Melihat Kehidupan Lastri dan Siti Anak Yatim Piatu Asal Cibadak

PERLU BANTUAN: Kedua anak yatim piatu pada saat dikunjungi oleh Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Ade Dasep Zaenal Abidin

RADARSUKABUMI.com – Takdir teu bisa dipungkir, qadar teu bisa di singlar (Tidak bisa menghindari nasib atau takdir red), adalah kata yang cocok untuk kedua anak yatim asal Kampung Kamandoran RT 02/10, Desa Karangtengah, Kecamatan Cibadak, betapa tidak diusaianya yang masih belia harus secepat itu ditinggal kedua orang tuanya tercita.

Laporan : Handi Salam Sukabumi

Bacaan Lainnya

Pejuangan Lastri Sri rahayu (15) dan Siti Nurohmah (10) cukup berat, betapa tidak setelah ditinggal kedua orang tuanya. Lastri yang masih duduk di bangku kelas IX SMP dan Siti di bangku SD kelas V ini harus tinggal berdesakan dirumah keluarga kakaknya.

Ibunya tiga tahun lalu meninggalkan dirinya akibat sakit kangker otak, sementara ayahnya meninggal akibat kecelakaan kerja terkena gas beracun akhir tahun kemarin.

Untuk bertahan hidup, keduanya disamping dibantu kakaknya Sandi Cahya (40) sehari-hari berjualan gorengan keliling kampung sebelum sekolah dan sepulang sekolah. Lastri dan Siti tinggal bersama keluarga kakanya di rumah berukuran 6 kali 4 dengan kondisi rumah yang jauh dari kata lanyak. Dengan dinding bilik bambu dan beberapa penyangga kayu dengan lantai tembok yang sudah tidak baik lagi membuat menambah keprihatinan.

Saat disambangi, keduanya bercerita bahwa kehidupan ini mau tidak mau harus dijalani, meski saat ini tinggal bersama keluarga kakaknya tak membuat patah semangat, buktinya setiap hari dirinya berjualan gorengan untuk menambah bekal dan tabungan pasa saat besar nanti.

“Saya setiap hari dagangkan gorengan buatan bibi (istri Kakanya red), meski tidak banyak cukup untuk biaya bekal sehari-hari. Jika ada lebih saya tabungkan, “terang sambil berkaca-kaca

Keduanya, sadar betul dengan hidup menumpang di rumah kakaknya, tentu tidak ingin memberatkan kehidupan kakaknya yang sama-sama sulit.

Diketahui sehari-hari, kakaknya Sandi hanya mengandalkan sebagai buruh serabutan. Sehingga pendapatannya pun tidak menentu. Sementara, dua kakak lainnya kini sudah menikah dan tidak tinggal bersama. Nasib kehidupan kakak-kakanya pun tak jauh dari kata cukup, masih serba kekurangan.

” Kalau Sehari-hari untuk biaya sekolah dan makan dari kakak dan itu pun terkadang tidak mencukupi. Makanya kami untuk bantu nambah-nambah beli makan dan menabung kami berdua berjualan gorengan keliling kampung,”terangnya.

Dengan kondisinya yang kini serba kekurangan, Lastri berharap adanya uluran tangan dari dermawan. Lastri yang bercita-cita menjadi guru dan Siti menjadi dokter ini sampai sekarang belum tersentuh program dari pemerintah.

“Ingin rumahnya dibenerin kaya rumah teman-teman. Ya Allah semoga saja ada dermawan yang mau melihat dan membantu kami,” kata Lastri penuh harap.

Sementara, Sandi Cahya mengaku sangat iba saat melihat kedua adiknya setiap hari harus berkeliling kampung jualan gorengan. Hatinya menangis, ingin membahagiakan kedua adiknya itu.

“Bukannya tidak sedih, saya hanya buruh serabutan. Hasilnya kadang tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga dan kedua adiknya,” keluhnya.

Untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga dan adiknya saja, kata Sandi, dia sudah sangat bersyukur. “Serabutan, ya kalau tidak dapat uang hari ini, harus sabar nunggu esoknya,”tukasnya. (*/)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *