral (DPESDM) Kabupaten Sukabumi per bulan April 2020 mengidentifikasi sekitar dua ribu IKM (Industri Kecil dan menengah) yang ada di Kabupaten Sukabumi terkena dampak Covid-19. IKM tersebut ada yang bangkrut, menurunkan produksinya dan lain-lain. Padahal tenaga yg terlibat di IKM tersebut mencapai sekitar 10 ribu tenaga kerja.

Masih menurut data dari DPESDM Kabupaten Sukabumi, data terakhir bulan April 2020 juga mengidentifkasi sebanyak sekitar 14 ribu orang yang kehilangan pekerjaan dan atau dirumahkan.

Kehilangan pekerjaan berarti kehilangan pendapatan. Kehilangan pendapatan tentu saja hal ini akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan keluarga.

Ketahanan pangan menyangkut kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi selain sandang dan papan. Ketahanan pangan dalam keluarga diantaranya bertumpu pada kemampuan untuk mengatur ekonomi keluarga sehingga mampu untuk membeli kebutuhan pangan.

Dalam kondisi pandemi covid-19 seperti sekarang ini, dimungkinkan banyak ketahanan pangan keluarga yang terkena dampaknya dalam rentang waktu yang telah dilewati selama masa pandemi covid-19 ini sekitar dua bulan bila dihitung sejak bulan Maret.

Bisa dibayangkan apabila pandemi covid-19 ini tidak cepat berlalu, maka akan semakin banyak keluarga yang terganggu ketahanan pangannya atau mungkin saja terjadi krisis. Singapore University of Technology and Design (SUTD) bahkan mengungkap prediksi akhir dari wabah ini di sejumlah Negara dengan menggunakan Artificial Intelligence (AI) yang berbasis pada model matematika tipe susceptible-infected-recovered (SIR).

Menurut SUTD, Pandemi covid-19 di Indonesia diprediksi akan berakhir 23 September 2020. Sementara menurut jubir pemerintah untuk penanganan covid-19, Achmad Yurianto pada siaran persnya 6 Mei 2020 menyebutkan Indonesia akan merdeka dari tekanan pandemic covid-19 pada bulan Agustus asalkan masyarakat disiplin tinggal di rumah atau tidak bepergian.

Tentu saja kita tidak berharap selama itu, pandemic covid-19 baru berakhir. Kita semua pastinya berharap dan berdoa agar pandemi covid-19 ini cepat berlalu.

Saat ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penularannya di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Sukabumi. Bahkan dalam berita-berita yang beredar di berbagai media, beberapa menunjukkan adanya penurunan tingkat penularan.

Namun demikian secara keseluruhan data dari pemerintah pusat masih menunjukkan kenaikan jumlah penderita yang positif. Demikian juga di Sukabumi masih menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita yang positif. Hal ini juga lah yang mendasari diterapkannya PSBB Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sukabumi sejak 6 Mei 2020 dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Selain upaya-upaya pencegahan dan penanganan dalam melawan covid-19 in, penting juga diperhatikan bagaimana cara menghadapi dampak dari Covid-19 ini terhadap ketahanan pangan keluarga, mengingat pangan adalah kebutuhan utama masyarakat yang harus dipenuhi. Sebab kekurangan pangan bisa menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Apalagi saat ini kita dihadapkan pada situasi dimana tidak ada kepastian kapan pandemi covid-19 ini akan berakhir, sehingga diyakini ada potensi ke arah terjadinya krisis pangan.

Food and Agricultural Organization (FAO) telah memberi peringatan bahwa pandemi Covid-19 ini bisa berdampak pada kelangkaan atau krisis pangan dunia, tak terkecuali Indonesia.  Bahkan untuk mencegah kelangkaan pangan ini Kementrian Pertanian mengintruksikan kepada petani dan penyuluh pertanian untuk tidak libur.

Walaupun demikian masysrakat yang bukan petani akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan pangannya apabila kemampuan daya belinya rendah.

Padahal kita ketahui bersama bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan keluarga. Berdasarkan hal tersebut maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memastikan ketahanan pangan keluarga tetap terpenuhi.

Salah satu solusi yang dapat dipilih untuk segera diterapkan oleh setiap keluarga adalah dengan memanfaatkan pekarangan rumah sebagai “lumbung hidup”, karena pada dasarnya pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup.

Lumbung merupakan salah satu warisan budaya bentuk kearifan lokal yang sangat membantu petani/warga ketika menghadapi musim paceklik. Biasanya di lumbung disimpan umbi-umbian atau hasil panen lainnya yang tahan lama sebagai cadangan pangan di tingkat rumah tangga.

Budaya lumbung ini bisa kita galakan lagi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup bahkan dapat untuk menambah pendapatan. Bedanya dahulu dalam bentuk hasil panen sebagai cadangan kebutuhan hidup, sekarang disiapkan dalam keadaan hidup dan siap dimanfaatkan dengan cepat saat dibutuhkan.

Sehingga komoditas yang dibudidayakan dalam lumbung hidup ini aalah komoditas yang mudah, masa panen cepat dan dapat diupayakan dalam luasan lahan terbatas. Komoditas yang dipilih dapat berupa tanaman (tanaman sayur, tanaman buah dan tanaman obat), ternak (ayam, kelinci, puyuh) dan ikan.

Sistem budidayanya bisa bermacam-macam, terkait hal ini kita dapat dengan mudah menemukan berbagai metode tanam, beternak atau memelihara ikan di pekarangan melalui internet. Bisa secara vertikultur, tabulampot, microgreens, hidroponik, aquaponik atau berbagai system yang dikombinasikan. Gerakan lumbung hidup juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bekas, seperti botol bekas, kaleng, ember dan lain-lain.

Hasilnya selain dapat untuk memenuhi kebutuhan sendiri, juga dapat membantu masyarakat yang membutuhkan atau bahkan dijual untuk menambah pendapatan. Dengan adanya kebijakan di rumah saja semua anggota keluarga dirumah dapat bersama-sama aktif menciptakan lumbung hidup di pekarangan rumahnya.

Bila ini dilaksanakan dengan menerapkan prinsip yang ramah lingkungan maka akan tercipta rumah pangan yang lestari. Bahkan bila semua rumah tangga dalam satu kawasan RT, RW, dusun dan atau kampung melaksanakan dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (Sekolah, rumah ibadah dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil, maka akan terwujud kawasan rumah pangan lestari.Di masa pandemi covid-19 ini, kita bersama-sama dituntut untuk melawan dan menghadapinya.

Di tengah krisis akibat pandemic tidak selayaknya kita apatis atau bahkan pesimis tetapi yang harus kita lakukan adalah mencari solusi dan opportunity baru. Kita bisa lakukan apa yang kita bisa dan mampu untuk dilakukan. Tidak harus memilih melakukan hal yang sulit dan diluar batas kemampuan kita. Gerakan lumbung hidup ini sederhana dan sangat mudah untuk dilakukan oleh semua kalangan masyarakat dan dampaknya akan luar biasa untuk antisipasi krisis pangan.

Semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir, tapi pastikan dari sekarang walau pandemi covid-19 kelak berakhir, lumbung hidup di rumah kita akan terus hidup. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *