Yayasan Dapuran Kipahare Beberkan Penjelasan Foto Kapal Karam di Sukabumi

Irman Firmansyah Sejarawan Sukabumi
Irman Firmansyah Sejarawan Sukabumi

SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Ketua Yayasan Dapuran Kipahare, Irman Firmansyah membeberkan pengamatannya dari berbagai aspek mengenai foto penampakan benda yang diduga kapal yang karam di Pantai Cibangban, Kabupaten Sukabumi. Ya foto tersebut menjadi viral usai diunggah oleh akun facebook Akbar Alfiana N.

Kepada Radarsukabumi.com, Irman mengatakan bahwa ada dugaan bahwa benda tersebut adalah kapal selam milik tentara Nazi dari Jerman. Namun pihaknya belum mengetahui secara pasti apa sebenarnya benda yang menyerupai kapal tersebut.

Bacaan Lainnya

“Dari visualnya mirip kapal selam, kemungkinan kapal selam Jerman U-196 yang sempat hilang di perairan Palabuhanratu. Tapi belum diketahui apa sebenarnya benda yang terlihat seperti kapal karam itu,” kata Irman secara eksklusif kepada Radarsukabumi.com, Sabtu (20/6/2020).

Secara budaya, jelas Irman, dugaan bahwa benda tersebut adalah kapal karam berdasarkan jejak historis bahwa Pelabuhanratu merupakan wilayah tangkapan ikan para nelayan. Selain itu ombak pantai selatan yang dikenal besar seringkali menyulitkan kapal pada saat badai satu ombak ganas. Kesulitan ini sudah terjadi sejak masa lampau dimana kapal-kapal Eropa jarang berlabuh ke Pelabuhanratu meski pelabuhan ini dari toponiminya sudah lama ada.

Secara lebih gamblang, Irman memaparkan bahwa nama Palabuanratu yang berdampingan dengan Muara Ratu juga sudah tercatat saat Scipio, orang Eropa yang pertamakali datang ke Pelabuhanratu lewat darat, melakukan survey tahun 1687. Pada awalnya kapal-kapal Eropa belum mengenal pantai selatan, terbukti dengan pembuatan peta pulau Jawa bagian selatan tersebut belum akurat hingga tahun 1700.

Perjalanan orang Eropa ke Indonesia antara 1595-1597 rata-rata tertuju pada Banten, Sunda Kelapa dan lanjut ke Timur melalui laut Jawa (utara Jawa) seperti yang dilakukan Cornelis de Houtman. “Kemungkinan karena ombaknya yang ganas sehingga kapal besar enggan menuju ke sana,” ujar Irman.

Jan Pieterszooncoen tercatat pernah mencoba berlayar dari selat Sunda ke arah selatan sepanjang 60 km dan hanya menemukan tempat yang disebut Coen Hoek (Teluk Coen) namun kembali ke Batavia. Perjalanan lain dari timur sebenarnya sempat tercatat sebelum tahun 1622, yaitu ke Dirck de Vries Baai, hanya sampai pantai Parigi.

“Celakanya tanggal 4 maret 1692 kapal Lek milik East Indies Company mencoba berlayar dari selat Sunda ke selatan, sayangnya 58 krunya tewas dan 90 orang lainnya menderita luka karena gagal berlabuh dan terkena badai. Pembukaan Pelabuhanratu sebagai pelabuhan internasional tahun 1858 memungkinkan banyak kapal dagang masuk ke perairan pelabuhanratu, namun belum ditemukan informasi tentang tenggelamnya kapal disitu, termasuk saat KPM membuka rute tahun 1901,” papar Irman.

Dari sudut sejarah, lanjutnya lagi, Pantai Cikembang sudah dikenal sejak masa VOC sebagai salah satu rute yang dilalui kapal dari Batavia menuju Pelabuhanratu. Tahun 1927 sempat direncanakan relokasi pelabuhan KPM di pelabuhanratu ke teluk Cikembang ini. Hal ini berkaitan dengan pembangunan jalan alternatif Cikidang, namun pelabuhan ini kemudian diambil alih oleh angkatan laut.

“Pelabuhan ini sangat strategis untuk mengambil komoditas perkebunan diperbatasan Sukabumi-Banten terutama karet, teh dan kina. Salah satu kendala ternyata dana pemerintah untuk menyambungkan jalan dari Cikidang ke Cikembang yang seret. Hingga pecahnya perang dunia II belum ada informasi tentang karamnya kapal di wilayah ini,” tutur Irman.

Sebuah informasi resmi tentang tenggelamnya kapal dari Pelabuhanratu adalah Kapal Pulau Bras yang membawa pelarian Belanda yang ketakutan saat Jepang datang menyerang. namun Kapal yang berangkat dari Pelabuhanratu 6 Maret 1942 itu tenggelam dihajar pesawat Jepang di perairan Palembang bukan di Pelabuhanratu.

Satu-satunya informasi mengenai hilangnya kapal di sekitar Pelabuhanratu adalah Kapal Selam Jerman U-196 yang ditugaskan membantu Jepang. Kapal U-196 ini mencatat prestasi pernah melakukan tugas patroli terlama di kedalaman selama 225 hari dan sering menenggelamkan kapal musuh. Perannya di perairan Selat Sunda adalah membuka blokade dan membantu Jepang dalam hal mesin dan peralatan bersama 23 kapal selam Jerman lain yang wara-wiri di perairan Indonesia antara tahun 1943 sampai 1944. Kapal U-196 meninggalkan Jakarta pada tanggal 29 November 1944 menuju Pantai Selatan.

“Informasi terakhir mengabarkan bahwa U-196 terkena ledakan akibat membentur ranjau laut lalu tenggelam pada tanggal 30 November 1944. Berbagai catatan resmi U-boat di Jerman menyebutkan kapal U-196 dinyatakan hilang bersama 65 awaknya di lepas pantai Sukabumi sejak 1 Desember 1944,” sebutnya.

Irman mengimbuhkan, pasca Jepang kalah beberapa kapal selam sekutu dan kapal perangnya juga sempat memasuki Pelabuhanratu dan tidak ada informasi tenang tenggelamnya kapal-kapal mereka. Pasca merdeka Pelabuhanratu praktis hanya dilintasi oleh kapal ikan dan terkadang kapal militer, ketika ketika muncul pemberontakan Bambu Runcing dan DI/TII, sempat pula ada upaya penyelundupan senjata melalui kapal yang merapat di pelabuhanratu.

Selain uraian yang dipaparkan oleh Irman tersebut, belum ada catatan resmi mengenai kejadian karamnya kapal ikan di sekitar Pelabuhanratu, namun Asosiasi Perusahaan Pegangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam di Indonesia (ASPBMKT) menyebutkan ada sekitar 134 lokasi tenggelamnya kapal di sekitar Pelabuhanratu.

“Artinya memang sudah pernah ada banyak kapal tenggelam yang luput dari pantauan media. Kapal manakah yang tenggelam di perairan Cikembang tersebut? Tentu saja harus diselami langsung oleh professional supaya misterinya terkuak,” tukasnya. (izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *