Pakar Unpad Sebut New Normal Dibayangi Kolonialisme Digital

BANDUNG – Pakar Kebijakan dan Legislasi Teknologi Informasi Unpad, Dr. Danrivanto Budhijanto berpendapat, peradaban normal baru atau new normal yang muncul akibat dampak pandemi Covid-19 berpotensi menjadi platform kolonialisme digital yang mengancam kedaulatan virtual suatu bangsa dan negara.

“Pandemi Covid-19 telah membentuk peradaban normalitas baru dengan karakter personal, proporsional dan virtual. Kemudahan dan kenyamanan dalam personalisasi atas aplikasi membuatnya menjadi pandemi virtual di masyarakat,” jelasnya.

Bacaan Lainnya

“Aspek-aspek ini akan menjadi penentu pemenang kolonialisme digital,” imbuh Danrivanto.

Menurut Danrivanto, situasi tersebut ditandai dengan masifnya penggunaan aplikasi telekonferensi dan aplikasi streaming multimedia berlangganan oleh individu, komunitas, korporasi, hingga institusi. Pasalnya, menjalani aktivitas normal baru di masa pandemi sangat bergantung pada kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Namun, Danrivanto yang kini menjebat Ketua Departemen Hukum Teknologi Informasi dan Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Unpad menyayangkan kebijakan dan legislasi tidak berlaku proporsional bagi para penyedia aplikasi telekonferensi dan layanan virtual lainnya.

Alasan sebagai penyedia layanan “over-the-top” melalui internet, kata Danrivianto, menjadi justifikasi pamungkas untuk imunitas pematuhan legislasi penyiaran, film, periklanan di Indonesia.

Danrivanto menjelaskan, dalam hal ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerapkan “pajak virtual” berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2020.

Pajak virtual ini dibebankan kepada para penyedia platform marketplace maupun aplikasi media sosial asing yang akan berlaku mulai Juli mendatang. “Setidaknya, ini menunjukkan upaya kesetaraan proporsional dengan pelaku ekonomi digital nasional,” jelasnya.

“New Normal adalah perwujudan Data as a New Oil, dan tanpa pematuhan terhadap legislasi nasional oleh para pelaku ekonomi digital asing maka ketahanan ekonomi menjadi terancam,” tuturnya.

Seharusnya, sambung Danrivanto, legislasi penyiaran, film, periklanan nasional disanggupkan secara konstitusional untuk dipatuhi para penyedia aplikasi layanan film atau video virtual asing sebagai amanat kedaulatan virtual.

“Normal Baru adalah infrastrukur pemulihan ekonomi dan sosial, namun tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan personal dengan berbasis virtual,” pungkasnya.

(muh)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *