Anak Pengidap Thalasemia dari Jampangtengah Sukabumi, Membutuhkan Bantuan

Anak Pengidap Thalasemia dari Jampangtengah
Kondisi Muhammad Nasruloh (4) warga Kampung Ciguha, Desa Jampangtengah, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi, pengidap thalasemia, saat dilakukan transfusi darah.

SUKABUMI – Muhammad Nasruloh, seorang anak berusia empat tahun asal warga Kampung Ciguha, Desa Jampangtengah, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi, saat ini menghadapi tantangan besar dalam hidupnya.

Sejak berusia satu tahun, anak dari pasangan Mahpudin (37) dan Erna Mayasari (30) itu, telah mengidap penyakit thalasemia yang membutuhkan transfusi darah rutin setiap dua minggu sekali.

Bacaan Lainnya

Thalasemia adalah sebuah penyakit genetik yang menyebabkan gangguan pada produksi sel darah merah. Penderita thalasemia seperti Muhammad Nasruloh membutuhkan transfusi darah secara berkala untuk menjaga keseimbangan sel darah merah dalam tubuhnya.

Keluarga Muhammad Nasruloh telah berjuang keras untuk menyediakan bantuan medis yang ia butuhkan, namun beban finansial yang mereka hadapi semakin berat dan mereka membutuhkan bantuan.

Kelahiran Muhammad Nasruloh pada tahun 2017 lalu, menjadi berita gembira bagi keluarganya. Namun, ketika ia memasuki usia satu tahun, gejala lelah yang konstan dan kelemahan tubuh yang semakin terasa membuat keluarga itu panik dan segera membawanya ke pusat kesehatan. Setelah menjalani serangkaian tes, dokter mendiagnosis Muhammad Nasruloh menderita thalasemia.

“Sejak usia satu tahun, tepatnya dua minggu sekali kami harus melalukan transfusi darah agar anak kami tidak drop. Kalau terlambat sehari saja tubuhnya lemas dan pucat,” kata Mahpudin kepada Radar Sukabumi pada Jumat (29/09).

Sejak saat itu, keluarga Muhammad Nasruloh telah menjadi pejuang agar ia bisa hidup dengan maksimal. Mereka berusaha keras dan melakukan segala upaya untuk menyediakan transfusi darah yang diperlukan anak mereka setiap dua minggu sekali.

Sayangnya, biaya yang harus mereka keluarkan setiap kali transfusi darah sangatlah tinggi. Hal ini menjadi beban berat bagi keluarga yang berasal dari latar belakang ekonomi yang pas-pasan.

“Kondisi penyakit yang diderita anak saya ini, sudah berjalan selama empat tahun. Walaupun dokter menyatakan kondisi anak saya sulit untuk sembuh. Namun, sebagai orang tua saya akan terus berupaya sebisa mungkin agar anak saya sembuh kembali,” tandasnya.

Ketika disinggung mengenai bantuan dari pemerintah. Mahpudin menjawab, bantuan untuk transfusi darah dan obat sudah dibantu dari pemerintah melalui program BPJS.

Namun, karena keterbatasan ekonomi ia mengaku kesulitan dengan biaya transportasi dan biaya perbekalan selama proses cek kesehatan ke rumah sakit.

“Maklum pak, kami orang tak punya jadi setiap dua minggu kami harus kesana kemari mencari uang agar kami bisa mengobati anak kami ini,” tutur Apud sambil terbata-bata.

Memahami tantangan yang dihadapi oleh keluarga tersebut, masyarakat dan pihak terkait di wilayah Sukabumi dan sekitarnya diharapkan dapat memberikan bantuan kepada Muhammad Nasruloh dan keluarganya.

Setiap bantuan berapapun nilainya, baik dalam bentuk dana maupun dukungan moral, dapat memberikan harapan baru bagi kehidupan Muhammad Nasruloh.

“Saya berharap adanya uluran tangan dari para dermawan suapaya proses pengobatan anak saya ini, bisa terus berjalan. Kami yakin, Allah SWT akan membatu melalui hambanya yang dermawan. Kami hanya mampu berdoa dan berharap Allah SWT menunjukan ke ajaiban untuk kesehatan anak kami,” timpalnya.

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Jampangtengah Agus Jayadi Ramli kepada Radar Sukabumi mengatakan, pihaknya membenarkan terkait kondisi anak pengidap thalasemia tersebut, merupakan warganya di Desa Jampangtengah. “Iya benar itu, warga Desa Jampangtengah, bahwa anak itu orangtuanya kerja sebagai buruh serabutan,” katanya.

Ketika keluarganya hendak membawa anak tersebut  ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) R Syamsudin Kota Sukabumi, untuk melakukan transfusi darah, biasanya sering sekali meminjam motor milik Desa Jampangtengah.

“Bukan hanya itu, kalau semisal orangtuanya ngobrol ke saya dan bilang tidak punya anggaran dan tidak punya biaya transportasi, biasanya suka saya bantu untuk beli bensin dan jajannya sebesar Rp150 ribu atau kadang Rp200 ribu,” timpalnya.

“Jadi sering kita bantu, karena orangtuanya sering menjalin komunikasi yang baik dengan desa. Beliau ini, tidak sungkan kalau memang tidak ada uang. Tapi kalau memang dia lagi punya uang jarang bicara ke desa. Kalau saya anter dengan mobil ambulance milik desa, setiap cuci darah, dia tidak mahu. Iya, katanya anaknya inu suka mabuk, jadi suka menggunakan motor desa,” pungkasnya. (Den)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *