Gara-gara Suka Sesama Jenis, Banyak Gugatan Cerai di Bogor

LGBT
Ilustrasi LGBT

BOGOR – Alasan Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender (LGBT) saat ini mulai muncul ke permukaan dan memberikan sumbangan angka perceraian di Kota Bogor.

Jadi, perceraian di Kota Bogor tidak semata-mata hanya didominasi persoalan ekonomi atau pelakor dan pebinor semata.

Bacaan Lainnya

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bogor Klas IA, Agus Yuspiain mengakui, pihak ketiga memang ikut menjadi pemicu perpisahan pasangan yang berumah tangga.

Hanya saja, setahun belakangan ia menemukan salah satu fenomena yang langka. Pihak ketiga yang hadir justru dari kalangan sesama jenis, entah itu dari pihak suami atau dari sang istri.

Agus menambahkan, prahara “langka” semacam itu bisa ketahuan dari penjelasan masing-masing pasangan. Itu lantaran pasangan harus menjalani sidang perceraian dengan mengajukan alasan logis sembari membuktikannya.

Beberapa di antaranya terkuak memiliki pasangan sebagai pihak ketiga yang mengganggu jalannya kehidupan berumah tangga. Jumlahnya pun mencapai kisaran 10 pasangan dalam setahun terakhir ini.

Alurnya justru membuat geleng-geleng kepala. Karena perkaranya berasal dari gugat cerai yang dilayangkan pihak perempuan sendiri.

Bahkan, biasanya setelah rumah tangga mereka memiliki anak. Menurut Agus, sangat jarang laki-laki melayangkan talak cerai kepada perempuan secara langsung karena alasan itu.

“Kebanyakan yang punya pasangan selingkuh itu dari pasangan perempuan. Jadi, mereka cerai karena si istri mengakunya sering mengalami kekerasan atau bertengkar di rumah. Tetapi, setelah di persidangan, si suami didatangkan untuk hak jawabnya, ternyata ketahuan kalau perempuannya malah yang punya pasangan lain. Suka dengan perempuan lain,” bebernya, saat ditemui di kantornya, Senin (10/2/2020).

Kejadian semacam itu memang menjadi akar dari prahara rumah tangga. Tak jarang, persoalan ekonomi yang menjadi penyebab pertengkaran bermula dari perselingkuhan.

Itu lantaran pasangan sesama jenisnya ikut menggerogoti anggaran, yang seharusnya menjadi bagian dari rumah tangga.

“Kalau sudah masuk ranah persidangan, cenderung susah kalau suami atau istri begitu diislahkan. Karena ada di antara pasangan perempuan itu malah mengancam bunuh diri kalau tidak diputus,” ungkapnya lagi.

Sebelumnya, Ketua Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia Prof Dr Euis Sunarti pernah mengatakan, cabul sesama jenis, sudah sangat meresahkan di Indonesia, termasuk di Kota Bogor.

Dia mengakui, seks menyimpang ini telah menjadi satu dari sekian faktor yang memicu perceraian di dalam rumah tangga.

“Ada juga yang biseks. Di rumah sama istri atau suaminya. Di luar beda lagi. Nah, kehidupan biseks, susah dilacaknya,” kata Prof Euis.

Menurut profesor Euis, kaum ini sudah memiliki wadah tersendiri. Agar anak-anak terhindar, harus ada aturan jelas, agar polisi bisa bertindak.

Menurut informasi dari berbagai sumber, pada 2019 ada sekitar 1.330 Gay berkeliaran di Kota Bogor.
(RB/pojokbogor)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *