Takut Diretas, Batasi Jangkauan Pengiriman Data Nuklir

Sebelum menerima data tersebut, aplikasi yang dibuat Bekti sudah dibekali dengan kecerdasan buatan. Namanya adalah Auto-Associative Neural Networks (AAN). Kecerdasan buatan itu dikembangkan sendiri oleh Bekti. Dengan bekal kecerdasan buatan tersebut, aplikasi Simor bisa menyimpulkan apakah pengoperasian reaktor nuklir bermasalah atau normal.

Untuk urusan suhu, misalnya, aplikasi tersebut akan menganalisis temperatur yang berjalan normal atau tidak. Misalnya, ada di kisaran 21 derajat Celsius sampai 51 derajat Celsius. Kemudian, ada perubahan daya sekitar 25 persen, tetapi temperaturnya naik secara signifikan. Nah, pada kondisi itu, indikator yang menunjukkan anomali akan berkedip-kedip. Secara otomatis juga aplikasi Simor akan menganalisis penyebabnya.

Apakah pada perangkat pompa atau peranti lain. Jadi, hebatnya aplikasi Simor karya Bekti tersebut, tidak hanya mengetahui ada kondisi tidak normal secara dini. Tetapi, juga mampu menganalisis potensi penyebabnya.

Dengan demikian, petugas atau operator reaktor nuklir bisa mendapatkan peringatan dini dengan cepat. Selain itu, memperoleh hasil analisis titik kerusakan dengan cepat. Dengan demikian, bisa secepatnya dilakukan penanganan atau perbaikan.

Suami Atin Liswandani itu mengatakan, informasi peringatan dini merupakan unsur penting dalam fasilitas reaktor nuklir. Dia mencontohkan kerusakan fasilitas reaktor nuklir di Three Mile Island (TMI), Amerika Serikat, pada 28 Maret 1979. Bekti menceritakan, kecelakaan nuklir di TMI tersebut diawali adanya anomali. Namun, anomali tersebut tidak diketahui sejak awal. Kemudian, fasilitas reaktor nuklir kolaps. ’’Terjadi pelelehan di reaktor,’’ ungkapnya.

Dengan aplikasi Simor, operator nuklir bisa mengetahui gejala tidak normal jauh sebelum terjadi kerusakan parah. Dengan demikian, mereka memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perbaikan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *