Sisi Lain dari Kekeringan yang Melanda Sukabumi

KRISIS AIR : Nendin (55) asal Kampung Tegaldatar, RT 19/5, Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, saat memikul air dari sungai Cikaso Cikaler.

RADARSUKABUMI.com – Dibalik musibah, pasti ada hikmah. Seperti halnya kekeringan yang saat ini melanda di wilayah Kabupaten Sukabumi. Bagi sebagian orang, mungkin menganggap kekeringan adalah sebuah kesulitan. Namun ternyata, bagian sebagian orang lagi kekeringan menjadi momen mendapatkan penghasilan tambahan.

Laporan; Dendi Koswara

Bacaan Lainnya

ADALAH Nendin, pria yang lahir 55 tahun silam dan tinggal di Kampung Tegaldatar, RT 19/5, Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong. Ia merupakan salah satu orang yang mendapat berkah dari kekeringan. Semenjak warga kesulitan air bersih akibat kekeringan yang melanda, ia menjadi andalan warga untuk membantu mereka mengantarkan air. Ya, Nendin mendapat pekerjaan tambahan sebagai kuli pikul.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani itu menyebutkan, dari hasil mengangkut air ke rumah warga, ia sering mendapatkan nilai rupiah. Tak ada harga yang ia patok. Namun warga sering memberi dari setiap jerigen yang ia bawa, sebesar Rp25 ribu. “Saya sih tidak menentukan harga, warga yang memberikan upah Rp25 ribu dari setiap jerigen yang saya bawa,” ujar Nendin kepada Radar Sukabumi, kemarin.

Dengan harga itu, tidak ada yang merasa keberatan. Karena, jarak tempuh sumber air ke rumah warga cukup jauh. Sekitar 500 meter. Kendaraan tak bisa masuk, hanya pejalan kaki yang bisa mengakses sumber air ini. Pria paruh baya ini pun mengaku, sudah dua bulan menjadi tukang pikul air.

Pagi dan sore, ia mengambil air dari sungai Cikaso Cikaler menggunakan dua buah ember plastik bekas cat tembok berukuran 25 kilogram. “Air dari sungai Cikaso ini saya pikul ke rumah penduduk dengan jarak sekitar 500 meter,” akunya.

Nendin mengaku, dalam sehari warga yang menggunakan jasanya sampai enam orang. “Saya hanya kuat ngisi tiga torn saja dalam satu hari. Sisanya dilanjutkan besok hairnya. Kalau dibandingkan dengan penghasilan sebagai tani, tentu sangat jauh. Dari hasil buruh tani, saya mendapatkan upah sehari Rp75 ribu. Sementara dengan pikul air, penghasilan bisa sampai Rp200 ribu,” pungkasnya.

Ketua setempat, Rully Nurdiansyah (30) mengatakan, kondisi kekeringan yang terjadi di wilayah Kecamatan Lengkong ini, memang membawa berkah bagi sebagian warga, khusunya bagi warga yang berprofesi sebagai pengantar air.

“Di kampung ini, ada sekitar empat warga yang bekerja sebagai tukang pikul air. Hampir setiap harinya mereka membawa jerigen dari sungai Cikaso Cikaler untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga warga sekitar. “Ya, kalau warga yang punya uang, pasti mereka akan meminta jasa pengantar air. Seperti Pak Nendin ini. Tapi, kalau warga yang tidak punya uang terpaksa mereka setiap hari harus datang ke Sungai Cikaso Cikaler untuk keperluan mencuci, mandi dan lainnya,” katanya.

Menurut Rully, warga Kampung Tegaldatar, Desa Neglasari, terpaksa harus memanfaatkan air selokan tersebut, karena air sumur yang biasa mereka manfaatkan sudah mengalami kekeringan. “Ada sekitar 140 KK dari 450 jiwa yang setiap harinya mengambil air di sungai Cikaso Cikaler,” timpalnya.

Air yang diambil dari sungai Cikaso Cikaler ini, ujar Rully, sebelum dikonsumsi terlebih dahulu, ditampung dalam jerigen atau toren. Setelah itu, digunakan bagi keperluan mandi, cuci hingga memasak.

“Hampir 90 persen warga disini menggantungkan diri untuk memenuhi kebutuhan air sehari-harinya ke sungai Cikaso Cikaler. Untuk kebutuhan air minum, warga berinisiatif membuat lobang di pinggiran sungai,” pungkasnya.

(*/d)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *