Optimalisasi Peran Koperasi di Kota Sukabumi, Upaya Menekan Resesi Global

kang-warsa

Oleh Kang Warsa

Resesi global diperkirakan berlangsung pada Kuartal I Tahun 2023 telah diawali oleh peristiwa besar di bidang perekonomian. Penutupan Silicon Valley Bank oleh regulator California pekan lalu menjadi salah satu pertanda awal, resesi global mulai menggerus dunia perbankan. Sontak saja, peristiwa ini menjadi salah satu kebangkrutan perbankan terbesar di dunia.

Bacaan Lainnya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kredit macet di negara ini telah menyentuh angka 5%. Kondisi ini dapat saja disebabkan oleh suku bunga terlalu tinggi, sementara itu di sisi lain,  peminjam lebih banyak mengalihkan pinjaman produktif ke konsumtif atas alasan pertumbuhan ekonomi di masa pasca-pandemi masih dalam masa pemulihan.

Pemerintah Indonesia, pada Kuartal III Tahun 2022 sering mewanti-wanti tentang ancaman resesi global, hanya saja gema tentangnya masih kalah oleh kasus-kasus lain seperti persidangan Ferdy Sambo selama 92 hari.

Penayangan persidangan secara langsung oleh stasiun televisi dan pemberitaan berkala melaui berbagai media cetak dan daring telah menyita perhatian mayoritas warga negara pada kasus yang nyata daripada memikirkan prediksi para ekonom tentang resesi global yang abstrak.

Program hilirisasi dipandang akan menjadi benteng pertahanan terakhir negara ini dalam menekan relaksasi perekonomian nasional sebelum benar-benar mengarah pada resesi global.

Hilirisasi sebetulnya serupa dengan aktivasi dan optimalisasi kegiatan usaha di sektor mikro. Para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sejak roda perekonomian bergerak telah benar-benar menjadi penyangga kekuatan ekonomi di sebelah hilir (arus bawah).

Hanya saja, pemerintah memberikan penekanan, hilirisasi harus dilakukan terutama di sektor investasi. Tanpa kegiatan perekonomian di wilayah, daya beli menurun, dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, investasi dari pihak lain untuk sampai ke wilayah memang akan mengalami kesulitan.

Laju inflasi di Kota Sukabumi selama satu bulan mengalami kenaikan 0.31% pada Februari 2023. Laju inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga-harga kebutuhan dan jasa. Dalam beberapa bulan ke depan, jika tidak ditekan, inflasi dapat saja mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

Kenaikan harga kebutuhan jika tidak diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi yang dapat memicu kenaikan konsumsi dan menurunkan investasi di sektor riil. Serupa dengan peristiwa krisis ekonomi pada 1998 dan 2008, siapa pun seperti tidak mempersiapkan strategi agar dapat keluar atau bertahan dari krisis.

Kita harus mengambil pelajaran dari dua krisis sebelumnya; 1998 dan 2008. Dampak  sosial yang disebabkan oleh dua krisis ini tidak boleh dipandang sepele. Rentetan peristiwa mulai dari penjarahan, demonstrasi besar-besaran, pelanggaran HAM terhadap kaum perempuan etnis Tionghoa, rebutan kekuasan, korupsi yang semakin merajalela, kemunculan begundal bermotor, dan kegemaran pamer kemewahan oleh oknum pegawai negara merupakan rentetan peristiwa penyerta sebagai dampak dari resesi. Hilangnya rasa aman dan stabilitas suatu wilayah dapat memadamkan investasi dari negara lain.

Fenomena flexing atau gemar pamer kemewahan dapat dikatakan sebagai dampak susuluan dari krisis ekonomi di masa lalu. Ini serupa dengan persitiwa kegemaran berpoya-poyanya para bangsawah Eropa di abad ke 18. Kegemaran semacam ini telah menguras potensi keuangan negara yang seharusnya tersalurkan dalam bentuk program kemudian mengendap di dalam saku para pegawai negara sendiri. Para pegawai negara seharusnya bersikap seperti para ksatria, mereka adalah abdi negara bukan malah menghamba pada materi. Kendati tidak seluruhnya demikian, namun masyarakat tak segan memberikan penilaian secara pars prototo, sebagian dapat saja mewakili yang banyak. Apalagi jika dihubungkan dengan teori “gunung es” fenomena flexing oleh para pegawai negara dan keluarganya terlihat  hanya bongkahan es bagian atas saja.

Penyakit akut bangsa ini dalam situasi dan kondisi apapun memang sering berpegang pada tindakan “biar tekor asal kesohor”. Sikap flexing atau pamer kemewahan pada akhirnya diperankan oleh kelompok akar rumput melalui budaya konsumtif. Seseorang dengan penghasilan Rp. 2 juta per bulan namun dengan tanpa mempertimbangkan posisi keuangan yang ada tak ragu melakukan flexing, membeli barang tidak atas kebutuhan namun berdasarkan hasrat dan keinginan. Mentalitas ini, jika ditelusuri memang beririsan dengan resesi ekonomi atau dapat saja tindakan ini menjadi pemicu dalam mempercepat resesi global pada fitur-fitur kehidupan.

Pos terkait