LPS Jadi Lembaga Kelas Dunia

TRANSFORMASI LEMBAGA: Kepala Kantor Manajemen Strategis dan Perumusan Kebijakan LPS Suwandi (kedua dari kanan) dan Direktur Group Penanganan Premi Penjaminan LPS Samsu Adi Nugroho (kedua dari kiri) saat pemaparan di LPS Media Worksop di Cirebon, akhir pekan kemarin.

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatatkan kinerja positif pada pertengahan 2019. Sejumlah upaya transformasi kelembagaan menjadikan LPS memiliki total aset Rp110 T dan akan terus meningkat di akhir tahun. Hal itu menjadikan LPS sebagai lembaga penjaminan dengan aset ketiga terbesar di Asia setelah Jepang dan Korea Selatan.

Kenaikan jumlah aset tersebut seiring dengan penerimaan premi untuk pelaksanaan fungsi penjaminan dana simpanan nasabah. Per 31 Juni 2019, peserta penjaminan LPS mencapai 1.856 bank. Jumlah itu terdiri atas 113 bank umum/bank umum Syariah dan 1.734 BPS/BPR syariah.

Tak sekadar memiliki aset yang besar, LPS sebagai institusi dengan otoritas menjamin simpanan nasabah di Tanah Air pun paling berpengalaman dalam menangani bank gagal.
Kepala Kantor Manajemen Strategis dan Perumusan Kebijakan LPS Suwandi menjelaskan, LPS telah menangani 96 BPR dan 1 bank umum gagal sejak periode 2005-2019. “Dan menyelamatkan 1 bank,” tandas dia dalam pemaparan Media Training LPS di Cirebon pada 26-28 Juli 2019.

Diungkapkan Suwandi, penyebab kegagalan bank yang mayoritas adalah BPR tersebut adalah faktor buruknya tata kelola perusahaan, bukan karena persaingan usaha. “Di negara lain, bank tutup karena kalah inovasi, pelayanan, maupun IT sehingga ditinggalkan nasabah. Di Indonesia, bank tutup dikarenakan adanya penyalahgunaan kewenangan dari manajemen maupun karyawan,” jelas Suwandi.
Sebagai informasi, pada 2019 ini sudah ada 6 BPR bermasalah yang ditutup LPS. Rinciannya, BPR Jabal Tsur, BPRS Safir, BPR Panca Dana, BPRS Muamalat Yotefa, BPR Legian, dan BPR Efita Dana Sejahtera.

LPS optimitis meski tantangan yang dihadapi semain berat. Dengan upaya trasnformasi yang saat ini dijalankan, mereka bisa mengkukuhkan diri menjadi lembaga penjamin simpanan kelas dunia. Sebab, tantangan yang dihadapi LPS tidak lagi hanya menjalankan fungsi penjaminan dana nasabah, namun juga harus aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan.

“LPS melakukan sejumlah transformasi. Seperti di bidang informasi teknologi, bisnis proses maupun manajemen kinerja,” jelas Wandi. Termasuk di antaranya menambahan jumlah karyawan maupun melakukan sinergi dengan lembaga seperti OJK dan BI dalam menjaga stabilitas sistem perbankan. “Kami akan segera merealisasikan implementasi integrasi sistem pelaporan bank di 2010,” imbuh Direktur Group Penanganan Premi Penjaminan LPS Samsu Adi Nugroho pada kesempatan sama.

Meski demikian, tak dipungkiri masih banyak PR yang harus dikerjakan LPS. Seperti mengencarkan sosialisasi mengenai peran, fungsi, dan manfaat keberadaan LPS dalam menjamin uang nasabah di bank. “Kami mengakui bahwa saat ini LPS tidak memiliki kantor wilayah sehingga belum menjangkau seluruh Indonesia,” kata Suwandi.
Karena itulah peran media massa diperlukan untuk membantu sosialisasi dan edukasi pada masyarakat. Selain itu, LPS juga menempelkan stiker di depan setiap bank untuk membantu masyarakat lebih mengerti.

(and)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *