Industri Agro Positif, Mamin Paling Moncer

JAKARTA – Industri agro menjadi kelompok sektor manufaktur yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian nasional. Sepanjang kuartal III tahun ini, sumbangsih industri agro signifikan terhadap PDB. Sektor pengolahan nonmigas mencatatkan kontribusi 52,94 persen.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan bahwa pertumbuhan industri nonmigas terkontraksi 4,2 persen. Namun, industri makanan dan minuman (mamin) masih tumbuh positif 0,66 persen.

”Kami terus berupaya meningkatkan kinerja,” ujarnya.

Menurut Agus, industri agro juga mempunyai peran penting dalam ekspor. Khususnya sektor pengolahan nonmigas. Pada Januari-Agustus 2020, ekspor industri agro berkontribusi hingga 35,36 persen pada ekspor sektor manufaktur.

”Ini salah satu bukti bahwa industri agro masih bergeliat di tanah air,” tambahnya.

Agus menyatakan bahwa pengembangan industri agro di Indonesia cukup prospektif. Potensi itu, antara lain, karena didukung pasar domestik yang besar, sumber daya pertanian yang berlimpah, perubahan pola konsumsi konsumen, serta munculnya pemain-pemain industri agro nasional yang mampu bersaing di tingkat global.

”Dengan adanya peluang tersebut, kebijakan pemerintah dalam pembangunan industri agro adalah menjadikan Indonesia sebagai pemain terkemuka di pasar regional,’’ tegas Agus.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyatakan bahwa investasi mamin tumbuh signifikan saat pandemi.

Sampai kuartal III 2020, investasi asing pada industri mamin meningkat 14 persen. ”Akhir-akhir ini makin banyak investor menanyakan potensi-potensi mamin. Contohnya, Swedia. Konsultannya berminat menanamkan modal untuk membangun industri susu di Indonesia,” papar Adhi.

Gapmmi juga menegaskan pentingnya koordinasi hulu dan hilir dalam pengembangan food estate. Apakah untuk ke pentingan public obligation atau komersial.

”Itu harus dikoordinasikan. Public obligation harus menentukan komoditasnya. Yang selama ini terjadi, industri berjalan sendiri. Bahan bakunya berjalan sendiri sehingga terjadi kekurangan dan harus impor,” urainya. (agf/c6/hep)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *