Cegah Anak Depresi Berat Selama PJJ, Orang Tua Harus Lebih Peka

PAHAMI KEMAMPUAN ANAK: Orang tua siswa, Hidayat sedang mendampingi anaknya belajar di rumahnya Jalan Cipanas 1, Kelurahan Gedongpanjang, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi selama masa pandemi Covid-19, Rabu (4/11/2020).

SUKABUMI – Kasus anak meninggal yang diduga akibat terbebani pembelajaran jarak jauh (PJJ) diketahui berjumlah tiga orang. Kasus-kasus tersebut disebut dipicu oleh tugas yang menumpuk sampai membebani mental mereka dan orang tua mereka.

Apalagi kondisi mental anak berbeda-beda, jadi peserta didik dalam mengatasi suatu permasalahan pun tidak sama. Mulai dari stres ringan yang berujung pada bunuh diri pun kemungkinan terjadi.

Bacaan Lainnya

Menurut Psikolog Alexandra Gabriella A, apabila si anak merespon depresi sampai memutuskan untuk bunuh diri, patut dicurigai bahwa ada permasalahan lain yang terjadi sebelum PJJ. Sebab, mengambil langkah bunuh diri adalah keputusan dari masalah yang menumpuk.

“Ibaratnya, kondisi tersebut (bunuh diri) pun bisa terjadi bila mereka menemukan masalah berat lainnya,” ungkapnya, Rabu (4/11).

Yang perlu dilakukan untuk mencegah anak depresi berat adalah dengan cara membagi waktu bersama dengan mereka. Khususnya orang tua yang harus lebih peka dan memahami kondisi saat ini yang tentunya berat bagi mereka.

Para peserta didik yang biasanya berinteraksi bersama teman sebayanya, kini harus berdiam diri di dalam rumah akibat pandemi Covid-19. Ditambah dengan tugas yang diberikan guru di setiap mata pelajaran, membuat mereka putus asa.

“Jadi kalau misalnya ada perubahan perilaku dan mood, atau mungkin kemarahan yang tidak wajar, sebaiknya tidak menghiraukan atau meremehkan kondisi yang dialami. Ajak mereka untuk ungkapkan apa yang sedang mereka alami dan rasakan,” jelas dia.

Seperti diketahui, selama PJJ fase kedua ini, sudah ada tiga kasus meninggal anak didik. Pertama adalah pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandung pada anak SD akibat tidak memahami pembelajaran yang diajarkan secara daring.

Lalu, kasus kedua terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan yang diduga akibat menumpuknya tugas dan keterbatasan internet. Terakhir terjadi di Tarakan, Kalimantan Utara yang mendapat tekanan dari pihak sekolah karena tidak mengumpulkan tugas yang sudah menumpuk.

Sementara itu menanggapi hal tersebut, Hidayat yang merupakan orang tua siswa SDN Cipanas Kota Sukabumi menilai bahwa pelaksanaan PJJ ini pasti memberatkan anak. Apalagi pola pembelajaran yang diterapkan terbilang sesuatu yang baru dan membuat anak kaget sebab belum pernah terjadi sebelumnya.

“Sebagai orang tua dalam mendampingi anak belajar saat PJJ ini tentu harus memahami betul kemampuan anaknya seperti apa. Terus kita juga tidak boleh memaksakan hal-hal di luar kemampuan si anak,” terangnya.

Menurut Hidayat, ketika anak dirasa mengalami kejenuhan dan tidak bisa konsentrasi secara penuh maka sebagai orang tua tidak boleh memaksakan.

“Justru anak harus diistirahatkan dulu,” ucapnya.

Di masa pandemi Covid-19 ini, pria berkacamata itu mengajak sesama orang tua untuk menempatkan posisi mereka bukan hanya sebagai orang tua. Tapi lebih dari itu sebagai orang tua harus mampu menjadi guru, teman sekaligus sahabat bagi anak selama di rumah.

“Semua itu pasti akan membawa dampak positif bagi perkembangan psikologi anak,” pungkasnya. (jpg/sri)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *