Pengamat : Panglima TNI Kedepan Harus Mengerti Senjata Biologi

Presiden Joko Widodo saat olahraga bersama Kepala Staf TNI dari tiga matra, Darat, Laut dan Udara di Istana Negara/Net

JAKARTA — Marsekal Hadi Tjahjanto bakal memasuki masa purna tugas sebagai tentara aktif dan meninggalkan jabatannya sebagai Panglima TNI.

Desas desus siapa pengganti Marsekal Hadi telah mulai diperbincangkan, yang pada umumnya mengerucut kepada jenderal yang kini menjabat sebagai Kepala Staf angkatan.

Bacaan Lainnya

Pengamat intelijen dan pertahanan Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, memang posisi Panglima TNI terdapat tradisi bergantian antar matra Darat, Laut dan Udara, namun hal tersebut bukan diatur secara formal melalui regulasi.

Terlepas dari itu, wanita yang akrab disapa Nuning ini berpendapat, Presiden Soeharto saat itu pernah mengangkat satu perwira tinggi TNI yang tidak menjabat sebagai Kepala Staf angkatan.  

“Zaman pak Harto pernah juga jenderal yang bukan Kastaf (Kepala Staf) jadi Panglima TNI, karena saat itu pak Harto merasa jenderal tersebut pas dan cocok sebagai Panglima TNI,” kata Nuning Kertopati kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (1/6).

Saat itu, Presiden Soeharto mengangkat Jenderal M Jusuf sebagai Panglima ABRI ke-3 periode 1978 hingga 1983, jenderal kelahiran Makassar itu diangkat oleh Presiden Soeharto sebagai Panglima ABRI saat menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) XIV Hasanudin Makassar.

“Semua ini hak prerogatif Presiden,” imbuh Nuning.

Disisi lain, menurut mantan anggota DPR periode 1999-2004 dan 2009-2014 itu, sosok Panglima TNI ke depan harus memiliki pemahaman ancaman nirmiliter seperti pandemi Covid-19.

“Kini dikenal sebagai ancaman hybrida dan telah merubah perspektif ancaman di masa mendatang,” kata dia.

Untuk itu, TNI diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan seputar senjata biologi dan pertahanan negara anti senjata biologi.

“Pada masa depan ancaman Nubika (Nuklir, Biologi, Kimia) harus masuk dalam kewaspadaan kita. Para Prajurit TNI kini dituntut memiliki kemampuan tempur konvensional dan kemampuan tempur kontemporer,” demikian Susaningtyas Kertopati.(Rmol)

Pos terkait