Citra Polisi Dan Politisi

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PGRI Kota Sukabumi)

Ada dua profesi diantara sejumlah profesi yang mendapat sorotan dari masyarakat. Polisi dan politisi. Polisi setiap hari kita lihat terutama di jalan raya. Politisi setiap hari kita lihat di baliho semua jalan raya. Apalagi tahun politik, begitu marak bahkan semerawut baliho para politisi. Polisi dan politisi adalah dua profesi yang selalu menjadi “cerita” menarik di masyarakat kita.

Bacaan Lainnya

Bagaimanakah citra, cerita dan pencitraan polisi dan politisi saat ini? Tentu akan beragam tanggap dan argumen terkait keduanya. Bagi keluarga polisi dan politis tentu akan banyak kisah prestatif dan hebat terkait keduanya. Bagi masyarakat tentu akan beragam persepsi. Apa yang dialami masyarakat terkait polisi dan politisi akan menjadi kesimpulan dari bagaimana citra dan cerita tentang polisi dan politisi.

Hasil survai Litbang Kompas terbaru menunjukan bahwa sebanyak 53,6 persen masyarakat masih beranggapan harus mengeluarkan uang saat berurusan dengan polisi. Survei tersebut dilakukan terhadap 800 responden di wilayah hukum Polda Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Metro Jaya, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan dengan metode sampel acak bertingkat dan wawancara tatap muka (Kompas.com).

Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei soal tren persepsi publik tentang demokrasi, korupsi, dan intoleransi. Dalam survei yang dilakukan LSI, 10,7 persen responden pernah berurusan dengan polisi. Dari jumlah tersebut, 33,7 persen pernah dimintai uang. Peneliti senior LSI, Burhanudin Muhtadi mengatakan “Para responden mengaku kerap dimintai uang saat berhubungan dengan kepolisian. Angka responden yang menjawab kerap dimintai uang adalah 11 persen” (Detik.news).

Bagaimanakah persepsi publik terkait politisi? Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari mengatakan “Sebanyak 51,3 persen masyarakat menilai politik buruk.” Survei dengan metode acak untuk menghitung 1.200 responden di 34 provinsi dengan angka margin of error sekitar 3 persen. Kesimpulannya partai politik makin tidak dipercaya. Ini menjelaskan politisi sebagai orang partai sulit untuk dipercaya (Tempo.co).

Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono membenarkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap partai semakin buruk. Alasannya, ucap dia, partai tidak bisa menampilkan transparansi keuangan kepada masyarakat. Partai, menurut dia, juga masih lebih fokus mencari kekuasaan dan kurang mempedulikan kepentingan masyarakat, seperti meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan serta menjamin kesehatan.

Politisi dan polisi adalah pelayan publik. Keduanya memiliki fungsi dan tugas yang sama yakni mengabdi untuk masyarakat. Politisi terutama yang sudah duduk di kursi legislatif. Sejatinya menjadi wakil rakyat yang dapat bekerja mengaspirasikan harapan masyarakat. Politisi idealnya tidak hanya mencari pekerjaan, mencari nafkah, petugas partai dan mengejar kekuasaan. Para politis idealnya menjadi pejuang demokrasi yang mengusung kesejahteraan masyarakat.

Polisi adalah profesi mulia dan sangat bermanfaat. Tanpa polisi bisa kacau kehidupan masyarakat kita. Begitu banyak polisi-polisi pengabdi yang sangat membantu masyrakat. Ia hidup mulia dan mengabdi untuk masyarakat. Bahkan seorang Jenderal Polisi bernama Hoegeng, masih melegenda kesederhanaan dan kemuliaannya dalam melayani masyarakat. Namun sejumlah oknum polisi masih tetap bermain nakal. Suap, uang dan menghisap masyarakat masih dilakukan sejumlah oknum polisi.

Mantan Presiden RI Gus Dur pernah mengatakan, “Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng.”. Ungkapan ini terlontar dari sosok Gus Dur yang terkenal humanis dan demokratis. Betapa indahnya bila polisi dan politisi di negeri ini terus membaik. Terus meningkat layanan dan fungsinya. Ketika indeks persepsi publik polisi dan politis membaik, maka korelatif terhadap adanya perbaikan performa keduanya.

Mari kita dukung polisi dan politisi yang lebih baik. Ditahun era saber pungli, tahun politik dan upaya peningkatan layanan publik, sejatinya para polisi dan politisi berprestasi menjadi teladan bagi korps mereka. Sosok Hoegeng dan sosok Mohamad Natsir setidaknya dapat menjadi rujukan perilaku bagi para polisi dan politisi.

Kolumnis Eki Baehaki mengatakan perlunya asketisme dalam berkehidupan. Polisi dan politisi harus asketik, jauh dari pragmatik dan hedonistik. Dalam Islam, terminologi yang relevan dengan asketik adalah zuhud, pola hidup yang sederhana. Aparaturnya disiplin masyarakatnya taat, sungguh akan indah dirasakan.

Di masyarakat Adelaide saat Saya belajar disana, realitas polisi dan politisi sangat berbeda. Di jalan raya hampir tidak ada polisi. Di ruang publik tidak ada satupun baliho politisi. Sangat berbeda dengan di kita. Masyarakat kita masih jauh dari tertib, aparaturnyapun masih jauh dari profesional. Mari kita sadari bersama, kita dukung hadirnya polisi teladan dan politisi asketik altruistik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *