Ditemukan Kejanggalan pada UU Cipta Kerja yang Ditandatangani Jokowi

Presiden Joko Widodo. Foto Setkab

RADARSUKABUMI.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi sudah menandatangani Omninibus Law UU Cipta Kerja.

Kabar itu dibenarkan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono kepada wartawan, Selasa (3/11/2020).

Bacaan Lainnya

UU sapu jagat itu diberi nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Sudah (ditandangani Presiden Jokowi),” ungkap Dini.

Dengan demikian, UU setebal 1.187 halaman itu juga sudah bisa diakses publik.

Caranya, dengan mengunduh melalui laman setneg.go.id.

Dilansir PojokSatu.id dari RMOL, UU Cipta Kerja yang diunggah melalui laman tersebut pada Senin (2/11) kemarin masih terdapat kejanggalan.

Kejanggalan terlihat pada pasal 6 yang berada di halaman 6.

Bunyinya, “peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:”.

Kesalahan terletak pada penyebutan “pasal 5 ayat 1 huruf a”.

Sebab, pasal 5 tidak memiliki turunan ayat dan huruf.

Pasal 5 hanya berbunyi, “ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait”.

UU yang kini total berisi 1.187 halaman dengan 15 bab dan 186 pasal ini memang kerap berubah-ubah jumlah halamannya usai disahkan DPR.

Untuk diketahui, sampai saat ini, Omnibus Law Cipta Kerja masih saja terus mendapat penolakan dari banyak pihak.

Utamanya dari para buruh, pekerja dan mahasiswa.

Mereka menilai, UU sapu jagat itu sangat merugikan masyarakat dan lebih menguntungkan para pengusaha.

Omnibus Law Cipta Kerja sendiri disahkan DPR dan pemeritah melalui rapat paripurna pada Senin (5/10) lalu.

Tujuh fraksi menyatakan setuju. Yakni Fraksi PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PAN dan PPP.

Sementara dua fraksi menolak, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat.

Dalam paripurna tersebut, Partai Demokrat bahkan memutuskna walk out.

Sebagai informasi, Omnibus Law Cipta Kerja sendiri mengalami enam kali perubahan jumlah halaman.

Awalnya, pada Maret, RUU tersebut setebal halaman 1.028.

Jumlah itu kemudian berkurang menjadi 905 halaman saat pengesahan.

Selanjutnya, kembali bertambah menjadi 1.052 halaman pada 9 Oktober.

Perubahan juga terjadi pada 12 Oktober dengan berkurang menjadi ‎1.035 halaman selanjutnya berkurang menjadi 812 halaman.

Terakhir, adalah pada saat diserahkan DPR kepada pemerintah pada 22 Oktober dengan jumlah 1.187 halaman.

(ruh/pojoksatu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *