Spirit dan Strategi Penyiapan Guru Masa Depan

Oleh : BAMBANG YULIANTO

HARI Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati tiap 2 Mei bukanlah sekadar momentum untuk mengingat ”hari pendidikan” atau tentang kiprah dan pemikiran para tokoh pendidikan. Kendati peringatan berasal dari kata dasar ingat, pemaknaan terhadapnya harus sampai ke tahap refleksi dan inovasi.

Dalam Hardiknas ada spirit yang harus digali dan diwarisi. Juga ada sisi pelaksanaan pendidikan kita yang perlu disoroti dan dievaluasi. Salah satu yang perlu diberi perhatian adalah guru. Peningkatan kualitas guru merupakan kunci peningkatan kualitas pendidikan. Karena itu, diperlukan strategi khusus dalam mempersiapkan guru masa depan.

Kaitannya dengan itu, dalam ”kertas kerja” Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril bertajuk ”Optimalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam Pengembangan Guru Masa Depan” yang disampaikan secara daring pada rapat koordinasi pelaksanaan program profesi guru (PPG) di Bali pada 5–7 April 2021, ada tiga penopang dalam merevitalisasi pengembangan guru masa depan.

Pertama, merancang dan menyiapkan guru masa depan berdasar filosofi pendidikan Indonesia. Yakni, guru masa depan harus memandang anak dengan rasa hormat, mengajar-mendidik secara holistis, dan mengajar-mendidik secara relevan. Prinsip tersebut didasarkan pada filosofi Ki Hadjar Dewantara ”ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.

Kedua, implementasi konsep Merdeka Belajar dalam pengembangan pendidikan guru lewat beberapa strategi. Di antaranya adalah sebagai berikut. (1) kolaborasi dan pembinaan antarsekolah. (2) Meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah melalui perbaikan sistem rekrutmen, peningkatan kualitas pelatihan, penilaian, serta pengembangan komunitas atau platform pembelajaran. (3) Membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi, proyek, berpusat pada siswa, interdisipliner, relevan, dan kolaboratif. (4) Membentuk pendidikan tinggi kelas dunia serta mempererat hubungan dengan industri dan kemitraan global. (5) Menyederhanakan mekanisme akreditasi dan memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi.

Ketiga, mendorong LPTK untuk menciptakan inovasi dalam mengembangkan pendidikan guru lewat beberapa gagasan. Yaitu perlunya menciptakan mekanisme ”pengadaan” guru yang terintegrasi, mengembangkan model alternatif yang inovatif dalam PPG, selektif dalam penerimaan mahasiswa PPG, meningkatkan kualitas sistem pembelajaran PPG, menjamin lulusan PPG sebagai guru pemula yang kompeten, serta evaluasi PPG yang berkelanjutan.

Gagasan tersebut sangat bagus dan akan makin utuh serta ampuh jika didukung optimalisasi peran LPTK sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap hal itu. Lantas apa yang dapat dilakukan?

Kenali Lingkungan Sekolah

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim melalui program Merdeka Belajar berkeinginan mendekatkan mahasiswa dengan dunia kerja nyata. Realisasinya di kampus dalam bentuk kegiatan belajar tiga semester di luar program studi: satu semester di luar prodi dalam kampus yang sama dan dua semester di luar kampus. Kampus mengirimkan mahasiswa untuk belajar ke luar dan dapat dikuatkan dengan mendatangkan praktisi atau profesional luar kampus untuk mengajar atau memberikan pelatihan di kampus.

Tiga semester itu menjadi ruang mendekatkan mahasiswa prodi pendidikan dengan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan laboratorium bagi mahasiswa prodi pendidikan. Karena itu, LPTK, idealnya, harus memiliki sekolah laboratorium atau lab school. Pengenalan mahasiswa ke sekolah dapat dimulai pada semester kedua.

Reorientasi Kurikulum

Terhadap kurikulum prodi pendidikan harus dilakukan reorientasi dan restrukturisasi. Kurikulum tidak bisa hanya dimaknai sebagai muatan serangkaian substansi kajian dalam rentang waktu tertentu. Tapi juga mengatur proses pembelajaran, bagaimana mengevaluasi hasil belajar dan program pembelajaran keseluruhan, serta seluruh aktivitas keprodian.

Untuk mengakomodasi kegiatan di atas, perlu dilakukan penyesuaian kurikulum prodi pendidikan, baik terkait dengan substansi kajian, proses pembelajaran, dan sebagainya. Orientasi kurikulum harus disesuaikan dengan profil lulusan yang diharapkan, yang tentu saja harus sesuai dengan dasar filosofi pendidikan.

Pengaturan Masa Studi

Masa studi S-1 idealnya empat tahun atau delapan semester. Pada setiap semester terdapat 12 hingga 16 kali pertemuan. Artinya, dalam satu semester mahasiswa hanya diwajibkan hadir di kampus selama empat bulan, selebihnya mereka di luar kampus.

Waktu dua bulan yang dijadikan sebagai masa transisi bisa dimanfaatkan untuk membuka semester pendek. Dua bulan itu dikalikan delapan semester. Jadi, ada sekitar 1 tahun 4 bulan yang bisa dioptimalkan untuk ”mencetak” calon guru profesional.

Rekrutmen Libatkan LPTK

Dari empat tahapan proses penyiapan calon guru, input, internal processing, output, dan outcome, peran LPTK selama ini terbatas pada tiga proses awal saja. Proses seleksi mahasiswa baru (proses input) pun saat ini dikendalikan LTMPT untuk PTN.

Tes seleksi masuk perguruan tinggi (tes skolastik atau tes minat dan bakat) oleh LTMPT selama ini belum mampu menyeleksi calon mahasiswa yang memiliki bakat dan minat menjadi guru. Jika itu berhasil dilakukan, kita akan benar-benar mendidik mahasiswa yang memang tepat pada jalurnya, menjadi guru.

Proses pendidikan berikutnya adalah PPG yang harus dirancang linier dengan program S-1 pendidikannya dan input dari lulusan tersebut. Dengan demikian, kualitas lulusan PPG akan dapat dijamin kualitasnya. Program ini akan lebih bermakna apabila mahasiswa diasramakan dan biaya pendidikan ditanggung pemerintah. Berikutnya, LPTK harus diberi wewenang untuk merekrut lulusan PPG yang benar-benar berkualitas. Demikian beberapa gagasan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memerankan LPTK sebagai lembaga terdepan dalam menyiapkan guru profesional. Semoga. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *