Aksi Makelar Tanah Bikin Proyek Lelet

JAKARTA – Percepatan pembangunan infrastruktur masih terkendala masalah klasik, masalah pembebasan lahan. Hal ini membuat proses pengerjaan proyek berlarut-larut dan anggaran membengkak. Perlu terobosan baru untuk mengatasinya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadiyanto mengatakan, sulitnya melakukan pembebasan lahan disebabkan banyak makelar tanah. Mereka melakukan spekulasi.

“Makelar bikin kavling-kavling tanah mahal. Proses yang berlarut-larut membuat ekspansi harga semakin mahal. Proses percepatan pengadaan lahan menyulitkan investor,” ungkap Hadiyanto dalam sebuah seminar nasional di Jakarta.

Menurutnya, untuk mengatasi masalah pengadaan lahan, dibutuhkan sinergisitas antara kementerian/lembaga. Perlu dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

“Saya kira perlu peran penilai tanah yang bisa mengestimasi nilai tanah yang akan dibebaskan. Karena, selama ini lamanya pembebasan lahan terkendala karena harga tanah yang memuncak tinggi,” imbuhnya.

Hadiyanto menuturkan, pemerintah saat ini tengah fokus dalam mempercepat Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Kementerian Keuangan telah memperkirakan kebutuhan pendanaan hingga 2019 nanti mencapai Rp 4.700 triliun.

Perkiraan ini telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang mencapai Rp 4.700 triliun. Dari nilai tersebut kontribusi pembiayaan pembangunan yang harus disediakan dari APBN yakni sebesar 41,3 persen yaitu sekitar Rp 1.941 triliun. Kemudian, yang berasal dari BUMN yaitu 22 persen atau Rp 1.034 triliun. Sedangkan untuk pendanaan yang harus dipenuhi swasta sekitar 36,7 persen atau sekitar Rp 1.725 triliun.

“Kalau kita lihat anggaran infrastruktur dari waktu ke waktu naik pesat, untuk 2018 dalam RAPBN sebesar Rp 409 triliun,” jelasnya.

Dana tersebut, lanjut Hadiyanto, akan digunakan untuk belanja kementerian/ lembaga sebesar Rp 161,2 triliun, belanja non kementerian/lembaga sebesar Rp 3 triliun, transfer ke daerah dan dana desa untuk infrastruktur Rp 182,8 triliun. Kemudian untuk fasilitas pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 48,1 triliun. Infrastruktur sosial Rp 9 triliun, serta untuk dukungan infrastruktur sebesar Rp 4,9 triliun.

Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Arie Yuriwin mengakui, pembebasan lahan menjadi salah satu kendala tertinggi yang dihadapi pemerintah dalam membangun infrastruktur. Menurutnya, kendala yang dihadapi untuk merampungkan proyek infrastruktur paling besar adalah isu pendanaan dengan persentase 30 persen.

“Nah, masalah pembebasan lahan berada di urutan kedua, dengan persentase 25 persen. Setelah itu baru masalah perizinan sebesar 10 persen, dan isu pelaksanaan konstruksi 8 persen,” ungkapnya.

Khusus persoalan pembebasan lahan, lanjutnya, hambatannya antara lain terkait sponsor, ketidakpastian pembiayaan, parameter keuangan, struktur keuangan, proses permohonan pendanaan, jaminan, dan kepemilikan aset.

Namun demikian, Arie menegaskan, di tengah sulitnya pengadaan lahan, pemerintah terus mengebut menggarap pembangunan 245 proyek infrastruktur dan dua program dalam PSN hingga 2019. Hingga Juni 2017, sebanyak lima proyek telah rampung, dan 130 proyek dalam tahap konstruksi.

Untuk diketahui 245 proyek dan dua dua program PSN diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang diubah dengan Perpres 58 Tahun 2017. Proyek itu terdiri dari pembangunan 74 proyek jalan, kereta 23 proyek, pelabuhan sepuluh proyek, bandara delapan proyek, kawasan ekonomi khusus 30 proyek, perumahan tiga proyek, pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) tiga proyek, air bersih dan sanitasi sepuluh proyek, bendungan 54 proyek, irigasi tujuh proyek.

Adapula proyek teknologi empat proyek, smelter enam proyek, energi 12 proyek, pertanian atau kelautan satu proyek. Sementara dua program PSN, yakni satu program kelistrikan 35 ribu Megawatt (MW) dan satu program pengembangan industri pesawat terbang.

“Sementara 12 proyek masih dalam tahap transaksi dan 100 proyek dalam proses penyiapan. Jadi, masih ada tugas menyelesaikan 112 proyek pada 2018- 2019, karena penyelesaian proyek hingga 2017 baru sebesar 54 persen,” ujarnya.

 

(rmol)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *