Alasan Menteri Agama Jadikan Siulan Masuk Kategori Pelecehan? Begini Kata Zainut Tauhid

Menag Jadikan Siulan Masuk Kategori
Menag Jadikan Siulan Masuk Kategori Pelecehan--Kemenag.go.id

JAKARTA — Belakangan ini tengah jadi sorotan soal Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022. Dalan aturan tersebut teruang tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama menyatakan siulan dan tatapan bernuansa seksual sebagai salah satu bentuk pelecehan.

Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid kemudian buka suara kenapa siualan bisa menjadi bentuk pelecehan. Zainut Tauhid mengatakan, tolok ukur siulan yang dimaksud bentuk pelecehan adalah saat membuat korban merasa tidak nyaman.

“Siulan yang dimaksud dalam regulasi ini adalah siulan yang bernuansa kekerasan seksual antara lain siulan yang bernuansa seronok dan juga mengandung unsur merendahkan atau melecehkan yang mengganggu kenyamanan objek,” jelas Zainut dalam keterangannya, Kamis 20 Oktober 2022.

Lebih lanjut Zainut menjelaskan, ukuran suatu siulan dan tatapan tertentu bernuansa seksual atau tidak ditentukan oleh korban. Ukurannya adalah kenyamanan korban. Bila korban tidak nyaman, berarti itu adalah bernuansa seksual.

“Karenanya delik yang digunakan dalam perkara ini adalah delik aduan, yang hanya dapat diproses apabila diadukan oleh orang yang merasa dirugikan atau telah menjadi korban,” tuturnya.

Sebelumnya, Kementerian Agama memperbarui aturan peraturan tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual, di mana terdapa poin yang akan dikenakan pasal jika terbukti melanggar.

Kekerasan seksual dan ataupun pelecehan seksual, belakangan ini memang menjadi momok menakutkan di tengah ruang publik. Banyak pelaku yang tak bertanggung jawab nekat melakukan perbuatan seronok terhadap korbannya.

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual tahun ini sudah tak terhitung. Di media sosial kerap beredar video-video viral yang memperlihatkan aksi tak senonoh di ruang publik terbuka.

Belum lagi banyaknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang kerap terjadi di lingkungan pendidikan seperti Pondok Pesantren. Terdapat sejumlah kasus yang akhirnya mencuat dan menjadi perhatian dan ketakutan di tengah publik.

Sehingga hal ini membuat Kementerian Agama mempertegas dengan memperbarui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomo 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

PMA tentang kekerasan seksual ini sudah resmi dan diteken oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 lalu. Dijelaskan bahwa dalam PMA ini telah mengatur pada Pasal 5 di antaranya memerangi sebagai bentuk kekerasan seksual, mulai secara verbal, fisik, non-fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Pada Pasal 5 ayat 2 dijelaskan segala macam bentuk kekerasan seksual, di antaranya adalah ‘Siulan’ dan ‘Tatapan Bernuansa Seksual’.

Pasal 5:

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;

b. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;

c. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu , mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;

d. Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;

e. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;

f. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja;

g. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban;

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *