RUU Cipta Kerja Diendapkan, DPR Belum Lakukan Pembahasan

RADARSUKABUMI.com – Meski sudah menerima draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dari pemerintah, sejauh ini DPR belum melakukan pembahasan. Draf belum didistribusikan ke komisi-komisi. Bahkan, DPR juga belum menetapkan mekanisme pembahasan. Apakah melalui badan legislasi (baleg) atau panitia khusus (pansus).

Ketua DPR Puan Maharani menjelaskan, DPR masih perlu mencermati kembali isi draf RUU tersebut. Alasannya agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. ’’Konsep omnibus law ini kan sesuatu yang baru. Kita masih endapkan untuk dicermati dulu,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (28/2).

Bacaan Lainnya

Politikus PDIP itu juga memastikan bahwa DPR tidak mungkin membahas RUU Ciptaker pada masa sidang kedua. Sebab, mulai kemarin, DPR memasuki masa reses hingga 22 Maret nanti. Dengan demikian, proses pembahasan ditarget pada masa sidang berikutnya.

Pihaknya pun tidak ingin terburu-buru dalam melakukan pembahasan. Menurut dia, perlu sosialisasi terlebih dahulu ke sejumlah stakeholder. Termasuk ke serikat pekerja atau buruh. Sebab, regulasi tersebut menyentuh banyak unsur ketenagakerjaan. Sosialisasi dan dialog sangat perlu agar tidak menimbulkan kegaduhan. ”Jangan sampai timbul salah prasangka ke DPR dan pemerintah,” imbuhnya.

Terkait target Presiden Joko Widodo agar RUU Ciptaker dibahas dalam seratus hari kerja, Puan mengaku tidak bisa menjamin. Menurut dia, percuma pembahasan dipercepat jika menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Apalagi jika regulasi yang dihasilkan malah menimbulkan dampak buruk bagi publik.

’’Mau lebih cepat dari seratus hari pun kita bisa. Tapi, yang harus diperhatikan adalah efek ke publik. Regulasi ini bermanfaat nggak buat masyarakat,” imbuhnya.

Sementara itu, pemerintah bersikukuh agar RUU omnibus law menjadi superprioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly berharap DPR bisa mempercepat pembahasan. ’’Pokoknya omnibus law menjadi prioritas utama,” tegas Yasonna.

Aspirasi Pekerja

Koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf yang menguasai lebih dari 60 persen kursi parlemen tidak menjamin mulusnya pembahasan omnibus law. Selain penentangan kelompok parpol luar pemerintah, tekanan datang dari para serikat pekerja. Kemarin, misalnya. Serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) meminta pemerintah dan DPR hati-hati membahas RUU Ciptaker.

Presidium MPBI Andi Gani Nena Wea mengingatkan DPR untuk mengambil pelajaran dari pembahasan RUU kontroversial di ujung periode 2019 lalu. Misalnya RUU KUHP dan revisi UU KPK. Omnibus law RUU Ciptaker, ujar dia, juga berpotensi menimbulkan kegaduhan besar. Terutama penolakan dari kalangan buruh. ’’Hati-hati. Ini akan jadi aksi nasional yang meluas,” kata Andi Gani.

Pihaknya berharap pemerintah dan DPR bisa menghindari kegaduhan. Caranya dengan membuka ruang dialog yang seluas-luasnya. Buruh ingin sejumlah pasal ketenagakerjaan yang merugikan pekerja bisa dibatalkan. ’’Niat baik kami mudah-mudahan didengar pemerintah,” ucap komisaris utama PT PP (Persero) Tbk itu.

Di tempat yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, draf RUU Ciptaker mengabaikan hukum ketenagakerjaan. Yaitu, kepastian pekerjaan (job security), kepastian pendapatan (salary security), dan kepastian jaminan sosial (social security). Menurut dia, tiga prinsip itu tercerabut dari sejumlah pasal di RUU tersebut. ’’Kami tidak ingin dieksploitasi dengan upah kerja yang murah,” tegasnya.

Pihaknya meminta DPR dan pemerintah membangun ruang dialog. Pembahasan harus dilakukan dengan transparan dan partisipatif. (jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *