Batasi Suara Azan, Kemenag Dituding Adopsi Cara Yahudi

JAKARTA – Polemik aturan pembatasan suara azan oleh pemerintah tuai pro dan kontra. Pasalnya, surat edaran Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dinilai menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam.

Sekretaris Jenderal Majelis Nasional KAHMI, Asrul Kidam mengatakan pembatasan tersebut mengadopsi kebijakan PM Benyamin Netayahu tahun 2016 yang membuat aturan tentang pembatasan suara azan.

Bacaan Lainnya

“Kami heran kok Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden dan juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia justru mencontoh negara Yahudi,” kata Asrul, melalui keterangannya, Minggu (2/9).

Kaena itu, kata Asrul, pihaknya mendesak pemerintah, khususnya Wapres JK untuk turun tangan mencabut aturan tersebut. “Suara azan sudah jauh lebih tua daripada usia NKRI,” ucapnya.

Sementara, Ketua Bidang Pendidikan dan Advokasi Umat Majelis Nasional KAHMI, Mukhlis Pane menambahkan suara azan merupakan bagian dari pembangunan peradaban Islam di Indonesia.

“Sebelum aksi bela azan muncul alangkah bijaknya jika segera meminta maaf dan mencabut peraturan tersebut,” tegasnya.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam mengeluarkan Surat Edaran Nomor: B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018 tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla.

Dirjen Bimas Islam Kemenag, Muhammadiyah Amin membenarkan mengeluarkan surat edaran tersebut. Tujuannya untuk menyegarkan kembali ingatan tentang aturan pengeras suara di masjid atau musala yang dulu pernah dikeluarkan pada 1978.

Dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, Musala, disebutkan, pengeras suara luar digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat.

Pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara. Selain itu, mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara.

Sebelum Subuh boleh, pengeras suara digunakan paling awal 15 menit sebelum waktunya. Sementara, pembacaan Alquran hanya menggunakan pengeras suara keluar, begitu pula dengan azan Subuh. Saat pelaksanaan salat Subuh, kuliah Subuh, dan sebagainya menggunakan pengeras suara ke dalam saja.

Memasuki waktu salat Dzuhur dan Jumat, 5 menit menjelang Dzuhur dan 15 menit menjelang waktu Jumat diisi dengan bacaan Alquran yang ditujukan ke luar, demikian juga azan. Sementara, aktivitas salat, doa, pengumuman, dan kutbah menggunakan pengeras suara ke dalam.

Memasuki waktu salat Ashar, Maghrib, dan Isya, 5 menit sebelum azan dianjurkan membaca Alquran. Azan menggunakan pengeras suara ke luar dan ke dalam. Sesudah azan, hanya menggunakan pengeras suara ke dalam.
(lov/rmol/pojoksatu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *