Pendidikan Merdeka

kang-warsa

Pendidikan Merdeka di Nusantara

Bacaan Lainnya

Ledakan pemikiran dan peradaban seperti yang kita saksikan dalam sejarah tidak hanya terjadi di belahan Bumi bagian Barat dan Timur Tengah. Tiga revolusi peradaban manusia berlangsung secara sporadis di setiap sudut dan belahan Bumi, tanpa kecuali di Nusantara.

Penemuan fosil dan barang-barang purbakala di bantaran-bantaran sungai kemudian dilengkapi oleh prasasti dan kehadiran candi-candi dengan ornamennya menjadi bukti adiluhung pemikiran para leluhur Nusantara. Penelitian terkini menyebutkan lukisan pada dinding goa berusia 45.000 tahun lalu di Sulawesi menjadi salah satu bukti peradaban tertua telah berkembang di Nusantara.

Perbedaan signifikan antara leluhur Nusantara dengan masyarakat Bumi bagian Barat dan Timur Tengah di masa lalu terletak dari cara mereka memperlakukan alam. Leluhur Nusantara tidak pernah merasa takut oleh alam, sejak lama mereka telah mengembangkan semangat memayu hayuning bawana, hidup rukun dan selaras dengan alam.

Leluhur Nusantara memandang alam sebagai jagat besar dan manusia sebagai jagat kecil, saling memengaruhi satu sama lain. Leluhur Nusantara tidak terjebak pada mitologi akut, sebagai contoh penganut kapitayan tidak pernah melakukan pemujaan kepada makhluk-makhluk mitologi Nusantara seperti: dedemit, genderuwo, dan makhluk halus lainnya. Kesemuanya ditempatkan pada lapisan paling bawah atau buana larangan.

Leluhur Nusantara telah mengembangkan sistem pendidikan lebih maju dan memerdekakan manusia dari kungkungan mitos. Padepokan, Asrama, dan Pedukuhan sebagai contoh dari sistem pendidikan Nusantara telah menghasilkan mahakarya adiluhung mulai dari penggunaan aksara-aksara daerah, sistem penanggalan berdasarkan rotasi bulan (Candrasangkala), dan revolusi Bumi terhadap Matahari (Suryasangkala), ilmu metalurgi, dan unsur-unsur kebudayaan.

Sistem pendidikan Nusantara merupakan prototipe pendidikan merdeka. Keberlangsungan sistem pendidikan Padepokan, Pedukuhan, dan Asrama masih dapat kita saksikan pada sistem pendidikan pondok pesantren tradisional. Sistem pendidikan yang dikembangkan oleh leluhur Nusantara ditandai oleh partisipasi peserta didik secara sukarela dan tidak dipenuhi oleh seperangkat aturan yang malah mempersulit partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Percikan dan sisa-sisa pendidikan merdeka masih dapat disaksikan oleh orang-orang modern di tahun 90-an. Para orangtua yang ingin menyekolahkan anak mereka ke sekolah agama tidak disibukkan oleh rasa khawatir, mereka tinggal mendaftar lantas menerima pendidikan, bahkan tanpa biaya.

Saat pendidikan yang seharusnya memerdekaan manusia, tidak menimbulkan rasa khawatir, dan peserta didik dapat memilih lembaga pendidikan sesuai dengan pilihannya tanpa harus menyusun persyaratan apapun, namun yang berlaku adalah kondisi sebaliknya, pendidikan yang sering kita sangka sebagai cara untuk membuat manusia merdeka hanya ilusi belaka. Sudah seharusnya, tekad kita untuk menghadirkan pendidikan merdeka harus berbanding lurus dengan upaya menyadarkan diri kita terhadap pentingnya pendidikan, bukan sekadar berpikir pentingnya menitipkan anak-anak ke sekolah yang dianggap pilihan.

Contohlah sistem pendidikan tradisional yang sering kita anggap kuno, mereka dapat melakukan kegiatan pembelajaran di mana saja; halaman rumah, teras rumah, balai pertemuan, gubuk, rumah tetua kampung, dan di lahan-lahan kosong. Pendidikan tidak dibatasi oleh sekat dinding yang menghalangi ruang gerak peserta didik dalam mengeksplorasi lingkungan dan kehidupan sosial mereka

Pos terkait