ViKada-20

Oleh: Fawzy Ahmad – Redaktur Radar Sukabumi

Saya ingin mengajak pembaca tulisan ini untuk sepakat bahwa isu virus corona sudah menjenuhkan. Kalau sepakat, maka kita lanjutkan diskusi lewat tulisan yang sangat subjektif ini. Karena yang menulisnya saya.

Bacaan Lainnya

Kenapa subjektif? Karena saya adalah orang yang berasal dari Kalimantan Utara yang kini telah resmi menjadi warga Sukabumi di Provinsi Jawa Barat.

Korelasi akademisnya apa? Ya karena kedua wilayah ini memiliki korelasi, kesamaan. Sama-sama akan menghelat pilkada tahun 2020 ini. Pilkada edisi corona.

Yang menarik adalah berpolitik di tengah pandemi itu pasti memiliki sensasi tersendiri. Bayangkan coba, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan KPU dan Bawaslu merancang yang namanya protokol politik. Ah sudahlah.

Oke, kita kembali ke soal pilkada Kaltara dan Sukabumi. Selain sama-sama melaksanakan pemilihan kada yang baru, yang sama lainnya adalah kontestannya.

Pasangan petahana dari kedua daerah tersebut resmi ‘bercerai’ demi kursi F1 dan KU1.

Irianto Lambrie dan H Udin Hianggio sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltara. Resmi berpisah demi pilkada Kaltara 2020.

Marwan Hamami dan Adjo Sardjono sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi. Pun resmi berpisah demik Pilkada Kabupaten Sukabumi 2020.

Kesamaan lainnya, mereka akan menghadapi penantang dari poros independen.

Kalau di Kaltara, ada sosok H Undunsyah. Sedangkan di Sukabumi ada figur Totong Suparman.

Sebenarnya masih ada dua kesamaan lagi. Yang pertama itu gak sama-sama banget. Yaitu antara Irianto dengan Adjo Sardjono. Mereka sama-sama pernah menjabat sekretaris daerah. Kalau Irianto menjadi Sekda Provinsi Kaltim. Sedangkan Adjo Sardjono Sekda Kabupaten Sukabumi.

Kesamaan yang kedua, Marwan Hamami dan Udin Hianggio sama-sama berlatar belakang politisi yang berasal dari almamter yang sama, Partai Golkar.

Keren ya! Entah mengapa saya merasa bangga pernah mengenal orang-orang ini.

Tulisan ini tidak akan terlalu membahas hal yang berat tentang politik. Ini hanya sebuah essai bebas. Sebebas pikiran saya menalar sikap dan arah politik orang-orang itu. Dan sebebas mata hati saya menakar siapa yang berpotensi menjadi pemenang.

Baik Irianto atau Udin Hianggio, berpotensi menjadi pemenang di Kaltara. Begitupun Marwan Hamami atau Adjo Sardjono berpotensi menang di Kabupaten Sukabumi.

Nah, pertanyaannya, siapakah yang saya dukung? Ya gak ada lah! Kan KTP saya Kota Sukabumi. Jadi saya gak punya hak pilih.

Jadi mohon maaf Pak Irianto dan Pak Udin Hianggio, saya tidak bisa memilih salah satu dari kalian berdua karena bukan lagi warga Kaltara.

Juga hapunten pisan Pak Marwan dan Pak Adjo, saya tidak dapat memilih dan mencoblos salah satu dari kalian karena saya warga Kota Sukabumi, bukan Kabupaten Sukabumi.

Kali ini saya hanya ingin menonton dua peristiwa politik maha penting di era baru ini. Politik new normal. Politik di tengah pandemi. Saya masih penasaran, apakah KPU akan tetap melanjutkan pelaksanaannya pada Oktober tahun ini. Atau tahun depan?

Dalam imaji saya, nantinya para calon kada akan berkampanye secara virtual menggunakan aplikasi Zoom. Kampanya dengan menerapkan protokol politik yang sehat. Foto-foto mereka yang terpampang di alat peraga kampanye menggunakan masker. Penuh pesan moral mengajak untuk hidup bersih dan sehat. Harusnya juga politik yang bersih dan sehat. Rasanya bisa disingkat mirip-mirip PSBB. Ya, Politik Sehat dan Bersih Banget.

Karena jika politik tidak sehat dan tidak bersih, maka akan menimbulkan penyakit. Kadang sulit sembuhnya alias menahun. Ya itu bisa dibilang virus. Virus politik yang sakit dan kotor banget. Lawan istilah dari politik sehat dan bersih banget.

Maka ide untuk menghadirkan protokol politik yang sehat dan bersih harus serius direalisasikan. Nantinya bukan social distancing atau physical distancing, tapi money politic distancing. Kalau perlu distancing-nya jauh banget. Bahaya, kan virus itu.

Kepemerintahan yang sakit itu berawal dari janji politik yang tidak sehat. Maka sedari dini, kita sebagai pemegang mandat yang sah yang menentukan siapa yang terpilih harus mulai ancang-ancang melakukan rapid test dan tes SWAB terhadap para calon kada.

Kita periksa darah, nasofaring dan orofaring calon kada. Jika positif terindikasi virus jahat, maka jangan dipilih! Analoginya, darah adalah DNA atau tabiat. Nasofaring dan orofaring ibarat ucapan, pikiran dan hati. Kalau terpapar virus jahat seperti KKN, ya artinya berpotensi menciptakan kepemerintahan yang sakit. Ini merepotkan dan merugikan, seperti halnya Covid-19.

Ya, mau tak mau, pilkada 2020 ini otomatis menjadi virus. Maka, bolehkah saya mengistilahkannya menjadi ViKada-20? Biar dibilang mirip dengan Covid-19. (izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *