Forkonas PP DOB : Pemekaran Daerah Harga Mati

BERBICANG : Ketua Dewan Pembina Forkonas PP DOB Fadel Muhammad saat berbincang dengan Ketua Forkonas PP DOB, Syaiful Huda sela-sela Pelantikan dan Rakernas Forkonas PP DOB periode 2021-2025, di Kompleks Parlemen, Gedung Kura-Kura, Jakarta, Jumat (9/4/2021).

JAKARTA– Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkonas PP DOB) mendesak pemerintah untuk membuka moratorium pemekeran daerah secara parsial. Pasalnya, penataan daerah merupakan amanat Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

Ketua Forkonas PP DOB, Syaiful Huda mengungkapkan, Salah satu langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah sebagai turunan dari Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

Bacaan Lainnya

“Kami meminta agar pemerintah mencabut moratorium secara parsial dengan menerbitkan PP Penataan Daerah,” ungkapnya di sela-sela Pelantikan dan Rakernas Forkonas PP DOB periode 2021-2025, di Kompleks Parlemen, Gedung Kura-Kura, Jakarta, Jumat (9/4/2021).

Huda menjelaskan, PP Penataan Daerah merupakan payung hukum desain besar penataan daerah. Dengan PP ini maka kebutuhan wilayah harus digabung atau dimekarkan bisa terpetakan dengan jelas. Karena, hingga saat ini sudah lebih dari enam tahun sejak UU 23/2014 diundangkan, namun hingga saat ini PP Penataan Daerah belum juga terbit.

” Padahal dengan PP tersebut akan bisa dikaji secara objektif apakah suatu wilayah butuh dimekarkan atau tidak,” ujarnya.

pembentukan daerah otonomi baru merupakan keniscayaan dalam proses ketatanegaraan di Indonesia. Saat ini sedikitnya ada 325 usulan pembentukan DOB yang masuk ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Terdiri dari 55 usulan provinsi baru, 233 usulan kabupaten baru, dan 37 usulan kota baru.

“Usulan ini pasti sedikit banyak didasarkan pada alasan-alasan objektif di lapangan seperti kurang efektifnya layanan publik, tidak meratanya distribusi akses pembangunan dalam satu wilayah, hingga dibutuhkan pemerintahan baru yang lebih dekat dengan publik,” katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Forkonas PP DOB Fadel Muhammad menilai, persoalan pembentukan DOB tidak semata pada ada tidaknya anggaran negara. Selama ini beban fiskal sering dijadikan alasan utama untuk menghentikan pembentukan daerah otonomi baru.

“Bisa saja satu DOB bisa berkembang jika didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai meskipun dengan anggaran terbatas. Contohnya, pada saat saya menjadi Gubernur Gorontalo sebagai daerah otonomi baru hasil pemekaran dari wilayah Pemprov Sulawesi Utara. Saat itu Pemrov Gorontalo hanya mempunyai anggaran Rp 325 miliar.

Selain itu, saat dirinya menajdi Gubernur pertama Provinsi Gorontalo,tingkat kemiskinan mencapai lebih dari 60 persen. Namun saat dirinya menyelesaikan tugasnya, APBD Gorontalo naik signifikan dan tingkat kemiskinan turun hingga 17 persen.

“Jadi bisa saja anggaran awal DOB terbatas tapi jika dikelola dengan tepat dengan pola pikir entrepreneur mind maka wilayah hasil pemekaran bisa saja berkembang dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya,” katanya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *