Bela Amien Rais dari Serangan Pendiri PAN

JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah angkat bicara ihwal surat terbuka lima pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendesak Muhammad Amien Rais mundur. Fahri menilai serangan kepada Amien Rais itu juga ditujukan kepada calon presiden (capres) Prabowo Subianto.

“Motif penyerangan kepada Amien Rais itu adalah menyerang Prabowo,” tegas Fahri menjawab JPNN, Rabu (26/12).

Bacaan Lainnya

Fahri mengaku tahu bahwa yang menyerang ini adalah kelompok yang sedang melakukan bargaining politik dengan kekuasaan yang ada.

Sebab itu, ujar Fahri, mereka menggunakan momentum pilpres ini untuk mempertinggi nilai bargaining. “Kelompok seperti ini selalu ada,” tegas mantan wakil sekretaris jenderal (wasekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), itu.

Fahri mengungkap ciri mereka adalah orang yang tidak mau berkeringat membangun partai politik. Mereka selalu ambil keuntungan di ujung. Mereka tidak dikenal masyarakat. Dalam pengertian masyarakat pemilih. Mereka hanya nyantol di atas dan punya lobi-lobi, dengan segala kekuatan termasuk media.

Tetapi, mereka tidak mengerti akar rumput dan tidak mengakar kepada rakyat. Berbeda dengan Amien Rais. Menurut Fahri, Amien Rais adalah figur yang mengakar kepada rakyat. PAN itu lahir salah satunya adalah karena dukungan dari kader Muhammadiyah.

Sementara, lanjut Fahri, kelompok ini tidak dikenal di kalangan Muhammadiyah. “Jadi mereka selalu menggunakan kesempatan seperti ini untuk mengklaim seolah partai ini adalah jasa mereka,” ujarnya.

Fahri ingat betul peristiwa berdirinya PAN karena dirinya hampir saja menjadi pendiri. Tetapi karena perencanaan lain, Fahri akhirnya memilih tidak berada di PAN.

“Tetapi kelompok-kelompok ini sudah lebih dari 20 tahun kecewa, karena mereka tidak bisa menguasai PAN,” jelasnya. Sebab, lanjut dia, Amien selalu menjadi bapak yang kuat di dalam partai dengan prinsipnya yang merupakan akar dari reformasi.

Fahri pun menegaskan bahwa kelompok penyerangan Amien Rais seperti ini lama-lama akan semakin hilang karena orang kian sadar bahwa politik itu artinya bergerak ke bawah mencari mandat rakyat, berkeringat dan kemudian baru bisa menjadi pemimpin. “Tidak sekadar dengan lobi-lobi,” pungkas politikus asal Nusa Tenggara Lombok (NTB) itu.

 

(boy/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *