JAKARTA – Direktur Utama PLN, Sofyan Basir rampung menjalani pemeriksaan terkait dugaan kasus suap pengadaan PLTU Riau-1 yang melilit Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih. Sofyan yang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo, diperiksa sekitar delapan jam lamanya.
S
aat hendak meninggalkan gedung KPK sekitar pukul 18.16 WIB, Sofyan memilih sedikit bicara saat dicecar pertanyaan oleh awak media.”Saya diperiksa sebagai saksi selebihnya perihal materi riksa tanya penyidik,” ucapnya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, kemarin (7/8) malam.
Selain itu, dia juga menyebut penunjukkan Blackgold Natural Resources sebagai kontraktor penggarap proyek PLTU Riau-1 katanya sudah diatur oleh PJB. “Itu udah diatur di PJB,” imbuhnya.
Tak puas dengan jawaban bos PLN tersebut, awak media pun kembali mencecar Sofyan dengan beragam pertanyaan lain seputar materi pemeriksaannya. Namun karena tak terima bosnya terus dicecar awak media, beberapa ajudan Sofyan mencoba menghalang-halangi sejumlah sejumlah wartawan yang hendak mengabadikan gambar dan mewawancarai Sofyan.
Karena tak terima kerja jurnalistiknya dihalang-halangi, bentrokan fisik pun tak terelakan antara sejumlah pewarta dari berbagai media dengan sejumlah ajudan Sofyan. Namun tak berapa lama, dengan sigap sejumlah aparat keamanan KPK berhasil merelainya.
Terpisah, terkait pemeriksaan Sofyan, menurut juru bicara KPK Febri Diansyah pemeriksaan bos PLN tersebut berkaitan dengan pengetahuan Sofyan tentang pertemuan-pertemuan dengan tersangka ataupun pihak lain, termasuk apakah Sofyan mengetahui atau tidak tentang aliran dana.
“Kami membutuhkan keterangan dari saksi terkait dengan bagaimana mekanisme kerja samanya terkait dengan PLTU Riau-1 tersebut dan juga sejauh mana itu perlu diperinci lebih lanjut dan juga mengkonfirmasi atau mengklasifikasi beberapa dokumen dokumen yang disita sebelumnya tentu yang ada kaitannya,” jelasnya.
Dalam kasus ini, sebelumnya KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu Eni Maulani Saragih (EMS) yang merupakan anggota Komisi VII DPR RI sebagai pihak penerima dan Johannes Buditrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited sebagai pihak pemberi.
Dalam kasus ini, sebagai anggota DPR RI Eni disebut menerima komitmen fee sebanyak Rp 4,8 miliar dari Johannes yang merupakan pihak swasta. Penerimaan ini dilakukan sebanyak empat kali dengan nominal yang berbeda dan yang terakhir penerimaan uang oleh Eni sebesar Rp 500 juta. Uang tersebut kemudian disita dan dijadikan alat bukti oleh penyidik KPK.
Sebagai pihak penerima, Eni kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.
(ipp/JPC)