Kalingga Apriliya Mayani, Guru dengan Jam-Jam Pelajaran yang Tak Ubahnya Piknik

Kalingga Apriliya Mayani
Kalingga Apriliya Mayani

Karpet dan Camilan Temani Siswa Simak Fisika, Kimia, serta Matematika

Di pelajaran-pelajaran yang diampu Kalingga Apriliya Mayani, para siswa boleh ngemil sambil selonjoran atau telentang. Syaratnya, mereka harus paham topik bahasan dan tetap ada batasan sopan santun sebagaimana lazimnya murid-guru.

ZALZILATUL HIKMIA, Kota Bekasi

KALINGGA Apriliya Mayani baru lima tahun menjadi guru. Tapi, gebrakannya kerap bikin geleng-geleng kepala para koleganya sesama pengajar. Jam-jam pelajaran guru 27 tahun itu serasa piknik. Karpet pernah digelar di tengah kelas untuk selonjoran para siswa yang tengah menyimak penjelasannya.

Tak hanya itu, ada camilan-camilan yang juga kerap menemani sesi belajar fisika, kimia, dan matematika yang diampu guru SMA Patriot dan SMK Kesehatan Patriot III Kota Bekasi tersebut.

”Ada yang sampai telentang. Tahu gak sih orang kesurupan? Kepalanya nengok ke atas, ke papan tulis. Habis lihat gitu, balik miring nulis lagi hahaha,” ujarnya saat ditemui Jawa Pos Senin (2/1) pekan lalu di Kota Bekasi.

Kebebasan ini bukan untuk sok asyik atau sekadar viral. Cara ajar ini sudah diterapkan olehnya sejak pertama menjabat guru honorer pada 2018. Bedanya, kali ini ada siswa-siswanya yang sengaja jadi paparazi dan membagikan video mengajarnya yang dinilai tak biasa tersebut.

Apalagi dibumbui dengan celetukan-celetukan Lingga (sapaan Kalingga Apriliya Mayani) yang nyambung banget dengan murid-muridnya. Siapa sangka, video tersebut malah FYP di TikTok. Yang menonton belasan juta.

Konsep Lingga sebetulnya sederhana. Dia hanya tak mau siswa dipaksa belajar dengan cara duduk diam sambil mencatat pelajaran yang sedang dipaparkan. Lingga paham betul bahwa setiap siswa punya cara belajar berbeda-beda. Ada siswa yang lebih fokus belajar sambil mendengarkan musik, ngemil, atau bahkan tiduran.

”Makanya, aku bilang saat mapel (mata pelajaran) aku, silakan duduk senyaman mungkin selama belajar,” katanya.

Metode itu hanya berlaku saat dia memaparkan materi. Ketika sesi latihan soal atau ulangan harian, para siswa tetap wajib duduk teratur sesuai basic yang ada. Kebebasan itu pun tak lantas diberikan cuma-cuma. Lingga selalu memastikan, murid-muridnya paham atas apa yang diajarkan.

Biasanya, seusai transfer materi, akan ada sesi latihan soal tulis maupun lisan. Jumlahnya bisa sampai puluhan soal. ”Tapi, seringnya yang dilihat guru-guru lain saat ngaso-nya aja,” ungkapnya lantas tertawa.

Ya, selalu ada waktu setengah jam untuk istirahat atau ngaso di setengah jam terakhir jam pelajaran. Waktu-waktu itu yang kerap diisi sesi curhat atau lawakan-lawakan dari sang guru maupun para siswa.

Kedekatan tersebut bukan berarti membiarkan siswa tanpa unggah-ungguh alias sopan santun. Anak bungsu dari tiga bersaudara itu tetap memegang kendali soal sopan santun yang harus diterapkan di kelas.

Lingga tak pernah ragu menegur jika ada yang kebablasan, baik saat mengobrol maupun bercanda. Baginya, posisinya tetap sama. Guru dan siswa. Ada batasan yang harus dijaga.

”Misal lagi cosplay jadi bocah, ngomongnya sudah pakai aku ini ini nih, ya aku timpali, iya nih aku gini-gini. Tapi, kalau dia tiba-tiba manggil aku kamu, langsung tegur. Harus tetap Bu Lingga,” paparnya.

Lingga juga anti-PR-PR (pekerjaan rumah) club. Bagi alumnus Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta tersebut, latihan puluhan soal di sekolah sudah cukup untuk memastikan ketercapaian pembelajaran siswa.

Tak perlu lagi memberi siswa PR. Sebab, saat sesi tersebut, semua dibahas tuntas. Termasuk kesulitan-kesulitan yang ada.

Selain itu, PR justru seolah membawa masalah luar ke dalam rumah. Padahal, saat pulang sekolah, siswa butuh bersosialisasi, bermain bersama teman, berkumpul bersama keluarga, atau me time dengan sekadar main ponsel.

Semua metode tersebut dia pelajari ketika masih menjadi siswa. Lingga mencoba memahami cara mengajar para guru pada dia dan teman-temannya.

Bagaimana guru memberikan perhatian kepada siswa yang bukan dari golongan siswa pintar, ber-IQ tinggi, atau berprestasi. Atau kepada siswa yang terlalu berisik di kelas. Nyatanya, tak semua mendapat perhatian sama saat belajar. ”Aku tuh dulu sering dicuekin karena terlalu berisik. Padahal pengin banget bisa,” kenangnya.

Dari sana Lingga yang sejak kecil bercita-cita menjadi guru sudah menanamkan janji untuk jadi guru yang bisa care kepada semua anak.

Lalu, apakah metodenya selalu berhasil pada semua siswa? Dengan mantap, penggemar Avenged Sevenfold itu menjawab tidak. Ia tahu pasti kepribadian siswa berbeda-beda. Karena itu, ia tak lantas sok asyik ketika mengajar siswa baru.

Apalagi jika didominasi siswa pendiam. Triknya satu, kasih games. ”Jadi, sebenarnya mereka itu perlu dibakar semangatnya. Kita cari keributan lah hahahaha,” ungkapnya.

Setelah viral, bukan hanya pujian yang mampir pada Lingga. Banyak omongan miring yang juga ditujukan kepadanya. Terlebih setelah ia aktif membagikan momen-momen kebersamaannya dengan para siswa. Padahal, sebelum viral, ia sudah sering membuat video-video rekap. Baik bersama para muridnya maupun tim dance-nya.

Selain dance, ngonten dengan para siswa ini juga jadi salah satu terapi healing baginya. Tak banyak yang tahu, di balik sosoknya yang ceria, Lingga sempat depresi berat. Ia pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Momen itu terjadi awal tahun lalu. Perempuan kelahiran 1995 tersebut diterpa masalah keluarga. Kondisi pandemi Covid-19 pun kian memperburuk situasinya kala itu. Banyak pekerjaan yang mandek. Keuangannya pun tak stabil.

Belum lagi, kondisi kakinya yang memang mengalami leg length discrepancy atau panjang sebelah sedang terasa tak baik-baik saja. ”Waktu itu rasanya berat banget. Mikirnya, gila ya, gue udah cacat, di-bully sejak SD-SMP, masak dapat masalah keluarga juga?” kenangnya.

Berbulan-bulan Lingga harus menelan semua masalahnya sendiri. Ia tetap mengajar secara daring dengan ceria meski setelahnya diisi tangis. Puncaknya ketika ia harus dilarikan ke rumah sakit. Lingga didiagnosis Covid-19, radang usus, hingga tifus.

Nah, saat terbaring di rumah sakit itu, Lingga dikagetkan dengan ratusan ribu notifikasi di handphone-nya. Isinya like dan comment di video yang dibuatnya. Siapa sangka, video-video rekapnya berhasil FYP. Dari sana ia mulai bangkit lagi. Kondisi keluarganya pun perlahan membaik setelah dirinya masuk rumah sakit. ”Kalau diingat, gila ya gue keren banget. Masih idup loh sampai sekarang. Terima kasih diriku,” kelakarnya. (*/c9/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *