Menelusuri Jejak Sejarah di Kota Sukabumi, Si Godeng Tokoh Tionghoa Yang Jadi Pusat Perjuangan

Perempatan Si Godeg
Perempatan Si Godeg yang berada di Jalan Didi Sukardi, Kota Sukabumi ini ternyata menjadi salah satu lokasi bersejarah dalam kemerdekaan Republik Indonesia.

RADAR SUKABUMI – Orang menyebut Kota Sukabumi sebagai kota kecil dengan sejuta cerita. Ya, sebutan ini memang sepertinya menyiratkan bahwa banyak hal yang belum terekspos seluruhnya. Apalagi yang berkaitan dengan sejarah. Banyak serpihan sejarah di Kota Sukabumi yang menjadi saksi lahirnya para pejuang kemerdekaan. Salah satunya Si Godeg.

Si Godeg. Sebutan itu begitu tak asing ditelinga warga Sukabumi. Banyak masyarakat yang menggunakan sebutan salah satu pertigaan jalan di Kota Sukabumi ini untuk membuat janji. Bukan tanpa alasan. Nama itu memang sudah sangat familiar.

Bacaan Lainnya

Kota Sukabumi memang merupakan sebuah kota kecil yang hanya memiliki luas 48 kilometer. Tapi, ada banyak ragam cultur dan budaya didalamnya. Sesuai dengan namanya, Sukabumi merupakan kota yang paling di sukai para pendatang. Salah satunya bangsa Tionghoa. Etnis Tionghoa di Sukabumi keberadaannya sudah cukup lama. Yakni ada sejak 1843 silam.

Akulturasi budaya terjadi di Sukabumi. Bahkan saat Kolonial Belanda masuk ke Sukabumi, bangsa Tionghoa yang sudah menjadi bagian di dalamnya pada saat itu juga ikut berjuang melawan kolonial Belanda. Nah salah satu tokoh Tionghoa yang dikenal saat itu adalah Lay Ting Yung alias Si Godeg yang lahir sekitar tahun 1894.

Kepopuleran nama Si Godeg di kalangan pejuang saat itu terpatri hingga saat ini dan menjadi nama sebuah perempatan di Jalan R.H Didi Sukardi dan Jalan Pemuda Kota Sukabumi. Dari keterangan beberapa sumber, Si Goged adalah nama salah seorang tokoh pejuang berbangsa Tionghoa. Seperti orang Tionghoa pada umumnya, Si Godeg muda memiliki pekerjaan sebagai pedagang.

Radar Sukabumi pun berkesempatan bertemu dan mewawancarai Dedi Eryanto (68) atau yang akrab disapa Ko Acung. Ia merupakan anak ke-3 Godeg dari 4 bersaudara. Dedi bercerita tentang mendiang ayahnya yang dahulu ikut berjuang bersama masyarakat Sukabumi lainnya.

“Ayah saya dulu punya toko di perempatan Si Godeg sekarang. Jadi, nama Si Godeg itu berasal dari nama julukan pada Ayah saya yang diberikan pejuang lain,” ungkap Dedi pada Radar Sukabumi, Senin (15/8).

Dedi juga menceritakan, jika sosok ayahnya saat itu adalah mata-mata bangsa pribumi dan sebagai pemasok logistik bagi para pejuang di Sukabumi. Nama, Godeg adalah sandi yang diberikan untuk pejuang lainnya sebagai tempat logistik dan gudang peluru pada tahun 1940 an jaman pra- Kemerdekaan Republik Indonesia.

Secara fisik, nama Godeg juga di sesuaikan dengan ciri fisiknya yang memiliki Godeg atau jambang yang tak lajim di miliki suku Tionghoa pada umumnya. Dan bahasa orang Tionghoa yang berada di Sukabumi pada saat itu adalah bahasa Sunda seperti masyarakat lainnya. Namun karena fisik mereka berbeda dengan masyarakat Sunda, sehingga dapat mengelabui Kolonial Belanda saat itu.

“Jadi di rumah saya itu dulu ada beberapa ruangan yang dijadikan tempat penyimpanan senjata dan peluru hasil rampasan perang. Karena lumayan luas rumah dan bangunan milik ayah saya, dulu sekitar 14 kali 20 meter, dan menjadi markas para pejuang,” bebernya.

Apa yang di lakukan Godeg selama beberapa tahun pra kemerdekaan bukan tanpa resiko. Kolonial Belanda bahkan sempat mengendus apa yang di lakukan Godeg. Karena selain tempat senjata, Toko Godeg yang dulu adalah toko satu-satunya di tempat itu dan sekaligus juga menjadi markas para pejuang.

“Para pejuang pada saat itu ada yang menyamar menjadi karyawan. Jumlahnya sekitar 6 orang. Dan tiap bulan itu gantian. Kayak semacam dibagi ship gitu. Mereka itu ga ada yang di bayar,” sambung Dedi.

Para pekerja di tempat Godeg selain bertugas menyiapkan perbekalan bagi para pejuang, juga bertugas menangkap informasi dari Kolonial dan Penjajah saat itu. “Para pejuang dari setiap wilayah itu biasanya datang bergantian, seolah membeli sembako dan kebutuhan sehari-hari. Ayah saya juga menyamar seolah tidak saling mengenal. Kalau ketahuan mah pasti di bunuh ayah saya,” sahut Dedi terbawa alur ceritanya.

Dedi merasa bangga karena Ayahnya menjadi salah seorang tokoh dari bangsa Tionghoa yang turut menjadi pejuang dalam perebutan kemerdekaan. Ia juga sempat bercerita bahwa Bendera Merah Putih pertama yang berkibar di Sukabumi di buat di rumahnya sebagai salah satu markas pejuang pada saat itu. Bahkan mendiang Ayahnya memiliki hubungan yang baik dengan beberapa Tokoh Pejuang asal Sukabumi.

Lay Ting Yung atau Godeg tutup usia saat usianya menginjak 72 tahun. Menurut Dedi, beberapa penghargaan sudah pernah di terima Godeg dan beberapa tokoh Nasional pun pernah mendatangi kediamannya sebagai bentuk pengakuan pada pengorbanan Godeg bagi Kemerdekaan.

“Rumah bapa saya dulu sempat di ajukan untuk di jadikan monumen oleh rekan rekan seperjuangannya sekitar tahun 80 an, namun entah kenapa engga jadi. Padahal kami sebagai keluarga mah mengijinkan, karena kami anak-anak nya sudah punya rumah masing-masing,” jelasnya.

Sampai saat ini Godeg menjadi salah satu tokoh pejuang yang selalu di kenang di kalangan masyarakat Tionghoa Sukabumi. Ia menjadi simbol perjuangan dan akulturasi budaya yang terjadi di Kota Sukabumi. Meski Toko yang menjadi saksi sejarah itu kini sudah berubah menjadi pertokoan biasa.(cr3/e)

Perempatan-Si-Godeg-Sukabumi
tokoh Tionghoa bernama Lay Ting Yung alias Si Godeg yang kini namanya diabadikan menjadi sebuah nama perempatan jalan.

Pos terkait