Indonesia Hanya Pasok 100 Ribu

BANTUAN: PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) memberikan sarana pendidikan berupa kendaraan praktik dan mesin kendaraan ke beberapa SMK di Indonesia.

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Indonesia laris manis di Jepang. Saat ini Jepang membutuhkan 350 ribu pekerja lulusan SMK. Sayangnya, yang dipenuhi Indonesia hanya sekira 100 ribu orang.

Menurut Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) M Bakhrun, ada tiga SMK dari Ponorogo, Cilacap, dan Indramayu yang nantinya jadi pilot project kerja sama Indonesia dan Jepang.

Bacaan Lainnya

Nantinya lulusan dari tiga SMK tersebut akan dikirim ke Jepang melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

“Jepang dan Korea butuh banyak tenaga kerja dari lulusan SMK. Kami sedang bahas bersama BNP2TKI kapan lulusan tiga SMK ini bisa dikirim. Mereka nantinya dikontrak dua tahun di Jepang,” terang Bakhrun dalam taklimat media di Kantor Kemendikbud.

Program ini, lanjutnya, akan berkelanjutan sehingga dipersiapkan serius terutama SDM harus benar-benar terampil. Sebab, bila ini berhasil dan Jepang puas, kerja sama akan berlanjut.

“Pemasaran lulusan SMK ke luar negeri terus kami gencarkan. Makanya bersama BNP2TKI menganalisis beberapa negara yang menjadi tujuan pemasaran SDM kita. Sehingga dalam revitalisasi SMK, kualitas anak-anak bisa dipersiapkan agar bisa dikirimkan ke luar negeri,” tuturnya.
“Ini baru pertama, nanti digulirkan terus menerus dan jadi contoh. Kalau berhasil tinggal di copy paste bisa di sekolah itu atau di sekolah lain,” sambung Bakhrun.

Untuk menghilangkan image lulusan SMK kebanyakan nganggur, Bakhrun mengungkapkan, pihaknya gencar mencari lapangan kerja baik di dalam maupun luar negeri. Caranya dengan menggaet dunia usaha maupun industri. Ini agar anak-anak lulusan SMP yang mengalami keterbatasan biaya bisa lanjut ke SMK karena ada jaminan langsung kerja.

“Banyak yang bilang lulusan SMK kebanyakan jadi pengangguran. Indikatornya dilihat dari data BPS tapi mereka lupa cara pengambilan datanya kayak apa,” ucapnya.

Dia mencontohkan, dasar perhitungan usia produktif berapa sampai berapa? BPS dan Bappenas bilang 15 tahun sampai 65 tahun. Berarti kalau pegawai swasta usia 58 tahun, di rumah nongkrong karena sudah pensiun, itu masih dianggap pengangguran?
Begitu juga usia siap kerja menurut Kemenaker 18 tahun. Sedangkan data BPS dan Bappenas menyebutkan tenaga kerja usia produktif 15 tahun ke atas.

“Nah perbedaan indikator inilah yang seolah-olah menunjukkan pengangguran terbesar dari lulusan SMK,” tandasnya.

(esy/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *