Keterbukaan Informasi Masih Lemah

WARUDOYONG – Dalam kurun waktu enam tahun terhitung sejak 2011, Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Barat telah menerima pengaduan sengketa informasi sebanyak 2.700 perkara.

Seluruh pengaduan itu diselesaikan melalui dua metode yakni persidangan dan mediasi.

Bacaan Lainnya

“Semenjak Komisi Infromasi dibentuk pada tahun 2011 lalu, jumlah pengaduan sengketa informasi yang masuk sebanyak 2700 perkara,” ungkap Komisioner Bidang

Sosialisasi Komisi Infromasi Jawa Barat Ijang Faisal kepada Radar Sukabumi usai kegiatan workshop undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi di Politeknik Sukabumi, kemarin (06/12).

Terkait dengan keterbukaan informasi, Ijang mengatakan UUD Nomor 14 tahun 2018 sudah tujuh tahun disahkan.

Untuk itu KI terus mendorong agar badan publik bisa mendukung azas keterbukaan informasi.

Dengan begitu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut akan terus meningkat.

“Kita dorong agar pemerintah (badan publik) respon ketika masyarakat meminta infromasi,” ungkapnya.

Apalagi pemerintahan sekarang itu dihasilkan dari sebuah proses demokrasi. Hal itu akan berjalan baik, jika masyareakat masih tetap menyimpan percaya terhadap badan publik dimaksud.

Ijang mengungkap hasil evaluasi di Jawa Barat, hanya beberapa daerah saja yang menjalankan UUD nomor 14 tahun 2018 itu secara baik.

Sementara daerah lainnya telah menjalankan, namun pelaksanaannya masih belum maksimal dalam hal keterbukaan informasi.

Langkah yang bisa ditempuh pemerintah daerah untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik, meliputi pembentukan terlebih dahulu Pejabat Pengelola Infromasi Dokumentasi (PPID).

Unit kerja ini harus bisa menjalankan tugas dan fungsi diaantaranya mempermudah akses masyarakat dalam mendapatkan setiap dokumentasi sebuah informasi.

“Tugas PPID itu salah satunya menyimpan, mendokumentasikan, menyediakan dan memberi pelayanan informasi kepada publik. PPID juga bisa menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Disisi lain masyarakat juga harus paham, karena tidak semua dokumen infromasi bisa didapat, karena ada beberapa dokumen yang dikecualikan.

Dalam perundang-undangan sudah diatur, jenis dokumen yang bisa diberikan kepada publik dan kategori dekumen yang tidak bisa di publikasikan (dikecualikan).

“Subtansi UUD itu merubah paradigma, kalau orde baru itu semua
informasi tertutup, berbeda dengan perundang-undangan ini, semua informasi harus terbuka dan ada yang dikecualikan,” tutupnya. (cr11/d)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *