Mobil Listrik yang Lahir Akibat Banyaknya PHK di Tengah Pandemi

Mobil listrik karya SMK Model PGRI 1 Mejayan yang dibuat untuk pelaku UMKM.

RADARSUKABUMI.com – Semula ingin bikin tempat berjualan, lalu kereta dorong, berubah jadi kereta kelinci, hingga akhirnya diputuskan mobil listrik. Digarap para guru SMK Model PGRI 1 Mejayan, Madiun, dibantu sejumlah siswa yang rajin ke bengkel sekolah.

M. HILMI SETIAWAN, Jakarta

Bacaan Lainnya

IIF Tyanggoro mengamati dengan saksama mobil listrik yang tengah diuji coba itu. Khususnya sistem penggerak dan elektronik yang menjadi tanggung jawabnya. Sistem penggerak khususnya untuk maju dan mundur. Kemudian, sistem listrik seperti lampu depan, belakang, serta lampu rem.

Iif memang kebagian menggarap sistem penggerak dan elektronik. Mobil yang diuji coba Selasa lalu (30/6) tersebut hasil keroyokan guru dan siswa SMK Model PGRI 1 Mejayan, Madiun, Jawa Timur. ”Uji coba lancar. Semua sistem berjalan baik,” kata Iif yang baru saja lulus dan sudah diterima di Politeknik Negeri Malang itu ketika dihubungi Jawa Pos.

Karya SMK Model PGRI 1 Mejayan tersebut digarap di tengah pandemi. Butuh waktu sekitar sebulan sebelum akhirnya bisa mengaspal dalam uji coba di jalanan dekat lokasi sekolah. Berkonsep mobil niaga, kendaraan berbasis setrum itu cocok untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kepala SMK Model PGRI 1 Mejayan Sampun Hadam menuturkan, pengerjaan proyek mobil listrik itu dibantu enam siswa. Perinciannya, 2 siswa dari jurusan elektro dan 4 siswa dari jurusan mesin. Dia memilih siswa yang selama ini dinilai tekun. ”Anak-anak yang biasanya tidak langsung pulang. Tetapi ke bengkel (sekolah, Red) dulu,’’ jelasnya.

Iif membenarkan itu. ’’Saya kalau ada waktu longgar ke sekolah. Bantu-bantu di bengkel,’’ katanya.

Gagasan membuat mobil listrik berjenis mobil niaga itu muncul sekitar sebulan lalu. Salah satunya dipicu keprihatinan adanya korban PHK (pemutusan hubungan kerja) di tengah wabah Covid-19.

Di sekitar lingkungan sekolah juga banyak warga yang kehilangan pekerjaan. Menurut Sampun, di Madiun banyak warga yang bekerja di Surabaya, bahkan sampai di Jakarta. ’’Mereka di-PHK dan pulang tanpa ada kejelasan pekerjaan,’’ katanya.

Sampun memperkirakan, para para korban PHK itu butuh waktu sekitar 1–2 tahun lagi untuk kembali mendapatkan pekerjaan. Sampun sempat kepikiran membuatkan tempat untuk berjualan di pinggir jalan.

Tapi, nanti malah terlihat tidak tertata. Dia juga berencana membuat kereta dorong, tetapi malah merasa kasihan. Dia mengaku semula tidak langsung membuat mobil listrik. ”Awalnya mau bikin kereta kelinci yang diontel itu,’’ jelasnya.

Tetapi, setelah menimbang-nimbang, akhirnya diputuskan membuat mobil listrik. Khususnya mobil listrik niaga yang bisa digunakan masyarakat untuk berusaha atau berdagang.

Kebetulan sekitar sepekan sebelum Covid-19 meledak di Wuhan, dia bersama rombongan guru lainnya baru pulang dari Tiongkok. Di Negeri Panda itu, dia, antara lain, mempelajari mobil listrik.

Akhirnya rangka yang semula akan digunakan untuk kereta kelinci disulap menjadi rangka mobil. Sampun juga sempat menyurvei harga kendaraan sejenis. Yakni, motor niaga yang memiliki tiga roda. ”Ternyata harganya sampai Rp 30 juta/unit,’’ jelasnya.

Selain itu, untuk mengendarai motor niaga seperti itu, dibutuhkan keterampilan ekstra. Sebab, dituntut memiliki keseimbangan.

Akhirnya Sampun mengubah lagi sasis atau kerangka utama sehingga menyerupai mobil. Memiliki empat roda. Hanya, ukurannya tidak segede mobil pada umumnya.

Ukurannya tetap seperti motor niaga yang beroda tiga. Bagian depan adalah kursi kemudi. Kemudian, di bagian belakang bak untuk tempat barang-barang yang akan dijajakan.

Sebelumnya, saat dipajang di sekolah, mobil itu sudah dipenuhi aneka barang dagangan. Mulai minuman hingga beberapa jenis makanan ringan. Namun, saat uji coba Selasa lalu, semua barang dagangan tersebut diturunkan dahulu. ’’Mobilnya kosong,’’ kata Iif.

Untuk baterai, digunakan yang berukuran 12 volt. Dia menjelaskan, mobil listrik (moblis) yang dia buat itu memiliki daya kecil, tetapi bertenaga besar. Sumber tenaga full menggunakan listrik. Jadi ramah lingkungan.

”Mobil listrik ini kami rancang untuk digunakan berjualan. Jadi, bisa dinaiki sampai dua orang,’’ tuturnya.

Seluruh komponen yang dia gunakan adalah produk lokal. Tidak ada yang impor. Saat ini produk mobil listrik sudah jadi satu unit untuk prototipe.

Dia sudah siap jika ada pemesan yang ingin memiliki mobil listrik tersebut untuk usaha. Mobil listrik itu juga sempat dijajal digunakan untuk berjualan pecel Madiun.

Selama pengerjaan, lulusan SMK Negeri 1 Madiun itu mengatakan, tantangannya ada di sistem elektrikalnya. Kemudian, sistem penggerak supaya bisa maju dan mundur.

Mobil listrik itu menggunakan sistem matik. Jadi, giginya hanya untuk maju, mundur, dan posisi netral. Dengan sistem matik tersebut, dia mengatakan, mobil makin mudah untuk dikendarai.

Dalam keadaan batarei penuh, mobil listrik bisa dipacu dengan jarak tempuh sampai 90 km. Kemudian dengan kecepatan maksimal 40 km/jam. Sebagai mobil niaga, Sampun mengatakan tidak perlu kecepatan yang tinggi.

Selain itu, dengan kecepatan yang sampai 40 km/jam tersebut, energi bisa lebih hemat. Sementara itu, untuk pengisian listriknya, dibutuhkan waktu sekitar tiga jam. ’’Jadi, malam di-charge, pagi dipakai untuk usaha,’’ katanya.

Namun, dengan baterai yang lebih bagus lagi, dia mengatakan, durasi pengisian listriknya bisa lebih cepat lagi. Ke depan dia bakal mengenalkan mobil listrik niaga itu ke desa-desa. Apalagi, saat ini SMK Model PGRI 1 Mejayan bermitra dengan 72 unit desa. Harganya dibanderol Rp 20 juta. Itu sudah termasuk pajak.

Dia berharap karya sekolah yang dia pimpin tersebut bisa menjadi solusi persoalan perekonomian di desa akibat pandemi Covid-19. Beberapa desa, katanya, cukup responsif dengan inovasi tersebut.

Lahirnya mobil listrik itu juga menunjukkan bahwa di tengah pandemi anak-anak SMK tetap bisa berinovasi. Sekolah yang dia pimpin memang tidak bisa menerapkan belajar dari rumah secara penuh.

”Karena ada praktik. Tidak bisa dilakukan secara daring (online, Red),’’ tuturnya.

Sebagai kepala sekolah, dia mengatur setiap sesi pembelajaran praktikum di bengkel, tidak lebih dari sepuluh siswa.

Dibuat bergantian. Rata-rata satu kelas berisi 32 siswa. Dengan tetap melakukan praktik di bengkel, anak-anak bisa mengasah keterampilan dan keahlian. ’’Jika anak-anak tidak ngelas atau kerjakan mesin, nanti takutnya lupa,’’ katanya. (*/c10/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *