Nyandu Film Seks, Bocah SD Cabuli Lima Temannya

BOGOR – Miris melihat kasus yang dialami AM (12), bocah SD asal Desa Girimulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Ia tega mencabuli lima temannya karena kecanduan film porno yang kerap ditonton bersama beberapa teman bermainnya. Bahkan AM diduga memiliki koleksi beberapa film porno dalam ponselnya.

RUMAH semipermanen di gang kecil Kampung Semper, Desa Girimulya, jadi saksi penyimpangan seksual bocah kelas lima SD itu. AM tertangkap basah tengah mencabuli teman mainnya di perkebunan singkong yang tak jauh dari rumahnya. ”Awalnya saya pikir itu suara apa. Namanya di kebun, saya penasaran. Pas saya lihat, anak itu lagi ngelakuin asusila di kebun,” ucap Karim (40), saksi pencabulan AM.

Bacaan Lainnya

Sebelum Karim menceritakan kejadian tersebut, korban langsung melaporkan kepada orang tuanya. ”Awalnya saya tidak mau cerita ke siapa-siapa. Karena korban cerita pada orang tuanya, jadi pada ramai. Dari situlah orang tua anaknya yang lain ikut ramai,” tutur Karim saat ditemui di lokasi.

Karim mengatakan, kejadian tersebut mulanya hanya dimusyawarahkan di rumah ketua RT. Namun lantaran orang tua korban tidak menerima perlakuan AM, kejadian itu pun berlanjut ke Unit PPA Polres Bogor. ”Keluarga korban tidak terima, jadi lapor ke polisi. Pelakunya juga masih ada di rumah. Memang anaknya itu cukup dikenal agak bandel dan sering bermain dengan anak-anak dewasa,” cetus Karim.

Orang tua AM sehari-hari hanya buruh serabutan, sedangkan ibunya memetik genjer di sawah warga untuk dijual ke pasar. AM merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Karim menjelaskan, sebelumnya pelaku selama ini tinggal di rumah neneknya di Kampung Semper, yang hanya berjarak 500 meter dari rumah orang tuanya di Kampung Pabuaran.

Perkembangan zaman yang merambah anak-anak di bawah umur menjadi faktor penyebab kelainan seks seperti yang dialami AM. Hal tersebut diungkapkan langsung Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi. Menurutnya, terkuaknya kasus penyimpangan seks yang dialami siswa SD di Bogor tersebut harus ada langkah konkret. Terlebih jumlah korbannya cukup banyak.

Internet yang sangat mudah diakses anak-anak menjadi penyebab utama terjadinya tindakan-tindakan menyimpang. Bahkan tak jarang siswa SD kerap melihat konten dewasa di gawai temannya atau kedua orang tuanya. “Bisa saja (dari gawai, red), karena pasti ada pemicu anak tersebut melakukan tindakan menyimpang. Entah jadi korban atau dia kerap melihat konten dewasa,” katanya.

Sementara itu, Komisioner Bidang pornografi dan cyber crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bogor, Sumedi, mengaku baru mengetahui informasi tersebut. Meski demikian, Medi akan menelusuri kasus tersebut agar cepat mendapat jalan keluar bagi pelaku maupun para korbannya.

“Tindakan ini harus cepat dilakukan. Karena kasus seperti ini pengobatannya tak seperti pecandu narkoba. Namun membutuhkan waktu lama. Terlebih anak di bawah umur, baik pelaku maupun korban. Sebab, mereka memiliki daya rekam pada otak yang cukup tinggi,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.

Medi menjelaskan, kasus tersebut dipicu lantaran pengaruh media digital yang dilihat anak-anak. “Selama 2019 ini tercatat 25 kasus anak terjadi di Bogor Raya. Tapi untuk kasus seks menyimpang, baru pertama kalinya,” tambahnya.

“Diarahkan untuk menonton film edukasi pendidikan agama. Itu penting. Bisa menjadi pondasi agar anak-anak saat menggunakan gawai tak menonton film pornografi. Bagaimana juga tidak bijak bagi anak-anak apabila mereka tidak diberikan fasilitas tersebut di zaman modern saat ini,” tambahnya.

Selain pengaruh gawai, orang tua juga harus berhati-hati saat melakukan hubungan intim. Jangan sampai anak-anak melihat hal tersebut. Sebab, daya rekam anak-anak tersebut akan tersimpan dan akan mencari tahu, yang nantinya bisa berakibat vatal.

Faktor lingkungan juga tak kalah penting memberi pengaruh besar dan memberikan banyak warna. “Ya lingkungan bermain rumah dan sekolah juga tak luput menjadi karakter pertumbuhan anak. Mereka harus diperhatikan agar tak melakukan hal yang tak seharusnya,” tegasnya.

Sementara nenek korban, Rabiah (50), mengatakan bahwa FN sudah aktif bermain kembali. Sedangkan kasusnya kini sedang diproses Unit PPA Polres Bogor. ”Saya tidak mau banyak cerita. Sebab saat ini masih dalam proses pihak kepolisian,” kata Rabiah di rumahnya.

Meski sempat menjadi korban AM, tutur Rabiah, cucunya tidak mengalami trauma. FN sudah menjalani kehidupannya seperti biasa. ”Untuk lebih jelasnya lagi silakan tanya langsung ke Unit PPA Polres Bogor karena kasusnya sedang diproses ini,” ujar Rabiah.

Di tempat yang sama, Ketua RW setempat, Togeng, mengatakan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan Unit PPA Polres Bogor. Sebab, butuh bukti-bukti kuat untuk penyelidikan selanjutnya. ”Saat ini masih dalam proses. Para korban nunggu hasil visum. Setelah kejadian itu juga sudah datang dari Dinsos,” kata Togeng.

Terpisah, Wakapolres Bogor Kompol Didik Purwanto mengaku kasus tersebut masih ditangani Kasat Reskrim lantaran saat ini tengah dalam tahap penyelidikan. “Kasusnya masih berjalan dan saat ini sedang ditangani reskrim,” jelasnya.

Terkait kabar cutinya kanit PPA, ia mengaku pihaknya tidak ada yang cuti dan seluruh proses hukum tetap berjalan. “Polisi nggak ada yang cuti. Tapi posisi kanit PPA pasca-melahirkan tengah digantikan sementara,” ungkapnya.

Sebelumnya, tindakan pencabulan AM terungkap ketika korban FN (8) siswa kelas dua SD melaporkan kepada orang tuanya. FN mengaku sudah dicabuli AM di kebun yang tak jauh dari rumah korban, pada Minggu (11/5). Tidak terima cucunya dicabuli, kakek korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke ketua RT hingga dilakukan musyawarah.

Korban pencabulan berjumlah lima orang, yakni RI (8) perempuan kelas dua SD, RO (7) kelas satu SD, RA (7) kelas satu SD dan AR (5). Kelima korban merupakan teman sepermainan pelaku. (mul/ryn/yos/d/mam/run/Metropolitan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *