Kehidupan Normal Baru Akibat Pandemi Covid-19

Oleh: Kang Warsa

Kasus positif Covid-19 berdasarkan laporan Universitas John Hopkins telah mencapai 1,2 juta lebih. Sementara itu, jumlah kematian tercatat telah melebihi angka 200 ribu. Negara-negara besar sebagai negara yang kita pandang maju, salah satunya di bidang kesehatan, benar-benar tidak dapat menyembunyikan kegugupan dalam upaya memerangi wabah yang ditimbulkan oleh SARS-COV 2 ini.

Bacaan Lainnya

Dalam tulisan beberapa minggu di media yang sama, saya menyebutkan salah satu hal yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 yaitu keruntuhan norma dalam kehidupan yang sebelumnya kita pandang sebagai sesuatu yang ajeg.

Beberapa penelitian mutakhir menyatakan, kehadiran pandemi yang telah menyebar ke setiap negara hingga benua ini lambat laun meluluhlantakkan bukan hanya norma, juga memengaruhi struktur dan fitur seluruh kehidupan.

Dalam beberapa bulan ke depan, sampai dunia benar-benar pulih dari serbuan virus korona akan melahirkan kehidupan yang sebelumnya kita anggap tidak normal menjadi kehidupan normal baru.

Kenaifan Habitual

Masyarakat dunia seperti dipaksa atau terpaksa melakukan kebiasan baru dan beradaptasi beberapa bulan terakhir ini dalam hiruk pikuk menghadapi Covid-19 yang belum jelas kapan akan selesai.

Di sektor ekonomi misalnya, cara berbelanja daring meskipun di saat sebelum pandemi telah biasa dilakukan, walakin saat pandemi, transaksi daring mengalami pertumbuhan signifikan. Manusia tidak ingin mengambil risiko besar, dari pada tertular tidak jelas karena berbelanja secara konvensional lebih baik memilih berbelanja daring.

Penyedia perbelanjaan daring tidak saja tumbuh pesat di layanan-layanan yang telah mapan seperti Go-Food, Lazada, Tokopedia, Shopee, dan aplikasi sejenisnya.

Kecenderungan baru muncul, aplikasi-aplikasi belanja daring diciptakan oleh generasi milenial di perdesaan dan wilayah. Misalnya, Dinas Pertaian dan Ketahanan Pangan Kota Sukabumi membuat aplikasi “Pasar Tani”, pelanggan dapat memesan barang belanjaan hasil bumi melalui layanan Whatsapp dengan mengunjungi laman http://bit.ly/joinpasta, selanjutnya barang tersebut dikirim dalam kondisi masih segar.

Keberadaan aplikasi seperti ini tidak hanya dapat mengurangi pertemuan langsung pelanggan dengan pedagang di pasar tradisional yang harus berkerumun dengan orang lainnya, juga telah membantu para petani dalam memasarkan hasil bumi-nya di tengah pandemi.

Ironis dan Dilematis

Di awal puasa, di setiap kota biasanya muncul pasar-pasar baru, keperluan untuk sahur dan buka puasa dijajakan oleh para pedagang baru. Pasar-pasar tradisional semakin meriah, bahkan beberapa daerah telah biasa mengeluarkan kebijakan penggunaan jalan tertentu untuk pasar dadakan, tentu saja hal ini berlangsung dalam kondisi normal.

Di saat pandemi, kebiasan-kebiasaan seperti ini berangsur surut. Jika di masa normal kita sering menyaksikan kerumunan orang-orang membeli penganan yang dipersiapkan untuk takjil, saat ini di beberapa jalan utama terjadi penurunan kebiasaan.

Kesadaran terhadap pembatasan sosial dan menjaga jarak untuk memutus penyebaran virus korona semakin tumbuh dalam diri masyarakat.

Memang ironis, satu sisi kita mengharapkan bulan puasa dan tradisi-tradisi yang ada di dalamnya tetap tumbuh, namun di sisi lain kita benar-benar was-was terhadap penyebaran virus korona.

Kecuali menimbulkan hal yang bersifat ironis, kita juga dihadapkan pada masalah dilematis. Di Sukabumi, pemerintah dan unsur-unsur masyarakat telah menyampaikan, menyosialisasikan, hingga mengedukasikan pembatasan sosial dan menjaga jarak serta keharusan masyarakat benar-benar menerapkan protokol kesehatan maksimum, pada saat yang sama kita juga masih menyaksikan kerumunan, orang berlalu-lalang tanpa memakai masker, transaksi dalam skala besar tetap berlangsung, hal ini terjadi karena alasan ekonomi.

Memang benar, bagi masyarakat menengah ke bawah terutama mereka yang mencari sumber kehidupan dan bergerak pada sektor informal, pemenuhan kebutuhan harian lebih diprioritaskan dari pada menunggu jaring pengamanan sosial yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Meskipun sangat baik, tidak sedikit penyaluran jaring pengaman sosial ini justru salah sasaran atau belum mampu menyisir lapisan masyarakat menengah ke bawah secara utuh.

Tumbuhnya Solidaritas

Pada saat terjadi perubahan radikal di saat pandemi Covid-19, menurut penelitian seorang psikolog, Luka Lucic, mau tidak mau orang dituntut untuk berubah, mengalihkan kebiasaan lama kepada cara-cara baru.

Tidak bisa dimungkiri, akibat yang ditimbulakn, baik oleh bencana alam atau bencana nonalam dalam beberapa waktu sering menunjukkan lonjakan kecemasan, depresi, hingga kemarahan. Namun, dengan pembelajaran ini, lambat laun, manusia akan mendapatkan kembali rasa otonom dan kontrol atas kehidupannya.

Sebelum pandemi Covid-19, rata-rata manusia kurang mengindahkan pola hidup bersih dan sehat, jarang mencuci tangan, tidak memerhatikan kebersihan bada.

Di saat pandemi, kita dapat menyaksikan sendiri betapa penting menerapkan standar kesehatan maksimum, wastafel tidak hanya kita jumpai di rumah-rumah, juga kita saksikan di setiap ruang publik, perkantoran, dan pertokoan.

Cara kita bersin dan batuk dituntut agar lebih beradab. Berbicara juga harus mengindahkan jarak, bahkan cenderung membuat kita lebih memilih menjadi manusia bijak dengan sedikit bicara.

Tidak sedikit karena kebijakan jaring pengaman sosial dari pemerintah belum dapat menyisir dan menyalurkan bantuan secara merata dan tepat sasaran, di setiap daerah muncul kelompok-kelompok solidaritas baru.

Orang-orang mampu, pengusaha, dan kelompok solidaritas ini terpanggil untuk membantu orang-orang kurang mampu selama pandemi.

Solidaritas ini lahir sebagai bentuk takdir baru di saat masih ada kelompok yang menganggap kasus kematian karena kelaparan sebagai takdir Tuhan.

Memang mengherankan, di saat muncul krisis, manusia justru semakin peduli terhadap sesama, semakin kreatif mengekspresikan solidaritasnya.

Solidaritas kepada sesama telah menjelma menjadi bentuk perlawanan baru terhadap Covid-19. Teman saya, di salah satu kelurahan, berhasil menghimpun ratusan paket sembako, selanjutnya dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Dia mengaku, belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Solidaritas juga tidak hanya mengikis sekat kelompok mampu dan tidak mampu, juga mampu meruntuhkan jarak perbedaan yang selama ini sering kita jadikan pemantik konflik kepentingan.

Beberapa komunitas Tionghoa di Sukabumi telah menyerahkan 1500 paket sembako kepada pemerintah kota untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Komunitas lainnya seperti LCS telah membantu penyemprotan disinfektan dan membagikan masker.

Sekecil atau sebesar apapun bentuk solidaritas ini menunjukkan semangat koordinasi manusia sebagai sapiens (mahluk berpikir) tetap tumbuh dalam kehidupan. Wakil Wali Kota Sukabumi, H. Andri Setiawan Hamami membagikan nomor kontak pribadinya di media sosial agar para ketua RT dan RW di wilayah bisa melaporkan secara langsung masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan di bulan puasa ini.

Menghindari Skenario Terburuk

Para ahli telah mendesain skenario kecil, sedang, dan terburuk akibat pandemi dalam estimasi hitungan angka. Setiap negara, tidak terkecuali sebuah kota seperti Sukabumi sudah tentu akan berusaha semaksimal mungkin menghindari skenario terburuk akibat pandemi.

Skenario terburuk tersebut meliputi: pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dan semakin melonjaknya penularan virus korona. Dua sektor kehidupan, perekonomian dan kesehatan jika benar-benar lumpuh akan menimbulkan hal yang tidak diharapkan.

Puncak pandemi di negara ini diperkirakan terjadi antara akhir Mei sampai awal Juni 2020. Pemutusan penyebaran virus sangat memerlukan keseriusan dari semua pihak. Pemerintah menyiapkan seperangkat kebijakan, selanjutnya disikapi oleh masyarakat dengan menaatinya.

Pembatasan Sosial Berskala Besar di beberapa kota karena lonjakan penyebaran virus korona sangat tinggi, merupakan langkah strategis pemerintah yang membutuhkan dukungan dari masyarakat. kejadian di Amerika Serikat, Italia, dan Spanyol harus menjadi contoh bagi kita.

Di saat imbauan pemerintah untuk tetap menjaga jarak tidak diindahkan, dalam hitungan tiga minggu angka penularan virus korona baru telah melampaui Kota Wuhan sebagai tempat asal dan awal penyebaran virus.

Hal krusial dan sangat mendesak yang harus dilakukan selain menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan maksimum yaitu keterbukaan dan transparansi data, mulai dari peta sebaran terkini, jumlah orang terpapar, status zonasi wilayah, dan kajian kesanggupan penyelesaian masalah harus diinformasikan kepada masyarakat dalam skala yang lebih luas.

Kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah saat ini yaitu melakukan tracking atau melacak interaksi orang-orang yang terpapar virus. Bagaimanapun juga, pelacakan merupakan jalan terbaik sebagai peringatan dini kepada masyarakat agar mereka terhindari dari skenario terburuk akibat pandemi.

Setiap kota dan kabupaten telah membuat media center sebagai penyampai informasi resmi dan akurat terkait Covid-19 kepada masyarakat. pembuatan situs web resmi sebagai media penyampai informasi terkini juga telah dilakukan.

Meskipun hanya bisa diakses oleh kelompok tertentu (melek internet), paling tidak informasi ini dapat disebar ulang melalui media sosial, media obrolan, hingga obrolan konvensional untuk menghindari asumsi-asumsi yang berkembang tidak karuan.

Biasanya, sedikit lengah dan salah dalam menginformasikan saja akan menjadi santapan empuk para pembenci dari level pemerintah pusat hingga daerah.

Kondisi ini bukan malah memberikan solusi ymembangun justru melahirkan kepanikan dan kegugupan baru. Artinya, cara-cara politis dalam mengeluarkan kebijakan oleh pemerintah dan respon terhadap kebijakan oleh masyarakat harus dihindari.

Sudah sepantasnya, di tengah ketidakpastian kapan pandemc usai, kita harus mengedepankan langkah rasional dalam menanggulangi wabah secara terukur.

Rendahkan hati kita, setiap orang hanya bisa membuat rencana-rencana sementara dalam jangka pendek, yang diperlukan adalah kesanggupan kita untuk tetap mempertahankan kemanusiaan kita agar wabah segera usai.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *