Harga Seragam dan Ongkos Jahit Total Rp3 juta, Wajarkah ?

ILUSTRASI

SURABAYA, RADARSUKABUMI.com – Harga seragam yang dijual di koperasi sekolah negeri dinilai sangat tak wajar. Ada yang harus membayar Rp2,1 juta untuk menebus lima setel kain seragam tersebut. Itu belum termasuk ongkos jahit yang bisa menembus Rp1 juta. Padahal, jika beli seragam jadi, harganya Rp120 ribu-Rp200 ribu.

Anggota Badan Anggaran Reni Astuti mempertanyakan tingginya harga seragam tersebut dalam rapat badan anggaran baru-baru ini. Saat itu pemkot dan dewan sedang membahas perubahan APBD 2019. “Saya juga tanya ke tim anggaran pemkot mengapa siswa mitra warga tahun ini tak dapat baju jadi,” kata Reni setelah rapat yang digelar tertutup itu.

Bacaan Lainnya

Saat pembahasan,

2019 murni tahun lalu, banggar sudah menyetujui pembelian seragam untuk siswa mitra warga. Baik yang diterima di sekolah swasta maupun negeri. Namun, Reni mendapati banyak wali murid mitra warga yang memperoleh kain.
Selain itu, Reni meminta dinas pendidikan (dispendik) dan inspektorat pemkot turun tangan.

Menurut dia, harga kain seragam tak semahal itu. Jika ada oknum yang sengaja mencari keuntungan, akan ada sanksi yang bisa diterapkan. Hal tersebut sebenarnya sudah tercantum pada surat edaran dinas pendidikan. Ada tiga poin dari surat yang diedarkan 8 Juli lalu. Intinya, sekolah tidak boleh membebani wali murid melalui pembelian seragam.

Karena sudah ada surat edaran tersebut, Reni meminta sekolah yang terbukti membebani siswa untuk mengembalikan uang yang sudah dibayarkan wali murid. Untuk membuktikan itu, pemkot tentu perlu menentukan standar harga kain. Jika melebihi standar tersebut, pihak sekolah harus mau mengembalikan uang itu.

“Ini pelayanan publik. Apalagi urusan pendidikan,” kata dia.

Hal tersebut sama dengan proses restitusi pelanggan PDAM. Jika ada pelanggan yang merasa tarif yang dibayarkan tak sesuai, mereka bisa mengajukan restitusi untuk mendapatkan uang mereka kembali.

Novi Yulianti adalah wali murid mitra warga yang anaknya diterima di salah satu SMPN di Surabaya Utara. Dia mengaku hanya mendapat kain. Bukan seragam jadi seperti yang dijanjikan. Itu pun tak semuanya gratis. “Ada seragam khusus dari sekolah, mau tidak mau ya harus punya,” ujar Novi.

Baju khusus itu terdiri atas dua jenis. Yakni, kain batik dan kemeja motif kotak-kotak. Novi harus membayar Rp460 ribu untuk dua setel seragam tambahan itu. Sedangkan kain seragam lainnya digratiskan.

Dia mengatakan, siswa mitra warga sebenarnya tidak dipaksa membeli kain seragam khusus itu. Baju bekas kakak kelas bisa digunakan. Hanya, tidak semua wali murid mitra warga bisa mendapat baju tersebut. Mau tidak mau mereka tetap membeli kain. Meski begitu, Novi tetap bersyukur. Meski harus mengeluarkan sejumlah uang, dia tetap merasa terbantu.

“Kalau saya tidak masalah sebenarnya. Sudah syukur dibantu pemkot,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi menegaskan bahwa seragam mitra warga tetap ditanggung pemkot. Memang ada perubahan anggaran sehingga seragam yang diberikan bukan dalam bentuk jadi.

“Anggaran kami berikan ke sekolah dalam bentuk hibah,” kata mantan kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Surabaya itu.

Sekolah diminta menalangi dulu biaya pembelian seragam tersebut. Setelah itu, pemkot bakal mengganti biaya yang sudah dikeluarkan. Dia menegaskan bahwa seluruh beban biaya siswa mitra warga ditanggung pemkot.

Lantas, bagaimana dengan harga kain seragam yang dianggap tak wajar? Eri mengaku tak mengetahui detail harga seragam yang disodorkan. Sebab, hal tersebut ditentukan sendiri sekolah masing-masing. “Yang lebih paham dinas pendidikan. Kalau soal detailnya, aku enggak mudeng,” tambahnya.
Eri juga menegaskan bahwa wali murid tidak dipaksa untuk membeli kain dari koperasi sekolah. Mereka diberi kebebasan untuk membeli seragam di toko.

(sal/gal/c10/git/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *