Menelisik Ganja yang Disebut Baik untuk Medis, Begini Faktanya

Daun Ganja
Daun Ganja Ilustrasi--

JAKARTA — Sejumlah negara di dunia tengah melakukan uji klinis tentang khasiat ganja yang dinilai memiliki manfaat yang lebih spesifik saat digunakan sebagai pengobatan medis.

Di ASEAN, negara yang sudah melegalkan pemakaian ganja untuk keperluan medis adalah Laos dan Thailand sehingga mereka tergabung dengan 30 negara di seluruh dunia yang telah menerapkan aturan itu.

Bacaan Lainnya

Ganja yang masuk dalam jenis ini adalah semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman, termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja, termasuk damar ganja dan hasis.

Khususnya, pada kandungan atau senyawa cannabinoid yang terdapat pada minyak ganja dan disebut cannabidiol (CBD). CBD adalah salah satu sumber cannabinoid yang paling banyak dipelajari fungsinya bagi pengobatan.

Meski begitu, kandungan tersebut juga ditemukan pada tumbuhan ganja rami. Pada rami senyawa yang dibutuhkan itu kadarnya hanya sedikit dan perlu penelitian lebih lanjut apakah fungsinya bisa menyamai kandungan CBD pada tanaman ganja atau tidak.

Lantaran memiliki khasiat dalam pengobatan, CBD juga sering disebut dengan istilah ganja medis. Hal itu bertujuan agar tidak disalahartikan sebagai ganja yang disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Metode CBD dalam mengatasi nyeri tersebut adalah dengan mengubah jalur persepsi nyeri yang ada di otak melalui sistem saraf. Yang kemudian nyeri dirasakan pasien bisa berkurang secara signifikan.

Dalam beberapa kasus, ganja medis juga dilaporkan membantu menggantikan penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) jangka panjang seperti ibuprofen, yang kita dikenal memiliki efek samping.

Berikut sejumlah manfaat dari ganja medis:

1. Obat pereda nyeri

Melansir Medical News Today, di sejumlah negara yang melegalkan ganja sebagai pengobatan, dokter biasanya akan meresepkan obat dengan kandungan CBD itu sebagai obat pereda nyeri.

Biasanya CBD digunakan dalam pengobatan epilepsi tingkat lanjut, meredakan efek samping dari kemoterapi, dan beberapa penyakit lain seperti cerebral palsy biasanya menyebabkan nyeri kronis. Sedangkan pada ganja medis efek sampingnya cenderung ringan.

2. Mengurangi peradangan

Melansir Healthline, senyawa CBD ini dikenal karena efek halusinogenik-nya pada otak. Pada tanaman ganja dapat mengandung sekitar 40 persen CBD. CBD juga dianggap memiliki efek anti-inflamasi pada sistem saraf pusat, sehingga dapat dimanfaatkan secara positif bagi tubuh.

Penggunaan ganja medis diketahui juga dapat mengurangi peradangan pada beberapa pasien. Seperti, sindrom rheumatoid arthritis yang berfungsi mengurangi peradangan dalam tubuh dan meningkatkan kesehatan secara menyeluruh.

3. Mengobati depresi

Kandungan senyawa CBD dapat berpengaruh terhadap sistem limbik. Berdasarkan tinjauan yang diterbitkan dalam Clinical Psychology Review, ganja dapat mengobati gangguan mental.

Dokter terkait bisa saja merekomendasikan CBD sebagai pengobatan untuk mengatasi pasien dengan gangguan neurologis yang memengaruhi mental seseorang. Sejumlah penyakit tersebut di antaranya anxiety (kecemasan) yang menjadi gejala depresi, epilepsi, multiple sclerosis, parkinson, post-traumatic stress disorder (PTSD), dan sejumlah kasus gangguan tidur seperti insomnia.

Kegunaan minyak ganja dalam mengatasi berbagai gangguan tersebut karena ganja memiliki fek relaksasi dan bersamaan dengan itu juga punya efek pereda nyeri.

Sehingga ketika dalam pengobatan pun hasilnya lebih efektif karena punya dua manfaat sekaligus.

4. Pengobatan kanker

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa CBD yang diberikan secara oral mampu mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi.

Selain itu, pertumbuhan sel kanker juga dapat diperlambat oleh CBD, bahkan beberapa studi di antaranya menyebut CBD dapat membunuh sel kanker.

Risiko penggunaan ganja sebagai pengobatan: Di balik manfaatnya yang dapat dijadikan obat untuk sejumlah penyakit, ganja juga memiliki efek samping yang mungkin dialami pasien.

1. Kecanduan

Melansir Healthline, risiko tersebut mencakup memiliki efek yang memengaruhi sistem saraf pusat. Sehingga dapat menimbulkan risiko semacam zat aditif atau kecanduan.

Alasan itu pula yang mendorong permasalahan legalitas ganja di sejumlah negara.

2. Berbahaya bagi pasien

Terlebih pada efek halusinogen yang menyebabkan pasien mengalami halusinasi ringan, keterampilan motorik buruk atau perbedaan antara persepsi dan realita.

Efek tersebut dikatakan dapat membahayakan pasien jika penggunaannya tanpa pengawasan dokter. Apalagi jika si pasien rawat jalan dan mengonsumsi obat-obatan itu di rumah.

3. Efek depresan

Mirip dengan penggunaan alkohol, ganja dapat menyebabkan efek depresan. Mungkin pasien dapat terlihat lebih tenang ketika menggunakan obat dari ganja medis.

Pos terkait