Polda Jabar Ungkap Pinjol Ilegal Raup Untung Fantastis, Pinjam Rp5 Juta Bunga Rp80 Juta

Polda Jabar saat menggerebek kantor pinjol ilegal
Polda Jabar saat menggerebek kantor pinjol ilegal. (Foto: Istimewa)

BANDUNG – Polda Jawa Barat (Jabar) menetapkan 8 tersangka dalam kasus pinjaman online (pinjol) ilegal, yang terungkap baru-baru ini.

Diketahui mereka merupakan kelompok sindikat yang memiliki banyak cabang dan aplikasi dengan sasaran nasabah pada beberapa kota.

Bacaan Lainnya

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat, Kombes Pol Arif Rachman mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari keluhan masyarakat yang tercatat dari Maret hingga bulan ini, sudah ada 37 laporan yang merasa dirugikan dari praktik pinjol ilegal.

Arif menjelaskan pada 2 September 2021, pihaknya mendapati seseorang yang berinisial TM membuat laporan karena merasa tertekan dengan penagihan yang penyedia layanan pinjol lakukan hingga depresi.

SMS berisi link

Padahal, TM tidak melakukan peminjaman uang. Semua bermula dengan SMS berisi link hingga akhirnya ada sejumlah uang ditransfer ke rekeningnya.

“Setelah menggerebek dan menetapkan tersangka, kami pada tanggal 15 berangkat ke Jakarta untuk melakukan pengembangan dan ditemukan tempat persembunyian seorang direktur PT TII (berinisial (MSS),” ujar Arif, Kamis (21/10).

Menurut Arif, masih banyak aplikasi lainnya yang tidak terdaftar secara resmi yang digunakan untuk melakukan penekanan kepada konsumen.

“Ternyata ini suatu jaringan besar bahkan korbannya di berbagai daerah. Bisa jadi pelakunya di kota A dan korbannya di kota B atau sebaliknya. Sehingga kami bekerja sama dengan Polda DIY dan Polda lainnya memadukan data ini,” ucapnya.

Sementara itu, ada 8 tersangka yang sudah ditetapkan, yakni RSS direktur utama perusahaan, GT menjabat sebagai asisten manajer, AZ sebagai HRD.

Selain itu, RS sebagai HRD, MZ sebagai IT support, EA pemimpin tim desk collection, EM sebagai pemimpin tim desk collection dan AB sebagai desk collection atau debt collector online.

Arif mengungkapkan tak menutup kemungkinan masih ada perusahaan sejenis yang melakukan praktik serupa.

“Tapi tidak menutup kemungkinan masih ada founder yang lain. Ada 23 aplikasi ilegal, kami butuh waktu untuk mengklasterkan dan mengelompokkan korban ini menggunakan aplikasi apa,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *