Melihat dari Dekat Kemiskinan di Kota Sukabumi Ketika Keuangan Daerah Tak Mampu Perbaiki Rutilahu

Sepertinya tahun 2017 ini menjadi masa keemasan bagi Pemda Kota Sukabumi.

Dibawah kepemimpinan duet Mohamad Muraz dan Achmad Fahmi ini, daerah berpenduduk 330.970 ribu jiwa tersebut mampu meraih berbagai penghargaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi.

Bacaan Lainnya

Namun sayang, kesuksesan pemda dalam urusan pengelolaan keuangan maupun program kerja itu, tidak dibarengi dengan keberhasilannya dalam hal pengentasan kemiskinan.

Laporan Tony Kamajaya, SUKABUMI

Berdasarkan data statistik Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Sukabumi menunjukan hingga pertengahan tahun 2017 lalu, jumlah warga miskin mencapai 27.802 jiwa atau sekitar 8,76 persen dari total jumlah pendudukan.

Angka kemiskinan tersebut lebih rendah sebesar 0,02 persen dari tahun 2016 silam sebanyak 8,78 persen.

Berbicara soal angka kemiskinan, terdapat perbedaan antara data yang dimiliki TKPK dengan data versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat jumlah warga tidak mampu mencapai sekitar 24.100 jiwa.

Ketidak-samaan data ini disebabkan oleh penggunaan instrumen yang berbeda. Dalam data TKPK bukan hanya mencatat warga miskin saja, tetapi juga mencakup warga yang rawan mengalami kemiskinan.

Sedangkan BPS lebih mengkategorikan pada warga miskin dan warga sangat miskin.

Terlepas dari itu, sebenarnya Walikota Sukabumi Mohamad Muraz dan Wakilnya Achmad Fahmi telah menunjukan komitmen dalam membantu warganya agar terlepas dari masalah kemiskinan.

Hanya saja, keinginan besar mereka untuk merealisasikannya, tidak sebanding dengan kemampuan keuangan daerah.

Akibatnya, upaya pengentasan kemiskinan yang digulirkan pasangan itupun terpaksa harus berjalan merayap.

Sejauh ini program yang telah gulirkan dalam mengurangi jumlah warga tidak mampu, hanya mampu mengikis sekitar 1 persen setiap tahunnya.

Strategi yang diterapkan dalam menanggulangi masalah sosial tersebut diantaranya pemberian fasilitas permodalan tanpa bunga kepada para pelaku usaha kecil dan menengah melalui program penciptaan wirausaha baru.

Selain itu ada pula program pembukaan lapangan kerja bagi usia produktif.

“Angka kemiskinan di Kota Sukabumi masih di bawah jumlah kemiskinan Jawa Barat sekitar 10,8 persen. Kami menargetkan angka kemiskinan ini bisa berkurang sekitar satu persen setiap tahunnya,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Sukabumi Rudi Juansyah.

Dengan jumlah target itu, maka pengentasan kemiskinan bisa ditangani dalam waktu delapan tahun.

Gambaran kehidupan warga miskin ini bukan hanya soal tidak memiliki uang atau minimnya pendapatan sehingga kesulitan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Tetapi lebih luas lagi, hampir sebagian dari mereka juga tinggal di dalam rumah yang kondisinya tidak layak huni atau rutilahu. Untuk masalah rutilahu, Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPUPRK2P) Kota Sukabumi mencatat sampai dengan tahun 2017 ini, terdapat 4.600 unit rutilahu yang tersebar di tujuh kecamatan.

Kepala DPUPRK2P Kota Sukabumi Asep Irawan mengutarakan setiap tahunnya pemerintah daerah selalu menggulirkan program perbaikan rutilahu.

Namun karena terkendala masalah keterbatasan keuangan daerah, maka upaya perbaikan tidak bisa dilakukan terhadap seluruh rutilahu dalam waktu yang bersamaan.

Ketika keuangan daerah tidak mampu mengatasi masalah rutilahu, tentu saja pemerintah daerah harus berpikir cepat untuk tetap menyentuh rutilahu dalam jumlah yang banyak setiap tahunnya.

Caranya, tak lain adalah memanfaatkan kucuran dana bantuan dari Pemprov Jawa barat serta pemerintah pusat. Hasilnya pun cukup memuaskan.

Untuk tahun ini saja, jumlah rutilahu yang mendapatkan program perabikan rumah sebanyak 450 unit. Itu pun tidak seluruhnya dibiayai oleh Pemda Kota Sukabumi, melainkan memanfaatkan bantuan dari Pemprov Jawa Barat dan pemerintah pusat.

“Rinciannya, pemerintah daerah hanya mampu menangani 50 unit dengan besaran dana bantuan masing-masing Rp15 juta, sementara pemda provinsi menangani perbaikan untuk 300 unit dan 100 unit lainnya biaya perbaikan berasal dari bantuan pemerintah pusat,” beber Asep Irawan.

Sumber pendanaan lainnya yang dioptimalisasi oleh pemerintah daerah untuk menangani rutilahu tersebut berasal dari bantuan lembaga keagamaan dan pihak swasta, salah satunya dari sektor perbankan. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *