Oknum Notaris Gelapkan Rp 65 miliar Dari 16 korban

Tersangka Devy Chrisnawati harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Mapolda Jatim. (Dimas Maulana/Jawa Pos)

RADARSUKABUMI.com – Aksi nakal yang dipraktikkan notaris Devy Chrisnawati berakhir. Oknum notaris itu menerapkan beberapa modus untuk menipu dan menggelapkan dana Rp 65 miliar dari 16 korban. Polda Jatim telah menetapkan dia sebagai tersangka. Polisi pun menunjukkan modus operandinya selama 2019–2020 di depan halaman Ditreskrimum Polda Jatim.

Kombespol Pitra Andreas Ratulangie membeberkan rentetan laporan dari korban. Setidaknya ada 16 laporan berbeda. Kerugian yang dialami 16 korban itu juga berbeda. ’’Kasus ini merembet. Mungkin besok atau besoknya lagi, ada saja korban yang terus melapor. Dari jumlah itu, Polda Jatim menerima 11 laporan. Sedangkan sisanya berada di Polrestabes Surabaya,’’ ucapnya.

Bacaan Lainnya

Dia menerangkan, modus yang digunakan Devy berupa iming-iming dana talangan. Pelaku menjanjikan keuntungan yang menggiurkan jika bisnis itu berhasil.

Setiap korban yang menjadi penyumbang dana talangan tersebut akan mendapatkan hasil 3,5–6 persen.

Namun, para korban tidak pernah mendapatkan kucuran keuntungan sama sekali. Padahal, uang yang diberikan korban cukup banyak. Nilainya rata-rata Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar. Senjatanya, dengan memanfaatkan profesi sebagai notaris, pelaku menjerat para korban. Dengan begitu, para korban percaya dan kemudian tertarik.

Aksi Devy, menurut para korban, bermula pada 2019. Berdasar laporan, tersangka menawarkan kerja sama berupa dana talangan. Bukan hanya dana talangan, tersangka juga melakukan tipu gelap dengan menggadaikan sertifikat milik korban lainnya. ’’Ini laporannya ada di Polrestabes Surabaya. Kejadiannya pada 2019 bulan Februari,’’ ucapnya.

Pitra menjelaskan, saat itu korban atas nama Rudy Hartono meminta tolong tersangka untuk mengecek dua sertifikat hak milik (SHM) tanah atas nama Tam Wa Sing alias Mokadji. Nah, tanah seluas 612 meter persegi dan 100 meter persegi itu lantas dipindahtangankan oleh tersangka.

Padahal, niat korban hanya memeriksakan sertifikat tersebut. Korban pun kaget begitu sertifikatnya berpindah tangan. Sebab, penguasaan tidak lagi berada di tangan Devy. Melainkan di tangan pihak ketiga atau orang lain. Rudy pun menagih tersangka. Namun, tersangka terus berkilah. Karena aksi tersebut, korban mengalami kerugian sekitar Rp 1,5 miliar.

Terakhir, ada korban yang berniat meminta bantuan untuk dana talangan. Korban pun berjanji mengembalikannya. Setelah dikembalikan, uang berupa dana talangan itu tak pernah kembali ke pemilik uang tersebut. ’’Kami melihat ini sudah banyak dan meluas. Korban-korban pun ditipu dengan pengembalian cek palsu atau fiktif,’’ ujarnya.

Dengan begitu, ada tiga modus tersangka. Selain dana talangan, dia memindahtangankan sertifikat milik orang lain tanpa sepengetahuan korban. Bukan hanya itu, dia juga beberapa kali memberikan cek fiktif untuk maksud pencairan dana yang dititipkan korban kepadanya.

Perwira dengan tiga melati di pundak itu menambahkan, selain bukti laporan yang jumlahnya banyak, tim melakukan kroscek terkait dengan proses dana talangan ke beberapa bank. Hasilnya, pihak bank menyatakan tidak pernah mempunyai program semacam itu, apalagi bekerja sama dengan tersangka. Dengan demikian, tim meyakini bukti untuk menetapkan tersangka sangat kuat. Tersangka dijerat dengan dua pasal pidana, yaitu pasal 372 tentang penggelapan dan pasal 378 tentang penipuan.

Jerat Janji Manis Devy

  • Menawarkan investasi dana talangan dengan persentase keuntungan 3,5 persen dan 6 persen.
  • Menjanjikan pengembalian dana dengan durasi 2 minggu hingga 3 bulan.
  • Memberikan penawaran menarik, yaitu mengatasnamakan kerja sama dengan berbagai bank untuk mendapatkan dana talangan.
  • Menawarkan jual beli rumah, tapi sertifikat tidak diberikan kepada korban, padahal uang sudah mengalir ke rekening Devy.
  • Meminjamkan uang kepada nasabah yang terlilit utang. Namun, setelah dibayar, uang tak dikembalikan kepada pemodal. Tersangka berperan sebagai penyalur uang.
  • Memberikan cek fiktif dalam pengembalian dana.
  • Membuat akta PPJB dan kuasa palsu terkait dengan jual beli tanah.
  • Korban tertarik karena profesi tersangka notaris.

Sumber: Ditreskrimum Polda Jatim

(JPG)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *