Oktan Rendah Bisa Picu Penyakit Kanker

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menegaskan, Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan oktan rendah seperti Premium bisa memicu penyakit mematikan. Menurutnya, BBM oktan rendah akan membuat pembakaran di dalam mesin menjadi tidak sempurna.

“Sangat berbahaya untuk kesehatan. BBM oktan rendah bisa memicu berbagai penyakit, termasuk kanker,” katanya di Jakarta, Minggu (4/3).

Bacaan Lainnya

Hal ini, terjadi karena pembakaran BBM di ruang bakar hanya karena tekanan mesin, bukan dari percikan api dari busi. Menurutnya, akibat yang terjadi adalah selain menjadikan mesin mengelitik (knocking), juga membuat banyak BBM terbuang dan menjadi emisi hidrokarbon, karbon monoksida (CO), dan nitrogen dioksida melalui knalpot.

Untuk mengetahui hal tersebut, KPPB melakukan penelitian bersama Universitas Indonesia (UI). Dari penelitian ini, menunjukkan bahwa rata-rata air seni masyarakat Jakarta mengandung polysiclic aromatic hydrocarbons (PAH) 2.200 mg kreatinin. Angka ini, lanjutnya, sangat tinggi karena standar dari World Health Organizazation (WHO) hanya memperbolehkan 500 mg kreatinin.

Hasil lainnya, menunjukkan juga bahwa di dalam urine ditemukan pula benzene yang juga sangat tinggi, yakni 8,9 mg. Angka itu jauh di atas standar WHO, dimana maksimalnya hanya boleh 0,3 mg kreatinin.

“Emisi hidrokarbon inilah yang memicu kanker. PAH dan benzene pada urine masyarakat Jakarta itu berasal dari pencemaran hidrokarbon kendaraan bermotor. Jadi wajar saja, bila angka penderita kanker di Jakarta tinggi dan terus meningkat. Tapi, karbon monoksida itu bersifat racun dan nitrogen dioksida bisa memicu penyakit paru-paru,” jelasnya.

Senada dengan Safrudin, Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Imran Agus Nurali menambahkan, BBM oktan rendah akan mencemari lingkungan, yang pada ujungnya akan berdampak pula pada kesehatan manusia.

“Mengganggu saluran pernafasan. Apalagi di jalanan yang padat kendaraan, akan berisiko terkena gangguan pernapasan. Yang punya risiko asma bisa lebih memicu asma, dan jangka panjangnya adalah kanker paru-paru,” kata Imran.

Oleh karena itu, Imran menilai positif bila konsumsi Premium di masyarakat berkurang. Ia melanjutkan, berkurangnya konsumsi Premium tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang dibuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), termasuk diantaranya Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.

“Aturan tersebut, mengatur pemberlakuan teknologi Euro-4 di Indonesia. Kemenkes sangat mendukung kebijakan tersebut dan memang selalu berharap adanya lintas sektoral yang berwawasan kesehatan,” tutupnya.

(sab/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *