Airlangga Tabrak Aturan AD/ART Golkar

Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dianggap menabrak sejumlah aturan dasar dan rumah tangga (AD/ART) partai jelang digelarnya musyawarah nasional (Munas) 2019. Di antaranya perombakan struktur DPP partai serta penentuan pelaksaan musyawarah nasional (munas) yang sejauh ini belum melewati rapat pleno.

Menurut Ketua DPP Partai Golkar Lawrence Siburian, hal itu rentan menciptakan konflik internal yang berujung lahirnya perpecahan internal partai.

Misalnya, mengajukan surat permohonan perombakan struktur DPP Partai Golkar ke Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) yang menabrak AD/ART. “Pasti melanggar AD/ART itu akan terjadi gugat menggugat nanti di Mahkamah Partai atau pengadilan dan ujungnya perpecahan,” kata Lawrence dalam diskusi bertajuk Ngebut Munas Parpol Jelang Kabinet Baru di kawasan, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7).

Lawrence menyebutkan pelaksanaan Munas Golkar seharusnya dilaksanakan pada Oktober 2019. Namun, suasana kebatinan Airlangga yang ingin menyelenggarakan munas pada Desember 2019 tanpa menyelenggarakan rapat pleno juga menyalahi aturan. “Sampai sekarang, enggak ada rapat pleno sudah sekian lama selesai Pilpres tidak ada pleno bahkan struktur diusulkan diubah. Ini artinya apa? Jangan-jangan takut kalau pleno, ada voting kalah. Sedangkan ini bertentangan dengan AD/ART dan ini akibat fatal bisa terjadi perpecahan, itu harus diselesaikan pertama,” jelas dia.

Dengan munculnya potensi perpecahan, Lawrence menyebut semangat Airlangga berbanding terbalik dengan keinginan dari Presiden Joko Widodo. Mengingat, Jokowi telah berpesan agar Golkar damai. “Sudah cukup terakhir NasDem yang lahir dari perpecahan Golkar,” ucap Lawrence.

Di samping itu, kata Lawrence, sebagian aspirasi kader Golkar menyuarakan kealpaan Airlangga yang tidak menyentuh internal partai hingga ke akar rumput. Terlebih Airlangga tidak menyentuh elemen utama Golkar yang memiliki sepuluh organisasi sayap.

“Golkar bukan satu, tapi sepuluh kekuatan, ajaklah semua berbicara dan pilihlah terbaik,” papar Lawrence.
Bahkan, Lawrence mengungkapkan, hingga sampai menjelang munas, Airlangga sama sekali belum terlihat merapatkan barisan internal Golkar di daerah. Dia juga melihat baik Airlangga dan orang di sekelilingnya tidak mau menggandeng seluruh elemen partai.

Di samping itu, kata Lawrence, Airlangga yang merangkap sebagai Menteri Perindustrian membuat partai menurun suara dan kursinya di parlemen. Waktu Airlangga untuk berjuang bersama kader hingga tataran ranting berkurang karena harus mengerjakan jabatannya sebagai menteri. “Ketum itu harus urus partai dan urus rakyat yang milih partainya. Kedua dia harus mampu kelola partai ini dari Sabang smpai Merauke bahkan cabang di luar negeri sehingga rakyat cinta suka dan pilih,” jelas dia.

Dia juga membandingkan era ke pimpinan Akbar Tanjung yang rela menginap di sejumlah daerah serta menemui kader di akar rumput untuk memenangkan Golkar. Sementara Airlangga tidak pernah melakikan itu sehingga target dan suara Golkar merosot.

“Pak Airlangga kurang turun ke daerah dan tentu kami mau evaluasi. Tentu ada keberhasilan Airlangga artinya keberhasilan Airlangga paling tidak Golkar dapat suara 12 persen tapi itu turun ketika JK jadi Ketum dari Akbar Tanjung 21 persen turun ke 14 persen. Langsung JK ngomong munas dipercepat karena dia gagal dari 21 ke 14,” kata Lawrence.

Sementara era Airlangga pada Pemilu 2019, kata Lawrence, kursi di parlemen dari 91 kursi berkurang menjadi 85 kursi. Sementara target Airlangga saat Pemilu 2019 adalah 110 kursi. “Karena itu, kami perlu evaluasi. Bukan persoalan Airlangga-nya, tapi karena kenapa bisa seperti itu? Mungkin salah memilih pemimpin, salah susun program, dan lain-lain. Karena pertarungan sesungguhnya 2024,” jelas Lawrence.

 

(tan/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *