Minyak Goreng di Kabupaten Bandung Jadi Langka

Ilustrasi pedagang minyak goreng curah
Ilustrasi pedagang minyak goreng curah di pasar. (Dipta Wahyu/JawaPos)

SOREANGDinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung mengakui ada kekosongan atau kekurangan stok minyak goreng kemasan di minimarket.

Hal tersebut terjadi, setelah pemerintah menerbitkan kebijakan harga minyak goreng kemasan menjadi Rp14 ribu yang menciptakan fenomena panic buying di masyarakat. Pendistribusian ke minimarket yang terlambat juga berdampak pada ketersediaan minyak goreng kemasan.

Bacaan Lainnya

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung, Dicky Anugrah mengatakan, Kabupaten Bandung sudah melaksanakan kebijakan harga minyak goreng kemasan Rp14 ribu sejak tanggal 19 Januari lalu.

Minyak goreng dengan harga Rp14 ribu merupakan kebijakan nasional, dimana pemerintah melalui Kementerian Perdagangan melakukan subsidi terhadap komoditi minyak goreng kemasan bekerjasama dengan Asperindo.

“Sekarang penerapan itu sudah kita laksanakan dengan menerbitkan surat edaran kepala dinas kepada seluruh toko modern dan pasar rakyat,” ujar Dicky saat dihubungi via telepon, Rabu (2/2).

Namun saat ini, ungkap Dicky, terjadi kekosongan minyak goreng kemasan di beberapa gerai minimarket yang ada di Kabupaten Bandung.

Alasannya adalah pada saat harga minyak goreng kemasan menjadi lebih murah, masyarakat berbondong-bondong mendatangi minimarket terdekat untuk membeli salah satu kebutuhan pokok tersebut.

“Karena tahu murah jadi pembelinya sangat banyak, bahkan dikategorikan ada panic buying, tapi itu hanya diawal saja,” tutur Dicky.

Persoalan selanjutnya adalah adanya keterlambatan pendistribusian minyak goreng kemasan ke minimarket. Setiap harinya, ungkap Dicky, minyak goreng kemasan yang disajikan di minimarket itu selalu habis. Fenomena keterlambatan distribusi ini baru terjadi saat ini. Dicky memastikan tidak ada praktik penimbunan minyak goreng kemasan.

“Berdasarkan monitoring di minimarket, minyak goreng habis sebelum jam 12, di gudang kosong karena supplier belum kirim, jadi persoalannya pendistribusian dari supplier yang terlambat,” ungkapnya.

Terkait dengan masalah keterlambatan distribusi tersebut, pihaknya melapor kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Perdagangan. Diharapkan, ada solusi agar distribusi minyak goreng ke minimarket tidak terlambat.

Meski ada kekosongan minyak goreng kemasan di minimarket, namun kondisi tersebut tidak terjadi di supermarket. Kata Dicky, stok minyak goreng kemasan di supermarket masih banyak.

“Karena kan konsumen itu untuk pembelian ritel mah di minimarket yang dekat rumahnya, tapi kalau ke supermarket itu kebanyakan belanja bulanan,” jelasnya.

Harga Rp14 ribu minyak goreng kemasan juga sudah berlaku untuk pasar tradisional. Agar tidak kembali terjadi fenomena panic buying, pihaknya gencar melakukan sosialisasi dan menyampaikan kepada masyarakat bahwa program subisidi tersebut berlaku selama enam bulan atau sampai dengan Hari Raya Idul Fitri.

“Jadi tidak perlu panic buying, stok tetap terjaga secara nasional,” katanya.

“Kalau minyak goreng mah enggak ada harga eceran tertinggi (HET), yang ada harga acuan. Jadi sekarang yang disubsidi oleh pemerintah itu hanya minyak goreng kemasan, kalau minyak goreng non kemasan mah enggak ada kebijakannya,” pungkasnya.

Reporter: Fikriya Zulfah

Sumber: Radar Bandung

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *