Pergerakan Tanah di Nyalindung Sukabumi, PVMBG Janji akan Lakukan Ini

Suasana pemukiman penduduk di Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, telah dipasang garis police line karena aktivitas pergerakan tanah yang terus meluas.

NYALINDUNG, RADARSUKABUMI.com – Bencana pergerakan tanah yang memporak porandakan pemukiman penduduk di Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, telah menyita perhatian serius dari semua kalangan. Salah satunya, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Pergerakan tanah yang terjadi sejak pada 13 Desember 2020 yang hingga saat ini aktivitas retakannya masih terus meluas meluas dan melebar. Berdasarkan kajian sementara yang dilakukan PVMBG, bencana alam yang terjadi di wilayah tersebut, dinilai merupakan tipe gerakan tanah yang bersifat lambat dan pasti.

Bacaan Lainnya

Hal demikian disampaikan Koordinator Mitigasi Gerakan Tanah pada Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Agus Budianto kepada Radar Sukabumi melalui telepon selulernya.

“Secara umum kalau faktor pemicunya dapat curah hujan, aktivitas manusia atau getaran kendaraan yang melewati jalan dan pembentukan lereng buatan seperti pemotongan lereng tanpa kendali, penggalian dan lainnya,” kata Agus Budianto kepada Radar Sukabumi, Rabu (10/02/2021).

Menurutnya, gerakan tanah yang yerjadi di wilayah Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, bersifat lokal sekala desa dan kampung. Pemicuh berbeda disetiap kasus dan jenis. Sementara, untuk faktor pengontrolnya yaitu kondisi geologi setempat atau kontrol unit batuan dari formasi besesr yang mengandung perlapisan lempung yang kedap air bersifat dan bertindak sebagai bidang gelincir. “Iya, perlapisanya termasuk pola landscape atau morfolog keleranga,, jenis batuan dan stratigrafinya, struktur geologi atau patahan, retakan dan perlapisan serta jalur air permukaan dan bawah permukaan lokal,” bebernya.

Selain itu, faktor penyebab retakan ini juga akibat faktor geologi setempat dan gerakan tanah tipe rayapan yang dikontrol perlapisan batuan sedimen dari formasi beser yang terdiri dari matrial sedimen bersifat lolos air dan matrial kedap air dari unit lempung secara umum. “Ini terjadi karena wilayah tersebut berada di dalam alur air menuju lembah di bawahnya,” paparnya.

Untuk memastikan hal tersebut, PVMBG dari Badan Geologi Mitigasi Gerakan Tanah, berencana akan melakukan peninjuan dan kajian lapangan secara khusus ke lokasi pergerakan tanah di Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung. “Insya Allah pada jadwalnya dalam minggu ini kita akan segera melakukan kajian ke lapangan,” ujarnya.

Dalam meminimalisir terjadinya resiko bencana alam dari pergerakan tanah ini, maka PVMBG menghimbau kepada seluruh warga terdampak agar terus meningkatkan kewaspadannya, terutama saat intensitas curah hujan yang tinggi. Karena menurutnya, saat musim hujan maka faktor pendorong air yang masuk kedalam rekahan tanah masih tinggi.

“Untuk itu, imbaunnya adalah hindari wilaya ini dan lahan retakan tanahnya harus dijadikan kebun atau dijadikan hutan kembali. Lantaran, ada periiode pergerakannya yang terkolerasi dengan curah hujan setiap tahun. Selain itu, yang harus dilakukan adalah deliniasi wilayah terdapat, kecendrungan arah pergerakan dan potensi ancaman kedepan, relokasi atau tidak penunentuan lokasi aman bencana dan upaya mitigasi agar tidak terjadi korban kedepan,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Kedaruratan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi, Eka Widiaman kepada Radar Sukabumi menjelaskan, kondisi pergerakan tanah di wilayah Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, terus melus setiap harinya. Bahkan, saat ini terdapat ratusan warga yang terdampak dari bencana alam itu, telah evakuasi oleh petugas gabungan dan pemerintah setempat ke lokasi yang dinilai aman dari ancaman bencana tersebut.

“Sekarang yang terdampak dari bencana pergerakan tanah itu, ada 123 rumah. Sementara rumah yang mengalami rusak berat hanya 20 rumah,” katanya.

Menurutnya, saat ini kondisi pergerakan tanah masih terus terjadi. Bahkan, rumah penduduk yang berada di bagian sebelah timur mengalami anjlok setengah meter. Hal ini, terjadi karena faktor intensitas curah hujan yang tinggi. “Akibatnya tanah anjlok di beberapa lokasi. Selain itu, saat ini kerenggangan tanah terus bergerak melebar hingga 20 centimeter. Makanya, untuk penguatannya kita sudah melakukan kajian teknis dengan Dinas Tarkim,” pungkasnya. (Den/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *