Frustasi, Petani Sawi di Sukaraja Sukabumi Kembali Babat Tanamannya, Harganya Cuma Rp200

Petani Sawi Sukaraja
KECEWA : Salah seorang petani saat membabad tanaman sawi caisim di wilayah Kecamatan Sukaraja karena harga jualnya anjlok hingga mencapai Rp200 per kilogramnya.

SUKABUMI Para petani sayuran di wilayah Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi, mengeluhkan soal harga jual sawi caisim yang mengalami penurunan drastis di pasaran hingga mencapai Rp200 per kilogramnya.

Kondisi ini, memaksa para petani untuk membiarkan hektaran tanaman sawi caisim membusuk di ladang. Bahkan, sebagai bentuk kekecewaan akibat harga jual anjlok, tidak sedikit para petani tersebut telah membabat hektaran tanaman sawi yang siap dipanen. Aksi pembabadan tanaman sawi tersebut, sempat viral di media sosial.

Bacaan Lainnya

Ketua Forum Kelompok Tani Sukabumi Utara, Dedi Suryadi kepada Radar Sukabumi mengatakan, hasil panen yang melimpah dan rendahnya daya jual beli masyarakat menyebabkan puluhan hektare tanaman sawi caisim yang siap di panen di wilayah Kecamatan Sukaraja tidak bisa terpasarkan. Mereka yang merupakan para petani itu, tidak mahu melakukan panen raya pada tanaman sawi caisimnya. Lantaran, harga jenis sayuran tersebut dinilai lebih rendah dari biaya petik atau panen.

“Kalau yang dibabat tanaman sawi yang memasuki panen raya di wilayah Kecamatan Sukaraja itu, ada sekitar dua hektare luasnya. Sementara, kalau untuk luasan lahan tanaman sawi yang dibiarkan membusuk, belum kita hitung atau dilakukan pendataan ke lapangan,” kata Dedi Suryadi kepada Radar Sukabumi pada Selasa (02/08).

Menurut Dedi, aksi pembabadan tanaman sawi caisim yang hendak dipanen itu, merupakan persoalan tahunan yang kerap dialami para petani. Ini terjadi karena diakibatkan oleh pelimpahan tanaman sawi caisim yang ada di wilayah Kecamatan Sukaraja, tidak didukung berdasarkan jumlah kebutuhan pasar.

“Salah satunya mungkin dari naluri bisnisnya untuk memprediksi atau memperkirakan komunitas yang katakanlah unggul pada saat momen tertentu. Karena ada masanya seluruh petani menanam sayuran yang sama,” ujarnya.

Bukan hanya itu, pola tanam dan kultur tanam yang dinilai sulit diadaptasi para petani pada umumnya, selalu saja menanam jenis komoditas berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kebutuhan pemetaan pasar. Untuk itu, disinilah dibutuhkan peran pemerintah untuk melakukan kerja pendampingan guna memastikan kebutuhan pasar secara akurat berdasarkan ukuran waktu.

“Pemerintah seharusnya hadir dan memberikan solusi kepada petani untuk memberikan bimbinan kepada mereka. Ini harus dilakukan agar kasus serupa tidak terulang kembali di tahun mendatang. Apalagi, persoalan pembabadan tanaman sawi hingga para petani membiarkan hektaran lahan tanaman sawi membusuk dladang itu, sering kali terjadi hampir setiap tahunnya,” tandasnya.

Sementara itu, Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Direktorat Perlindungan Hortikultura, Ginting Tri kepada Radar Sukabumi mengatakan, pihaknya membenarkan terkait persoalan harga sawi caisim telah mengalami penurunan dan hal tersebut bukan hanya terjadi di wilayah Kabupaten Sukabumi saja, tetapi hampir di semua daerah di Indonesia pun mengalami hal serupa.

Pos terkait