23 Desa Darurat Pangan

SUKABUMI – Musim kemarau panjang yang saat ini terjadi, sangat berdampak pada ketahanan pangan di Kabupaten Sukabumi. Sedikitnya, 23 desa di wilayah selatan tercatat darurat pangan karena lahan pertanian tidak bisa digarap.

Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Sukabumi, Asep Hikmat menjelaskan, mulai retaknya lahan sawah terutama di pajampangan dan sulitnya air juga membuat area tanaman di kebun sulit tumbuh. Termasuk, mengeringnya sumber-sumber pengairan harus mendapat penanganan serius dari pemerintah.

Bacaan Lainnya

“Kondisi ini pun membuat rawan daya beli pangan akibat berkurangnya produksi yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan dan konsumsi pangan turun. Sehingga, berdampak pada terjadinya inflasi sebagian besar kebutuhan pokok, terutama beras,” jelasnya kepada Radar Sukabumi, senin (18/9).

Dampak besar kekeringan terhadap ketahanan pangan ini, berkaitan dengan beberapa hal penting yang saling terkait dan bergantung satu sama lain. Diantaranya, turunnya produksi atau bahkan tidak dapatnya berproduksi karena lahan yang kering. Sehingga, masyarakat yang berada di pelosok terpaksa membeli pangan dengan harga cukup tinggi karena ketersediaan terbatas.

“Fenomena seperti ini pasti ditemukan di berbagai wilayah yang terkena dampak kekeringan. Ini tentunya berpengaruh terhadap ketersediaan pangan akibat cadangan yang ada, pasti digunakan untuk konsumsi,” sambungnya.

Kendati demikian, di sebagian kecil kelompok masyarakat ada rasa tetap nyaman di tengah-tengan kekeringan yang berakibat terhentinya produksi pangan. Program padat karya satu diantara contoh nyata solusi sementara untuk mengatasi darurat pangan, diantaranya pemberian bantuan beras. “Dalam jangka pendek cukup bisa mengatasi rawan daya beli yang dapat mendorong terjadinya rawan pangan dan mengganggu ketahanan pangan,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua RT 03/04 Kampung Cibuluh Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Eman mengaku mayoritas lahan sawah di wilayahnya tidak bisa digarap. Bahkan, sebagian petani yang nekad menanam mengalami kegagalan.
“Puluhan hektar sawah di kampung kami tidak bisa lagi produktif karena tidak ada air. Sedangkan sumber air sungai yang menjadi andalan saat ini kering,” singkatnya. (cr15/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *