Hera Iskandar Bicara tentang Kesehatan, Pendidikan dan Tenaga Kerja di Sukabumi

Hera Iskandar
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Hera Iskandar saat menjadi bintang tamu dalam program Ruang Bicara Podcast Radar Sukabumi, beberapa waktu lalu

SUKABUMI, RADAR SUKABUMI – Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Hera Iskandar memaparkan gagasan-gagasan besarnya tentang kesehatan, pendidikan dan tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi. Hal tersebut diucapkannya saat menjadi narasumber dalam Ruang Bicara Podcast Radar Sukabumi, Jumat (9/12) lalu.

Mengenai isu kesehatan, Hera membahas tentang polemik RUU Omnibus Law klaster Kesehatan. Diketahui beberapa waktu lalu, lima organisasi profesi kesehatan melayangkan keberatannya terhadap RUU Omnibus Law klaster kesehatan yang dianggap mendeskreditkan tenaga kesehatan.

Bacaan Lainnya

“Kami beraudiensi, berdialog dan bertukar pikiran dengan teman-teman dari lima organisasi profesi kesehatan yang dimotori oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Sukabumi. Hasilnya, kita sepakat bahwa RUU Omnibus Law klaster Kesehatan ini harus dianulir karena dapat memberikan dampak yang tidak baik buat tenaga kesehatan di Indonesia,” kata Hera.

Pada prinsipnya, kata Hera, ide dari RUU Omnibus Law bertujuan baik karena memangkas birokrasi dan menciptakan iklim investasi yang baik di Indonesia. Namun dalam klaster kesehatan, ada pasal dan klausul yang harus dianulir.

“Nah, kami di DPRD Kabupaten Sukabumi menyetujui poin-poin yang dipersoalkan para organisasi kesehatan tersebut. Sehingga kami bantu buatkan surat yang kemudian dikirimkan ke DPR RI. Jadi ini sebagai bentuk protes dari Sukabumi. Insya Allah, kami yakin gugatan ini dapat didengar dan dikabulkan. Karena daerah lainnya juga demikian,” ujar Hera.

Masih soal kesehatan, Hera pun menyoroti nasib ribuan tenaga kesehatan yang berstatus honorer di Kabupaten Sukabumi. Sebab sebelumnya beredar wacana tenaga honorer akan dihapus pada November 2023 mendatang.

“Saya sangat prihatin atas masalah ini. Karena teman-teman nakes ini, ada yang perawat dan dokter yang masih honorer, sangat dibutuhkan. Apalagi saat pandemi Covid-19 kemarin. Sehingga pemerintah pusat harus memikirkan nasib mereka juga. Kalau dibebankan kepada pemerintah daerah, sudah pasti tidak mungkin. Karena keterbatasan anggaran,” papar Hera.

“Untuk itu, kami juga di DPRD Kabupaten Sukabumi siap memperjuangkan nasib para nakes honorer agar mendapatkan kejelasan masa depannya,” sambungnya.

Mengenai pendidikan, Hera membahas tentang gagasannya menghadiran Peraturan Daerah tentang Pendidikan. Mengutip pesan dalam UUD 1945 dan Pancasila, bahwa keadilan sosial harus diwujudkan di Indonesia. Sementara dalam realita dunia pendidikan, terjadi ketimpangan.

“Yang saya maksud dalam hal ini adalah sekolah-sekolah yang berlabel IT. SD IT, SMP IT, dan SMA IT. Tidak ada masalah dengan sekolah itu. Justru bagus. Tapi pertanyaannya, mengapa banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah IT tersebut? Karena di sana terdapat hal yang tidak ada di sekolah negeri. Yaitu pendidikan baca tulis Alquran. Sedangkan di sekolah negeri, tidak ada,” ungkap Hera.

Ya, dalam Perda tentang Pendidikan yang diinisasi oleh dirinya lewat Komisi IV, baca tulis Alquran menjadi isu utama. Bahwa dalam visi misi Kabupaten Sukabumi ada narasi religius. Selain itu, Kabupaten Sukabumi juga terkenal dengan banyak pondok pesantren dan jumlah santri terbanyak di Jawa Barat.

“Maka baca tulis Alquran ini penting dalam Perda Pendidikan. Di Jabar sudah ada, di Tasikmalaya. Dan di Sukabumi, sedikit lagi selesai. Insya Allah, mohon doanya semoga tahun ini perda tersebut bisa kita realisasikan. Ya, memang ada rintangannya, tapi niat kami baik. Jadi semoga Allah SWT membantu ikhtiar kami di DPRD dengan menciptakan perda yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Hera.

Dan terakhir, tentang tenaga kerja, Hera menyoroti dengan tajam terkait fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Terbaru, salah satu perusahaan di Kabupaten Sukabumi mengklaim bahwa sebanyak 2.000 orang karyawan secara sukarela mengundurkan diri karena memahami kondisi pelik yang dihadapi perusahaan karena resesi ekonomi global pada 2023 mendatang.

“Saya meragukan mengenai statement adanya pengunduran diri secara sukarela, jika ada rasionalisasi dalam salah satu perusahaan dikarenakan adanya order yang berkurang hendaknya dilakukan sesuai dengan aturan ketenaga kerjaan, baik itu untuk pekerja tetap ataupun dengan pekerja pkwt,” ujar Hera.

Hera juga mengatakan, ada banyak perusahaan di Sukabumi tetapi program coorporate social responsibility (CSR) tidak jelas muaranya. Sementara pajak nya menjadi hak pemerintah pusat karena hampir semua dari pabrik-pabrik yang ada di Kabupaten Sukabumi berkantor pusat di Jakarta.

“Tetapi jika terjadi masalah baik dengan perusahaan, karyawan dan lingkungan maka pemerintah daerah menjadi tempat mengadu dan menyelesaikan. Oleh karena itu saya berharap agar perusahaan perusahaan memberikan kontribusi pembangunan terhadap pemerintah daerah melalui program CSR-nya yang terarah, terukur serta sejalan dengan program pembangunan yang telah di rencanakan, sehingga terjadi sinergitas antara perusahaan dengan Pemerintah,” tutur Hera.

Yang menarik dalam pembicaraan tentang isu tenaga kerja, yakni jati diri Kabupaten Sukabumi. Dengan banyaknya perusahaan yang beroperasi di Sukabumi, maka sekilas tampak seperti kawasan industri seperti di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Sementara, kasus pengangguran di Sukabumi didominasi oleh kaum pria dan usia milenial. Sebab perusahaan lebih banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan.

“Jadi saya kira, kita harus fokus, ya memilih. Apakah Kabupaten Sukabumi jadi kota industri seperti di Cikarang, atau daerah yang menghadirkan kemandirian ekonomi dan berusaha,” jelasnya.

Hera berharap, Pemerintah Kabupaten Sukabumi dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dapat memberikan kepedulian dan perhatian kepada warga Kabupaten Sukabumi berjenis kelamin pria dan kalangan milenial. Sebab potensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Kabupaten Sukabumi sangat baik dan banyak.

“Saya miris, mereka itu bekerja di perusahaan, cuma sekadar bisa menjahit sepatu, atau mengelem sol, atau sebagainya. Artinya kan mereka itu punya kemampuan dan keterampilan. Seandainya pemda hadir dan membuatkan program, saya kira mereka bisa menciptakan kemandirian ekonomi dan usaha. Dengan membuat mini perusahaan sendiri. Dan saya kira, konsep itu akan menjawab isu ancaman global, seperti resesi ekonomi mendatang,” pungkas Hera. (izo)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *