Himpaudi: Jangan Paksa Anak Membaca, Tapi Mecintai Membaca

Kegiatan membaca anak PAUD (int/ilustrasi)

RADARSUKABUMI.com – Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Pusat, Netti Herawati mengatakan kecintaan pada membaca memang harus dibangun pada anak sejak usia dini.

Rasa cinta membaca harus terus ditanamkan dari waktu ke waktu sehingga membaca menjadi kebutuhan dan kebiasaan anak.

“Makna ini lebih luas dibandingkan membaca dalam arti memaknai tulisan yang tersusun dari kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf,” kata Netti.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim ingin mengubah paradigma membaca khususnya untuk siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut dia, paradigma yang harus ditekankan adalah bagaimana agar anak mencintai kegiatan membaca.

“Paradigmanya dulu yang harus diubah menurut saya. Selama ini, kita suka mementingkan, anak itu harus baca apa, anak umur ini harus baca ini itu. Padahal, paradigma paling penting adalah bagaimana cara agar anak itu mencintai membaca,” kata Nadiem.

Mestinya, kata dia, anak diberi kebebasan inginnya membaca buku seperti apa.

“Karakter favorit mereka, atau komik favorit mereka apapun itu. Yang penting mereka mencintai itu, mencintai proses membalikkan halaman,” kata Nadiem menjelaskan.

Terkait hal tersebut, Netti mengatakan memang anak PAUD harus diberikan kebebasan. Cinta membaca yang dimaksud bukanlah dengan mengajarkan cara membaca. Agar anak cinta membaca, tidak perlu langsung diajarkan cara membaca sejak usia ini.

Ia menjelaskan, membaca untuk anak usia dini bukan berarti diajarkan secara akademik. Calistung (baca tulis hitung) yang dilarang adalah yang berpusat pada guru atau orang tua, dengan penuh pemaksaan.

Calistung akademik bersifat memaksa sebelum muncul minat pada anak dan diajarkan dengan metode yang tidak sesuai prinsip PAUD. Ia menambahkan, prinsip PAUD antara lain adalah berpusat pada anak.

“Jadi, sesuai minat anak. Disinilah kemerdekaan belajar itu bisa terjadi,” kata Netti.

Selain itu, ia melanjutkan aktivitas dalam kegiatan belajar di PAUD harus berdasarkan bermain. Sehingga aktivitas yang dilakukan cenderung bersifat bermain secara edukatif. Di dalam prinsip PAUD tersebut, anak juga harus dihormati, dihargai, dipercaya. Anak tidak boleh dipersilakan dan tidak boleh diberi target-target yang akan memberatkan mereka.

Psikolog anak dan remaja Alzena Masykouri mengatakan, dirinya setuju dengan anjuran mendikbud terkait mengajak anak PAUD untuk cinta membaca. Bahkan, kecintaan membaca seharusnya dilakukan sejak bayi. Ia menjelaskan, membaca berbeda dengan belajar membaca.

“Tidak harus bisa membaca untuk mulai mencintai membaca. Pada perkembangannya, membaca sangat erat dengan kemampuan mengamati dan berkembang sejak bayi,” kata Alzena.

Membaca juga bisa diterjemahkan sebagai mengamati kejadian di sekitar, mengamati pemandangan, mengambati gambar. Hal itu kemudian bisa dilanjutkan ke aktivitas mengamati gambar-gambar di buku. Bersamaan dengan perkembangan bicara, maka anak akan mulai bercerita.

Sebelum perkembangan bicara, didahului dengan kemampuan mendengar dan menyimak. Anak, menurut Alzena, bahkan sejak usia sebelum satu tahun sudah bisa menyimak pembicaraan yang disampaikan kepadanya.

“Apalagi bila menggunakan bacaan sebagai medianya,” kata dia.

Ia menjelaskan, anak belajar paling efektif dari meniru. Orang tua adalah sosok yang paling dekat dengan anak. Ketika orang tua berbicara dan membaca buku, anak akan tertarik dan mulai meniru.

“Mengenalkan bacaan, mengajak anak memperhatikan gambar, mendengarkan mereka bercerita, membiarkan mereka membolak balik halaman buku dan mulai melihat rangkaian huruf menjadi kata. Kelak, ketika kemampuannya sudah siap, anak akan tertarik dan mulai belajar membaca,” kata dia lagi.

(rol/mtr/izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *