Ekspedisi Gerakan Anak Negeri Edisi Baduy 1, Bawa Panci, Disambut Kotek Ayam

Ekpedisi-Gerakan-Anak-Negeri
EKPEDISI BADUY: CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu membawa panci dan peralatan masak. Barang-barang itu adalah hantaran atau kado untuk Santi dan Agus, warga Baduy Luar yang menikah

Perjalanan ke Baduy memakan waktu kurang lebih lima jam dengan mobil dari Bogor untuk sampai di perbatasan Cijahe-Cisadane di Baduy Luar. Saya dan rombongan baru tiba di Cibogoh menjelang sore. Lalu, kami tinggal di Baduy itu satu hari. Saya merasakan malam buta dan dingin menggigil.

Oleh HAZAIRIN SITEPU

Bacaan Lainnya

PUKUL 05.00 saya sudah di kantor. Beberapa anggota rombongan ternyata sudah lebih dulu tiba. Kami menaikkan barang-barang ke atas mobil, sambil menunggu yang teman-teman lain yang sedang salat subuh. Saya sudah menunaikan kewajiban itu di rumah.

Tidak ada hujan. Gerimis pun tidak. Cuaca di Bogor subuh hari itu memang cerah. Secerah hati kami yang sedang siap-siap memulai perjalanan ekspedisi ke Baduy. Ini ekspedisi ketiga ke desa adat yang unik di Banten itu atau ekspedisi keenam Gerakan Anak Negeri.

Ekspedisi pertama ke Baduy bulan September 2021 ketika Covid-19 masih memuncak. Waktu itu, saya masuk sampai perkampungan Baduy Dalam di Cikeusik. Saya melihat bagaimana masyarakat Baduy menerapkan hukum adatnya. Barang-barang modern tidak boleh masuk ke wilayah adat ini.

Di Baduy itu, mandi tidak boleh pakai sabun karena mencemari lingkungan. Tidak boleh menebang pohon di luar wilayah pertanian yang ditentukan. Tidak boleh meme lihara babi. Di Baduy, semua hewan berkaki empat, kecuali anjing (untuk menjaga keamanan dan berburu).

Masyarakat adat Baduy ada dua: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Mereka tinggal di wilayah pe gunungan Kendeng, Kabupaten Lebak, Banten. Mereka tersebar di 56 kampung di Desa Kanekes. Total penduduk Baduy kira-kira 15 ribu jiwa. Kira-kira 2.000 jiwa di Baduy Dalam (Cikeusik, Cibeo, dan Cikertawana) dan 13 ribu jiwa di Baduy Luar.

Anak-anak Baduy Dalam tidak boleh sekolah. Tidak boleh megenakan alas kaki. Jika bepergian, anak-anak Baduy tidak boleh naik kendaraan. Jalan kaki, tanpa alas kaki, berhari-hari, naik-turun gunung sekalipun. Hukuman paling berat bagi pelanggar aturan adat itu, yaitu diusir dari Baduy Dalam selama 40 hari. Ada yang mengatakan hukuman itu sampai tiga bulan tidak boleh menginjakkan kaki di wilayah Baduy Dalam.

Ekspedisi kedua di bulan Oktober 2021, ketika satu kampung Baduy Luar terbakar, kami datang membawa sumbangan untuk membantu mereka membangun kembali rumah-rumah yang terbakar itu. Ekspedisi kali ini ke Cibogoh, salah satu kampung adat di Baduy Luar.

Tiga mobil, semuanya ada 12 orang. Kami membawa barangbarang alaka darnya saja. Selimut, peralatan masak, dan bahan makanan. Barang sangat berharga yang wajib adalah power bank. Kami tahu di Baduy tidak ada listrik untuk mengisi baterai handphone dan lampu elektronik.

Di Baduy Luar, barang-barang itu dibolehkan. Barang paling berharga yang sama sekali tidak boleh lupa dibawa adalah panci, beberapa peralatan masak, dan ikan asin.

Barang-barang itu adalah hantaran atau kado yang hendak kami serahkan ke keluar ga mempelai di hari pernikahan Santi dengan Agus. Kami datang ke Baduy kali ini memang untuk menghadiri pesta pernikahan Santi dengan Agus.

Mengapa peralatan masak dan ikan asin?
Rumah tangga baru di Baduy memang sangat memerlukan barang-barang itu. Ikan asin termasuk makanan berharga di Baduy. Jika memberi pakaian, sudah pasti tidak akan dipakai. Orang Baduy hanya mengenakan pakaian adatnya, yaitu pakaian biruhitam untuk masyarakat Baduy Luar dan putih-hitam oleh
masyarakat Baduy Dalam.

Pukul 05:30 saya dan rombongan meninggalkan Bogor melalui Jasinga menuju Rangkas Bitung lalu ke Cijahe di Kabupaten Lebak, sejauh 150 kilometer. Meski agak berkelok, jalan Bogor-Rangkas Bitung cukup mulus. Baru merasakan jalan sangat rusak kira-kira dua kilometer menjelang Cijahe. Jalan akses ke Baduy ini sepertinya tidak mendapat perhatian.

Tiba di Cijahe pukul 13.00 setelah sebelumnya singgah di Baduy Luar Cibuleger. Menjelang waktu makan siang, saya bertemu Jaro Saija, Kepala Desa Baduy. Ini kali kedua saya bertemu Saija. Sebelumnya,
saya bertemu dia di lokasi bencana kebakaran. Jaro Saija mengenakan baju safari warna hitam, celana Baduy warna hitam, dan ikat kepala warna biru.

Masyarakat adat Baduy memiliki dua pimpinan tertinggi: dalam struktur pemerintahan ada Jaro (kepala desa) dan dalam struktur adat ada Puun.

Jaro tinggal di Baduy Luar dan Puun tinggal di Baduy Dalam. Jaro boleh ke mana saja, ter masuk pergi ke kota, menghadiri undangan pemerintah daerah maupun pusat. Puun hanya boleh di wilayah Baduy.

Segala urusan persiapan di Cijahe selesai, saya dan rombongan ekspedisi pun memulai hari di Baduy. Berjalan kaki ke arah selatan dari jembatan bambu pertama perbatasan Baduy Luar di Cisadane me nuju kampung Cibogoh. Kira-kira dua kilometer perjalanan ini.

Rintik hujan tiada henti membuat permukaan jalan sangat licin dan becek. Saya dan rombongan kadang terpeleset. Kami harus melewati lima jembatan bambu untuk bisa sampai di Cibogoh.

Melewati hutan dengan pohonpohon yang tinggi dan melewati jalan bebatuan nan licin.

Kami tidak hanya membawa badan. Kami harus me mikul peralatan masak untuk hantaran pernikahan. Anggota rom bongan lain membawa ikan asin, bahanbahan maka nan, ransel, dan peralatan liputan.

Beberapa pemuda dan remaja Baduy ikut membantu memikul barang-barang lain tim ekspedisi. Mereka sangat tangguh dan tampak biasa saja. Sementara banyak di antara kami, termasuk saya, sangat sering oleng ke kiri dan ke kanan.

Menjaga keseimbangan untuk tidak terjatuh ataupun terpeleset, tetapi tetap saja terjatuh dan terpeleset juga. Kami pun akhirnya tiba di Cibogoh ketika waktu sudah sore. Disambut hujan yang mulai deras dan kotek ayam sahutmenyahut dari rumah-rumah Baduy di Cibogoh itu. Sorot mata orang-orang Baduy yang sedang duduk di serambi-serambi rumah mengarah ke saya dan rombongan. Tampak keheranan.

“Ada apa orang-orang aneh ini datang ke kampung kami,” mungkin begitu kata mereka. Bagaimana rasanya tinggal di Baduy. Apakah bisa salat? Bagai mana kalau ingin buang air besar? Bagaimana kalau ingin mandi? Saya akan menceritakan di bagian kedua tulisan ini. (**)

Pos terkait