DPRD Cirebon Tutup Galian C Argasunya

CIREBON– Maraknya aktivitas Galian Pasir tipe C di kelurahan Argasunya kecamatan Harjamukti Kota Cirebon, meresahkan sebagian pihak. Tak hanya masyarakat, kegiatan Galian C tersebut mendapat sorotan penyelenggara pemerintahan, baik pemkot maupun DPRD Kota Cirebon.

Keresahan warga lantaran makin hari, aktivitas galian C mengganggu kenyamanan lingkungan. Mobilitas alat berat yang mengangkut tambang pasir tak mengenal waktu, bahkan sepanjang hari mencapai 6 ton pasir diangkut tiap harinya.

Bacaan Lainnya

Akibatnya, masyarakat sekitar merasa kurang nyaman. Debu dan kotoran berterbangan menghinggapi rumah kediaman mereka. Di sisi lain, mata pencaharian mereka pun terancam karena sebelum menggunakan alat berat, masyarakat sekitar juga berprofesi sebagai kuli pasir. Namun, setelah galian C menggunakan alat berat, ladang nafkah mereka pun terhambat.

Merespon gejolak sosial yang timbul di masyarakat, Komisi I DPRD Kota Cirebon mengundang Pemerintah Kota Cirebon beserta stackeholder terkait, guna Hearing membahas permasalahan Galian C.

Hadir dalam rapat tersebut, Asisten Daerah bidang Pemerintahan dan Kesra Agus Mulyadi, Kabid Pelayanan Terpadu B DPMPTSP Yoyoh Rokayah, Kabid DLH Jajang, Kabid Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Buntoro Tirto, Perwakilan Camat Harjamukti dan Lurah Argasunya.

Sementara, Hearing dipimpin langsung Sekretaris Komisi I Rury Tri Lesmana didampingi Ketua Yayan Sopyan, diikuti Anggota Komisi I diantaranya Dani Mardani, Cicip Awaludin, Abdullah, M Handarujati K, dan Suyogo.

Asisten Daerah bidang Pemerintahan dan Kesra Agus Mulyadi mengakui, keberadaan galian C tidak hanya bermasalah dari sisi Perda terkait RTRW. Namun melanggar juga terhadap regulasi lain.

Ada satu putusan resmi dari Kepala Daerah yang sudah dikeluarkan semenjak tahun 2004 lalu. Menurut pria yang karib disapa Amul ini, Walikota Cirebon pun telah mengeluarkan surat keputusan nomor 16 tahun 2004 tentang ditutupnya dan larangan aktivitas Galian C di wilayah Argasunya.

“Dari sisi regulasi bahwa itu sudah ditutup dengan keputusan Walikota No 16 tahun 2004,” ungkap Amul usai Hearing di DPRD Kota Cirebon, Selasa (4/9).

Hanya saja, penegakan hukum itu belum dilaksanakan secara maksimal. Malah, makin kemari aktivitas galian C bertambah marak. Dan sudah dipastikan, itu melanggar Perwal dan masuk kategori Pidana. “Jadi secara regulasi tidak ada izin apapun, karena memang sudah ditentukan aturannya dan dipastikan illegal,” ujarnya.

Setelah pemerintah daerah bersama dinas terkait mengadakan Hearing, tambah Amul, DPRD Kota Cirebon putuskan akan mengeluarkan rekomendasi penutupan Galian C Argasunya. “DPRD akan mengeluarkan rekomendasi bahwa itu melanggar hukum dan ditutup dan mengambil langkah-langkah hukum sesuai perundang-undangan,” sebutnya.

Sejalan dengan itu, Pemkot pun meminta kepada dinas terkait, terutama DLH untuk membuat laporan terkait perkembangan lokasi terakhir sehingga dalam mengambil kebijakan dinilai tepat, efektif dan efisien. “Kami juga minta kepada Dinas Lingkungan Hidup untuk melaporkan kondisi terakhir secara Up Date dan kami akan melaporkan hasil pertemuan kepada pimpinan (Pj Walikota),” terang Amul.

Sebab, bagaimanapun kebijakan yang diambil diharapkan tidak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat sekitar. Terutama, wacana dilakukan alih profesi bukan satu-satunya solusi mengingat rantai perekonomian dan kecenderungan masyarakat Argasunya terhadap profesi sebagai kuli pasir itu sudah menjadi satu-satunya mata pencaharian buat mereka. “Pemerintah daerah juga harus melindungi warganya yang di sana. Dampak sosial ekonomi ini yang jadi pertimbangan. Kita bisa terpadu antara program alih profesi dengan pemberdayaan ekonomi,” menurut Amul.

Sementara, Sekretaris Komisi I Rury Tri Lesmana menyatakan, Hearing berawal dari adanya laporan keluhan warga, khususnya masyarakat sekitar. Mereka, kata Rury, banyak mengeluh dengan adanya galian C yang kini makin semarak bahkan menggunakan alat berat.

Efeknya, debu dan kotoran berterbangan menghinggapi rumah mereka, hingga mata pencaharian mereka pun terancam lantaran Galian C sudah tidak lagi menggunakan tenaga manual melainkan menggunakan alat berat. “Jumlahnya kapasitas sekitar 6 ton pasir dalam sehari,” kata Rury.

Rury geram. Ia menyayangkan pihak Yayasan melanggar komitmen sebelumnya. Pasir yang ditambang melebihi luas wilayah bahkan sampai melebar ke ruas wilayah lain. Belum lagi, jumlah alat berat makin bertambah. “Alat berat yang terjadi, semakin hari semakin melebar dari pada ketegori Yayasan,” ujar Rury.

Senada dengan Amul, Rury menjelaskan, Galian C bertentangan dengan regulasi daerah yang ada dalam keputusan Walikota. “Tertera keputusan Walikota nomor 16 tahun 2004 bahwasanya ada 3 pasal yang melibatkan hal itu dan jelas-jelas hukumnya pidana. Dengan dasar itu, maka harus ditegakkan,” tegas Rury. Seluruh Anggota dan pimpinan Komisi I menyepakati untuk dikeluarkan rekomendasi penolakan Galian C. “Hasil kesimpulannya ya tetap anggota komisi I merekomendasikan bahwa ditutup. Nanti dilaporkan ke pimpinan dan seluruh hasil pertemuan tadi,” ucapnya.

Masih di Gedung Dewan, Ketua DPRD kota Cirebon Edi Suripno mengaku telah mendapatkan laporan lisan dari rapat Hearing Komisi I.

Menurut Edi Suripno, Galian C di kawasan Argasunya jelas melanggar peruntukan awal. Pemerintah Kota mengeluarkan kebijakan daerah melalui Perwal, itu sudah dipastikan berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan tanpa sebab akan tetapi karena faktor kepentingan masyarakat untuk jangka panjang. “Daerah Argasunya, khususnya yang Eks galian C yang dulu itu peruntukannya adalah daerah konservasi dan peresapan air. Sehingga dengan alasan apa pun kegiatan disana harus dihentikan,” ungkap Ketua DPRD kota Cirebon Edi Suripno.

Untuk itu, Pimpinan DPRD menunggu hasil putusan tertulis Komisi I untuk ditindaklanjuti jajaran Pimpinan DPRD kota Cirebon. “Kemudian pimpinan segera merekomendasikan Walikota dan instansi terkait untuk menegakkan aturan daerah tentang Tata Ruang ini bahwa galian C dimaksud untuk dihentikan,” kata Edi Suripno. DPRD kota Cirebon ingin, kawasan Argasunya kembali pada peruntukan awal, yakni untuk kebutuhan konservasi dan penyerapan air. Ia menyebutkan, selain konservasi dan penyerapan air, maka tidak diperkenankan, kecuali untuk 4 sector/bidang yang dibenarkan.

Keempat sector itu ialah Hutan Kota, Taman Kota, Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) serta Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Edi Suripno berjanji, kalau surat rekomendasi telah dilayangkan kepada Pemkot kemudian 3 hari selanjutnya tidak realisasikan baik oleh Pemkot maupun SKPD atau Dinas terkait, maka akan ada sidak langsung ke lokasi oleh DPRD Kota Cirebon. “Tapi tadi menyanggupi, SKPD dan Dinas Terkait untuk inspeksi ke lapangan untuk meninjau langsung,” tandasnya.

 

(net)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *