JAKARTA — Kebocoran data pribadi masih kembali terjadi menjelang HUT Kemerdekaan RI ke-79. Kali ini menjadi korban peretasan adalah PNS yang merupakan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Temuan ini berawal dari sebuah postingan dari peretas dengan nama anonim “TopiAx” di Breachforums pada hari Sabtu (10/8).
Pada posting-an peretas tersebut mengklaim berhasil mendapatkan data dari BKN sejumlah 4.759.218 baris yang berisi sangat banyak data, diantaranya adalah Nama, Tempat Lahir, Tanggal Lahir, Gelar, Tangal CPNS , Tanggal PNS, NIP, Nomor Sk CPNS, Nomor SK PNS, Golongan, Jabatan, Instansi, Alamat, Nomor Identitas, Nomor Hp, Email, Pendidikan, Jurusan, Tahun Lulus.
Selain data tersebut masih banyak lagi data lainya baik yang berupa cleartext maupun text yang sudah diproses menggunakan metode kriptografi. Pada posting-an tersebut peretas yang sudah bergabung dalam forum yang biasa dipergunakan untuk jual-beli hasil peretasan tersebut peretas menawarkan seluruh data yang berhasil didapatkannya tersebut sebesar USD 10 ribu atau sekitar Rp 160 juta.
Hacker tersebut juga membagikan sample data berisi 128 ASN yang berasal dari berbagai instansi di Aceh. Terkait hal tersebut, Pratama Persadha
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC mengungkapkan bahwa dirinya sudah melakukan verifikasi secara random pada 13 ASN yang namanya tercantum dalam sample data tersebut melalui WhatsApp, dan menurut mereka data tersebut adalah valid meskipun ada yang menginformasikan tentang adanya kesalahan penulisan digit terakhir pada field NIP & NIK.
Terkait hal tersebut, belum ada konfirmasi secara resmi baik dari pihak BKN maupun pihak terkait seperti BSSN dan Kominfo terkait dugaan kebocoran data ini. BKN sendiri sudah melakukan MoU dengan BSSN untuk memperkuat data ASN dan meningkatkan kualitas perlindungan informasi dan transaksi elektronik pada tanggal 3 Oktober 2022, namun MoU ini hanya berlaku selama 1 tahun dan berakhir pada bulan Oktober tahun 2023.
“Belum diketahui apakah BKN memperpanjang MoU dengan BSSN tersebut atau tidak,” kata Pratama kepada JawaPos.com.
Pratama menginginkan, dengan semakin seringnya terjadi kejadian kebocoran data pribadi, hal yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah adalah membentuk Badan Pelindungan Data Pribadi sehingga bisa diambil tindakan serta memberikan sanksi kepada PSE yang mengalami insiden kebocoran data tersebut.
“Selain itu harus dibuat aturan yang tegas, bahwa PSE yang tidak bisa menjaga sistemnya harus bisa dikenakan konsekuensi hukum baik itu PSE publik maupun privat, karena jika tidak maka PSE tersebut tidak akan jera dan akan memperkuat sistem keamanan siber serta sdm yang dimiliki,” tegas Pratama.