Tingkat missmatch-nya pun cukup tinggi, yakni mencapai 64 persen. “Artinya, dari sepuluh orang hanya 3-4 orang saja yang match,” kata Hanif.
Sementara itu, under qualification merupakan problem di mana kualifikasi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan masih berada di bawah standar pasar kerja/dunia industri.
“Ini harus dijembatani dengan berbagai vocational training dan retraining agar mereka bisa masuk ke pasar kerja atau menjadi wirausaha baru,” tutur Hanif.
Selain itu, dia menilai vocational training dan retraining juga dapat membantu pekerja yang terancam PHK akibat dari revolusi industri 4.0 dan pekerja yang terjebak pada jenis-jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian, mereka tidak memiliki skema kenaikan upah dan karier.
“Penguatan akses dan mutu ini agar masyarakat dapat meningkatkan keterampilannya, baik itu melalui lembaga pelatihan milik pemerintah, milik swasta, atau yang lainnya,” kata Hanif.
(jpnn)